Gerakan tegas diikuti hentakan bertenaga di tangan yang mulai menunjukkan otot biceps bersinkronisasi dengan setiap ketukan lagu yang mengiringnya. Detail-detail tiap gerakan terlihat jelas dan padat seolah-olah ia adalah profesional yang telah lama berkecimpung dalam dunia modern dance ini.
Dengan peluh yang membanjiri tubuh, ia memfokuskan mata tajamnya pada pantulan kaca. Meneliti proporsi gerak yang tidak seimbang. Mencari letak kesalahan yang mengakibatkan coach memarahinya beberapa hari lalu.
"Hentikan loser!" Suara itu menusuk telinganya menggantikan alunan musik yang orang itu matikan.
Ia memandang setengah sengit orang barusan yang telah lancang menganggu latihannya.
"Move! Para senior ingin memakai tempat ini." Lagaknya penuh kesombongan mengibas-ngibaskan tangan bagai meremehkan.
Dengan sentakan kasar, ia raih tasnya beserta barang-barang yang tercecer. Dengusan kecil ia tunjukan tepat ketika mereka saling berhadapan kemudian melangkah cepat meninggalkan orang-orang memuakkan yang telah menganggunya.
Jalan hidup seorang trainee[1] memang tidak mudah.
Banyak yang mengira setelah masuk menjadi trainee agensi ternama akan memberikan kemudahan untuk sukses nantinya.
Namun, itu hanya bualan belaka.
Perjalanan berat menanti tiap trainee setelah memutuskan untuk membubuhkan tanda tangan di atas kontrak jahanam yang mengikat ketat.
Belum lagi kehidupan antar sesama trainee yang bisa dibilang tidak baik. Pengelompokkan untuk menunjukkan kekuasaan yang terjadi secara alamiah antar trainee biasa, trainee kalangan atas serta trainee-trainee dari luar negeri.
Sudah terlambat untuk menarik keputusan itu kembali. Akan tetapi, Jeno tidak merasakan penyesalan apa pun. Memang sudah keinginannya sedari dulu untuk menekuni bidang yang ia suka dalam jenjang yang lebih serius.
.
______________
.
Pintu otomatis baru saja menutup tepat setelah ia lewat. Jeno melihat jam tangan yang menunjukkan pukul sembilan malam.
"Biasanya selesai jam satu. Ck! Sialan!"
Staff sialan bagi Jeno tadi telah mengambil tiga jam latihan berharganya. Ia butuh latihan-latihan itu. Tidak mudah untuk mendapatkan pujian dari coach apa lagi kesempatan debut yang sangat kecil jika ia hanya bergantung pada kemampuan yang sudah ia miliki.
Jeno harus lebih dari itu.
"Aku harus berlatih lagi nanti." Jeno berdecak kesekian kalinya. "Ah iya di mana ponselku??"
Tangannya sedikit kebas akibat beberapa gerakan yang tadi ia forsir—tengah mencari-cari di mana letak benda canggih itu dalam tasnya yang teracak-acak. Cukup lama Jeno masih berdiam di tempat yang sama sampai tangannya merogoh ke sisi paling dalam tas.
"Nah ini dia!" Hemari Jeno dengan lancarnya mengetikkan sesuatu di gawai kemudian mendekatkan benda itu di daun telinga.
"Halo ..., oh iya Hyunjin, maaf menganggumu malam-malam."
"Bisakah kamu meminjamkan studiomu malam ini? Sebentar saja nanti aku kembalikan kuncinya pagi-pagi sekali, ya?" Jeno terlihat menganggukkan kepala merespon balasan ucapan seseorang yang sedang ia telepon.
"Oke, ada di bawah pot kuncinya? Ya, terima kasih banyak Hyunjin, selamat malam!" Jeno menutup panggilannya, menjauhkan gawai dari telinga. Ada satu kontak nama yang sempat lewat, mengingatkannya kembali beberapa hari lalu ia terluka dan begitu kelelahan akibat terlalu memforsirkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blanc Swan [NoRen]
FanficBalet adalah kehidupan Renjun yang paling penting. Harapan kebanggaan dari ibunya yang harus ia pertahankan. Hanya saja lika-liku dunia seni tidak mudah untuk dilalui. Bisa saja begitu indah lalu detik berikutnya menjadi pahit. Besok bertemu teman d...