-9-

570 67 7
                                    

"Memangnya kita akan kemana?"

Jeno meliriknya ke samping, di bawahnya beberapa senti terlihat mata yang berbinar galaksi di pupil hitamnya menatap penasaran. Tepi kedua bibirnya menarik ke atas, membentuk senyum simpul yang sederhana. "Sebenarnya ... aku juga tidak tahu," jawab Jeno yang menggaruk kecil rambutnya.

"Tadinya aku ingin mengajakmu ke dermaga, tapi aku pikir tidak akan sempat ...," kelakarnya terdengar begitu renyah di telinga Renjun. Bunyi lift menyadarkan keduanya telah sampai di lantai dasar apartemen. "Kalau aku tetap membawamu ke sana, mungkin kita akan sampai saat gelap nanti." Sebuah balutan kulit tanpa disadari menggenggam tangan yang lebih kecil ketika bersamaan keluar dari pintu lift. Kehangatan itu tiba-tiba datang menyergap tidak hanya di tangan keduanya, tetapi hati bagi keduanya. Lirikan sekilas sempat terjalin kemudian terputus kembali saat keduanya memilih memalingkan wajah.

"Ehem, jadi mungkin aku akan mengajakmu ke sana lain waktu." Jeno menambahkan. Suara awalnya hampir terdengar tidak stabil, sedikit serak dan tampak gelagap. Ia menuntun langkah Renjun lebih depan dengan tangan yang saling bertaut. Renjun melihat sisi wajah Jeno dari sudut pandangnya, dalam hatinya betapa dia mengagumi wajah pemuda itu yang tertimpa cahaya sore. Bagai tersiram sinar emas di wajah tampan Jeno. Sedikit gerakan Jeno mengarahkan wajah ke belakang, ia kembali berkata, "Ada satu lagi."

"Apa itu?" Renjun tersipu tak mengerti, seolah-olah Jeno yang menelengkan kecil kepala menujunya membuat dia merasa menjadi satu-satunya pusat perhatian lelaki itu. Dia hanya bisa mengalihkan lonjakan di kedua tulang pipinya yang ingin mengembang menjadi sebuah senyum. Lalu lantas kemanakah pemikiran kacau dan perasaan kalut yang sempat ia rasakan? Mungkinkah tersapu angin atau seperti yang sudah-sudah, kehadiran Jeno selalu menghilangkan keresahannya.

"Aku menyebutnya kota kecil seribu cahaya."

"Kedengarannya menarik."

Jeno memberhentikan jalannya, ia menunggu Renjun berada tepat di sebelah. "Benarkah?" Renjun mengangguk. Kepalanya sedikit mendongak, menatapi Jeno langsung seperti—"Bawa aku ke sana Jeno, bawa aku pergi."

—penuh pengharapan,

yang putus asa.

______________

[ARTICLE]

Sejumlah potongan klip pebalet Renjun yang tengah berlatih menyiapkan konsernya dua bulan lalu beredar luas di portal internet. Diduga klip tersebut adalah bukti insiden cedera Renjun yang ditengarai akibat hasutan orang asing dalam studionya. (More...)
oleh The Loyal Ballet

Bunyi lift yang telah sampai pada tujuannya terdengar bersamaan pintu yang terbuka.

"ARGGGGHHH!"

Erangan murka seiring suara yang menghantam antara besi dan sepatu lantas menjadi pembuka.

Remasan kertas yang sudah tak berbentuk berhamburan keluar beserta sejumlah plastik dan kaleng dalam tong sampah. Teronggok begitu saja berserakan hampir memenuhi ruang kosong di depan lift. Pemilik kaki yang baru saja menendang tong sampah tersebut melenggang tidak peduli bahkan sekali lagi dia menendang gumpalan kertas sampai beberapa meter ke depan.

Tepat berhenti di bawah palang tembok yang sudutnya terdapat kamera pengintai. Mengarah langsung ke tempat keluar lift, di mana biasanya orang-orang melangkah keluar atau masuk tanpa sadar.

Dia melirik melalui ujung matanya. Lampu kecil merah yang biasa terlihat menyala kini redup.

Segaris senyum di ujung kanan bibirnya mengangkat kemudian dia kembali menggerakan kakinya maju ke depan dengan ringan.

Blanc Swan [NoRen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang