-8-

1.5K 137 20
                                    

Dering nada gawai meronta beberapa kali, tetapi tak ada niat sekalipun empunya untuk menghentikan bunyi yang cukup memekakkan di taman sepi penghujung sore hari ini.

Sesunyi apa pun suasana yang membelenggunya di tengah taman sendirian tentu lantas tak mengartikan dirinya dalam keadaan aman menerima pesan suara yang ditujukan.

Setidaknya kewaspadaan itu tidak luntur.

"Menyebalkan."

Gemeresak rumput basah diinjak menyapa gendang telinganya. Sekali terka saja ia sudah tahu dari arah mana langkah itu berasal dan suara siapa yang baru saja mengatainya.

"Aku memang menyuruhmu untuk waspada, tapi tidak dengan mengabaikan panggilanku, brengsek!"

"Kamu hanya repot-repot mengetesku, itu bukan panggilan seperti biasa, kan?"

Tidak ada balasan kata padanya. Lantaran dengus napas bersungut-sungut yang menjawabnya sekaligus derak kursi besi taman ikut bergeser.

"Jaga sikapmu sewajar mungkin."

"Aku tahu itu tapi."

"Tapi apa? Sepenting itu sampai kita berdua harus bertemu?"

"Sangat penting,

karena ini menyangkut karir baletku selanjutnya."

______________


Hal yang terpenting,

Satu tekanan mengikat Jaemin dalam simpul tali yang sulit dilepaskan. Mengikat kuat dalam jeratan tali mati, berharap padanya mungkin tak akan pernah terlepas atau dilepaskan. Sejujurnya ia tahu akan menghadapi roda seperti ini dalam kehidupannya dan Jaemin sudah meyakinkan diri apa pun jeratannya, akar kokoh pada dirinya harus bertahan melalui semua itu.

Jaemin melupakan satu hal tantangan yang terpenting. Manusia tidak luput dari nafsu akan kebutuhan serta kelemahan yang kadang membuat enggan meninggalkan zona aman.

Bagi pemuda 24 tahun itu keperluannya hanya beberapa hal sederhana, tetapu pada siapa keperluannya itulah yang menjadi kepentingan serta prioritasnya saat ini. Ia sudah berada di ambang kelemahan antara dua orang yang disayanginya.

Ibunya dan Renjun.

Dedikasi Jaemin pada sang ibunda tidak diragukan lagi. Setelah kejadian pahit menimpanya dua kali, pada masa kecil yang harusnya dilengkapi dengan kehadiran ayah, tetapi di saat itu ia dan keluarga dicampakkan dan sebab kelalaiannya kecelakaan mengerikan terjadi pada adiknya, Jikyung. Mengingat kenangan mengerikan menjadikan Jaemin tameng kuat serta penopang keberlangsungan hidup sang ibunda.

Berlaku juga pada Renjun.

Kelamnya masa lalu sempat membuat Jaemin berada di titik terendah. Perasaan ingin menjauh dan hilang kala itu terpintas di pikiran Jaemin. Akan tetapi, seseorang datang memberinya cahaya di ruang gelap nan sempit saat ia terpuruk. Renjun mungkin bukan inosen sepenuhnya, tetapi kehadiran juga masa bersamanya telah mengeluarkan ia dari ruang itu. Renjun cahayanya.

Jaemin bertaruh atas nyawanya sendiri untuk menjaga keduanya seutuhnya.

Namun, mimpi buruk memang tiada henti menguji makhluknya. Jika dengan pekerjaannya sebagai komposer ia mampu memberikan berlian pada sang ibu, tentunya Jaemin tidak harus terlunta-lunta membagi penghasilannya kepada agensi dalam bentuk pembayaran penalty kontrak Jikyung.

Tidak seperti itu kenyataannya. Jaemin hanyalah pemuda lulusan Juiliard yang sederhana. Lalu apakah dengan menuruti penawaran mengaransemen lagu dalam jangka waktu yang lebih lama tidak mencekik anggarannya untuk ia dan ibunya hidup?

Blanc Swan [NoRen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang