Runaway

370 54 8
                                    

Sejak kembali ke Jakarta dua hari lalu, Kastara memilih kantor sebagai tempatnya bermalam. Selain menyelesaikan pekerjaan yang terbengkalai, pria itu juga ingin menghindari sang Bunda. Bisa dipastikan Bunda akan mencecarnya setelah dua minggu ia pergi tanpa kabar.

Anggaplah dua hari lalu sebagai masa tenang Kastara sebelum menghadapi omelan Bunda di rumah, seperti pagi ini.

"Sudah ingat pulang? Kamu ngapain dua minggu di Jogja? Tanpa kasih kabar segala." Sua Bunda menyambut Kastara di meja makan.

"Aku baru bangun loh, Bun. Udah diomelin aja."

"Kamu aja ndak tahu kapan harus pamit kapan ndak. Kenapa Bunda harus tahu kamu baru bangun atau ndak, sebelum ngomel."

"Bun... Maafin Tara, ya."

"Kamu tuh ngerti ndak to, Mas. Bunda kelimpungan sendiri karena kamu ndak pulang. Tanya Gian, katanya kamu ambil cuti. Tapi kok Bunda ndak ngerti kamu cuti untuk apa. Candra justru lebih tahu tata krama untuk kabarin Bunda soal kamu."

Kastara bungkam.

Ia tahu, bahkan terlalu mengerti kalau tingkahnya kali ini keterlaluan. Mengesampingkan perasaan Bunda demi keegoisan diri. Sampai membuat Bundanya khawatir.

"Kelana di Jakarta... Jadi salah satu vendor untuk usaha baru Gian. Tebakan Bunda, kamu pasti sudah tahu duluan."

"Iya, Bun. Candrakanta kasih tahu aku kemarin. Hari ini mungkin aku ketemu untuk meeting vendor."

"Mas, pesan Bunda cuma satu. Jangan campuri dengan urusan kerja. Selesaikan baik-baik. Karena kamu yang tahu harus bagaimana supaya semua baik."

"Injih, Bun. Terus ini, Tara kapan boleh sarapannya?"

"Ya ampun! Duduk, duduk, Bunda sampai lupa rawonnya masih di dapur."

"Bunda sibuk marah-marah aja. Lupa kan tuh makanan utamanya. Kalo Tara sakit karena telat sarapan gimana coba."

"Biar aja kamu sakit. Bunda bisa minta Kelana urusin kamu nanti." Jawab Bunda sekembalinya ke meja makan.

"Bunda apaan, sih. Yang ada Tara tambah sakit..."

".... Sakit hati. Soalnya ditinggalin sama perempuan baik dan cantik."

"Astaga jahat banget."

"Makanya jaga tingkah laku kamu, Mas. Kalau sama Bunda aja kamu tega pergi tanpa kasih kabar, gimana dulu sama Kelana. Ndak heran Bunda begini jadinya."

"Masih aja dibahas, Bun."

Kastara & KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang