Someone You Loved

289 45 9
                                    

Membentengi diri supaya enggak mengulangi kesalahan, tanpa disadari pun mampu memicu sisi egois dan menjadikannya dominan.

"Gue jadi nggak enak sama lo, repot-repot masakin."

"Basi. Nggak enak tapi maksa, request pula makanannya apa. Cuma ya... daripada nanti lo sedih karena batal makan sama gue."

"Berarti nggak iklas nih masakin gue? Jadi dosa dong selat solo di perut gue," tawa keduanya memenuhi ruang tengah apartemen Kelana.

Acara makan malam yang sempat disindir Samudra kemarin memang berujung terjadi di apartemen Kelana. Dengan alasan ia malas keluar apartemen, ogah lihat kemacetan.

Ya aneh juga sih kalau jalanan ibu kota bisa lenggang dimalam Minggu, Kelana.

"La, gue boleh ngobrol serius tapi nggak serius?" Kastara meneguk sisa minuman di gelasnya.

Aduh, kenapa mencari bridging yang pas untuk pembicaraan masa lalu lebih sulit dibanding menemui sepuluh vendor begini, ck.

Jelek banget pembuka obrolan lo, Tara.

"Ha? Jadi mau ngobrol serius atau enggak, nih?"

Padahal ini adalah tujuan utama ajakan makan malam Kastara. Mencoba membuka kembali halaman rancu pada kisah mereka. Memperjelas apa yang seharusnya dituliskan di sana.

"Serius aja, deh. Gue mau minta maaf sama lo. Maaf untuk kebodohan dan kebrengsekan gue."

"Lagi? Lo kebanyakan makan selat solo ya tadi? Sampai ikut penuh gitu isi kepalanya. Kemarinan kan lo udah minta maaf."

"Minta maaf yang ini beda, La. Gue minta maaf untuk diri gue tiga tahun lalu. Gue selalu cari masalah sampai akhirnya pergi tanpa penyelesaian."

Kelana mengisi kembali gelas Kastara, disusul tawa mengejek perempuan itu, "Minum dulu. Kepala lo mau meledak tuh ungkit-ungkit tiga tahun lalu, udah berasap pula. Ngepul banget."

"Thank you. Tapi La, gue beneran minta maaf. Gue pikir kabur begitu aja dari lo bisa bikin gue lupa dan tega sama lo. Nyatanya, gue tetap merasa salah bahkan makin menjadi waktu gue ketemu lo langsung.

Itu juga yang buat gue ragu untuk berhadapan sama lo. Ragu untuk siap dengan penolakan yang mungkin gue dapat. Ragu untuk gue mampu mengaku salah. Ragu untuk gue nggak berlaku egois dan berakhir sama seperti terakhir kali gue pergi dari lo."

"Terus lo nggak ragu sekarang? Setelah nggak nyaman di tempat lain? Oh, gue rasa lo udah membuat penyelesaian, kok. Sejak lo keluar dari apartemen gue dan nggak pernah kembali... gue mau beres-beres dulu. Hati-hati pulangnyaㅡ"

"ㅡGue nginap di sini, La. Tadi udah ijin Bunda."

Perbolehkan Kastara egois kali ini. Perbolehkan ia bicara sepanjang dan sejelas yang ia inginkan. Perbolehkan ia berusaha untuk kembali ke tempat dimana seharusnya ia tinggal.

Kastara & KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang