-14-

573 39 3
                                    

Bak kesetanan langkah Renjun tak ada yang mampu mengejar. Satu per satu bunyi akibatnya terburu terdengar hingga debum pintu yang memekakkan telinga. Sudah barang pasti pemuda itu menutup pintu kamarnya keras tanpa peduli dua yang lain di belakang.

Mark dan Jaemin menatap sendu pintu tersebut, tetapi apa yang bisa mereka perbuat pula. Nasi sudah menjadi bubur, untuk membuat keadaannya membaik seperti semula hanyalah harapan belaka.

Jaemin mengepalkan tangan kencang, hampir-hampir memukul pintu milik Renjun di depan. Akan tetapi, sentakannya berubah haluan, dia menarik baju Mark dan mengimpitnya pada tembok. Lelaki yang belum siap menerima serangan fisik pun hanya mendesah kesakitan.

"Apa yang hyung lakukan sampai buktinya hilang?!" sergah Jaemin berang.

Namun, Mark menatap lurus Jaemin, ekspresinya tak dapat diartikan. Meski matanya tampak berkaca-kaca, Mark lebih terlihat seperti seseorang yang telah menyerah, pasrah.

"Bukti-bukti itu harusnya aman sama hyung." Jaemin memberikan pernyataan telak. Tak ada lagi yang mampu menjaga bukti keterlibatan seseorang dalam kasus Renjun selain Mark, manajernya sendiri. Akan tetapi, apa yang pria itu lakukan? Bukti bahwa Renjun adalah korban dalam kasus ini dihilangkan?

Mark kemudian membuang muka, menunjukkan pipinya pada Jaemin. "Aku lalai."

Jaemin pun menggeleng terus-menerus. Dia berkata, "Aku tidak mengerti, sangat tidak mungkin buktinya hilang kalau itu dipegang olehmu. Siapa yang berani mengambilnya dari tanganmu, hyung?"

Pemuda yang tengah mengkonfrontasi sedikit terkesiap. Ketika bertemu mata dengan tatapan Mark yang tampak datar, Jaemin merasa di depannya bukanlah sosok Kakak yang selama ini sangat murah hati.

Sosok yang selama ini selalu mengingatkannya berhati-hati, tidak terasa jejaknya di sana.

"Aku tidak ingin membuat alasan, ibuku sakit lagi, aku ... meninggalkannya di rumah," ungkap Mark.

Raut dalam wajah Jaemin berubah seketika. Tangannya lantas berpegang pada kedua bahu Mark dan mengguncangkannya. "Mereka membobol apartemenmu?" tanya Jaemin merendahkan suara.

"CCTV apartemenmu, hyung! Ini bisa memberatkan mereka sebagai bentuk penghilangan barang bukti kejahatan!" Jaemin pun segera menggenggam pergelangan tangan Mark, berniat pergi keluar mengikuti jalan pikirnya untuk memeriksa CCTV apartemen.

Namun, Mark melepaskan genggaman Jaemin perlahan. Dia menggeleng lemah dan berkata, "Sama seperti di sini, mereka mematikan CCTV, jejak kehadiran mereka tidak terekam."

"Mereka makin cepat bergerak!" tukas Jaemin geram. Tembok tak bersalah di sebelah Mark pun menjadi korban hantaman kepalan tangannya. Tepat beberapa senti dari mata Mark, pemuda yang tetap diam memandang Jaemin sedu.

Ketika keduanya larut dalam keheningan, Jaemin tiba-tiba terkejut sendiri. Dia memberikan tatapannya pada Mark seolah-olah ada harapan yang bisa diperjuangkan. "Hyung, pasti ada cara lain! Izinkan aku memeriksa CCTV jalan sekitar aparte-"

Belum sempat Jaemin menyelesaikan kalimatnya, pergelangan tangan lelaki tersebut ditarik oleh Mark sehingga posisi mereka kini bertukar. Mark memenjarakan Jaemin dalam kungkungan tubuhnya dan berbisik, "Sst! Dinding punya telinga, kamu pergilah cari kemana Renjun hilang sebelum muncul di kantor polisi, biar ini aku yang menangani."

"Baik, hyung!" Jaemin mengangguk tegas pada Mark. Sebelum dirinya benar-benar pergi, dia melihat pegangan Mark di pergelangannya sulit.

"Maaf," ucap Mark singkat saat menyadari Jaemin memberinya isyarat mata untuk melepaskan pegangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 12, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Blanc Swan [NoRen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang