005. Dua Kosong Dua Sembilan

3 0 0
                                    

_Kamis, 20 Januari 2029_

"Pemerintah menghimbau agar kita selalu waspada untuk satu Minggu yang akan datang. BMKG mengatakan bahwa hujan lebat di bulan Januari ini akan sedikit berbahaya. Mungkin hujan es juga akan melanda berbagai daerah, seperti daerah....."

Aku mengambil cangkir hijauku yang berisikan teh hangat di meja ruang tv ini. Tubuhku menggigil walau sudah ku pakaikan dua selimut dan sweater.  Aku masih enggan untuk menengok sisi kiri ku.

Gluk...

Ku tegukan teh hangat itu dengan kaku. Dia begitu fokus melihat siaran malam ini. Ingin sekali ku ganti channel nya menjadi film kartun. Aku ingin tertawa lepas saat ini. Mataku sudah begitu sembab, aku butuh film kartun!

Klik.

Televisi yang sedang menyiarkan berita terkini itu mati.

"Kau butuh apa lagi?" tanyanya sedikit ketus.

Aku menoleh dan menatapnya sebentar. Sekali lagi aku ingin menangis. Aku menunduk dan menggeleng. Secara tidak sadar, dari acara berita itu hingga televisi itu dimatikan aku sedang mengingat masa ku dengan masa nya. Ingin ku jawab 'aku butuh kamu yang dulu, aku ingin waktu dulu, juga aku ingin lenyap'    itu saja.

"Ret..." ucapnya halus di atas kepalaku. Dia kembali mendekap ku hangat setelah melihatku menangis lagi.

"Aku yang dulu dan yang sekarang berbeda, aku tidak bisa memaksakan apapun sekarang. Maafkan aku Retha ku...."

Dia mengelus punggung dan puncak kepalaku. Aku juga paham seperti apa rasanya di posisi dia saat ini. Sikap egois ku kembali.

Aku melepaskan pelukan itu, ku seka air mataku dan aku bertanya padanya mengalihkan pembicaraan, "Kamu sudah izin dengan istri dan anak mu?"

Dia diam, lalu segera mengambil ponselnya di atas meja dan mulai mengotak-atik benda itu. Aku hanya menatapnya, ku tatap dia dengan penuh pertanyaan untuknya. Setelah satu tahun menjadi ayah dan suami pun dia masih terlihat begitu tampan, tidak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Rahangnya begitu tegas. Mata hitam dan bulu matanya yang lentik dengan siluet punggung yang terlihat jelas di balik balutan kemeja putihnya yang masih basah.

"Aku ingin tidur, kalau kamu mau pulang, pulang saja."

Aku berjalan dengan susah payah membawa dua selimut tebal ini bersamaku.  Saat di ambang pintu kamar aku bergumam, "Terima kasih, Jey,".

***

Kring... Kring... Kring ...

"Hem, hallo,"

"Selamat pagi Bu, bagaimana kabar ibu, ibu kemarin pergi tiba-tiba dari kantor di jam istirahat dan sekarang belum berangkat. Apakah ibu sedang sakit?" Samar-samar masih bisa kudengar ucapannya diseberang sana.

Dengan sedikit malas yang kembali melanda aku membuka kedua mataku dan menguap.

OH TIDAK!!

Aku begitu malu, pipiku langsung merah merona melihat ponselku yang dipegang di depan wajahku ini. Ternyata ini panggilan video. Para rekan kerjaku, asisten ku dan  salah satu klien ku juga berada di layar ponselku. Mereka menatapku heran, tanpa pikir panjang ku akhiri panggilannya.

J&RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang