Right Here

712 59 4
                                    

Kamu. Mengajarkan aku untuk pergi.

Pergi tanpa rasa bersalah, pergi tanpa mengingat lagi masa lalu, pergi dengan lapang dada. Di lain sisi, kamu juga yang mengajarkan bahwa hidup ini memang ada untuk mengukir sebuah kenangan, sebuah kisah. Tanpa tahu betapa hebatnya kisah-kisah itu mengoyak jiwa.

Klise.

Kita-aku dan kamu-pergi. Menjauh antara satu dengan yang lain. Hidup dengan cara masing-masing. Seperti merangkak keluar dari lumpur hisap, berjuang untuk memulai sesuatu yang baru.

Tapi... Aku bukan kamu. Dengan mudahnya berpaling dan mencari kenyamanan di tempat lain.

Aku bukan kamu. Yang bersedia beranjak dari tempat "kita" berpijak.

Aku bukan kamu...

"Aku enggak kemana-mana. Aku di sini, tunggu kamu pulang." Tanpa disadari kata-kata itu terucap dari bibir Kelana. Ia memutar kembali ingatan beberapa tahun belakangan. Ingatan saat ia dan prianya dulu, menyudahi apa yang mereka mulai.

Menyudahi rasa yang sebetulnya belum tuntas.

"Bengong aja. Pesan apa lo?"

"Cuma air mineral. Mau bahas di sini atau kita makan dulu dan ganti tempat?" Tanya Kelana sedikit gugup. Sambil berharap pria di hadapannya ini enggak mendengar ceplosan asal dirinya tadi.

"Jangan ide buru-buru bahas deh, isi dulu tuh perut. Bisa dihujat banyak orang gue kalo sampai lo pingsan."

"Gue kan menghargai kemauan lo juga, Can. Makanya gue tunggu sampai lo dateng."

"Sweet banget, gila. Nggak bisa gue, nggak bisa, nggak bisa."

"Candarakanta an overreacting person as always. Kita ke Demangan aja, ya. Soalnya dekat dari sini."

"Baik, Kanjeng Ratu. Nurut gue sama lo demi kesuksesan bersama."

"Oh iya, tadi Samudra kasih kabar akan nyusul." Jelas Kelana.

"Good. Gue juga mau bahas beberapa tambahan sana-sini yang dipesankan Mas Gian."

"Ok. You drive, right?"

"Jelas lah. Candrakanta never let any woman drives, apalagi gue yang bawa mobil. Lo cukup duduk manis di sebelah gue, La."

Kastara & KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang