Si Dia

10 1 0
                                    

Perkuliahan pagi telah selesai. para mahasiswa perlahan mulai pergi dari ruang kelas, hanya beberapa yang masih berbincang. Kia mengambil handphone di saku bajunya. Ada sebuah notif pesan muncul di layar handphone Kia. Melihat isi pesan itu, Kia tersenyum senang. Lalu membalas pesan dari sang Kakak.

Mas Abi
Ki, kamu sibuk kah hari ini? Mas boleh minta tolong? Minta tolong kerumah ya, mbak Ajeng katanya ada meeting mendadak. Jadi, gak bisa bawa baby kek kantor.

Kia
Oke, Kia OTW ke sana.

Setelah membalas pesan untuk Abi, Kia bangkit dari tempat duduknya. Bintan yang sedang sibuk dengan laptop di depannya menoleh kearah Kia.

"Mau kemana, Ki?" Tanya Bintan.

"Ada urusan bentar, aku tinggal ya." Jawab Kia sambil memasukkan buku ke dalam tasnya. "Aku tetap ikut kelas siang nanti kok, santai aja. Gak bakal bolos" sahut Kia sebelum sahabatnya bertanya lagi. Karena sangat mengenal baik sifat Bintan, apa yang akan dia tanyakan Kia sudah pasti bisa menebaknya.

"Tuh kan, kamu itu kayaknya beneran cenayang deh. Bisa-bisanya tau apa yang aku pikirin." Ucap Bintan menatap Kia yang berdiri diseberangnya. Mendengar perkataan Bintan, sontak Kia tertawa gemas. Bagaimana pemikiran konyol itu bisa singgah di pikiran Bintan, sangat konyol sekali.

"Kita anggap aja begitu. Oke, Bye Bi." Jawab Kia sambil memakai tudung Hoodienya dan berjalan keluar dari kelas.

"Perlu aku gendong lagi gak?" teriak Bintan berharap Kia bisa mendengarnya. Mendengar itu, Kia mengangkat tangannya berbentuk silang menolak bantuan Bintan. "Dasar anak sok kuat, udah tau dirinya lagi gak baik-baik aja" desis Bintan lalu melanjutkan pekerjaannya.

Kia berjalan melewati lorong Fakultas, pandangannya menatap lurus kedepan. Walaupun pergelangan kakinya sakit, ia masih bisa berjalan. Suasana kampus sama seperti biasanya, banyak manusia berlalu-lalang. Ada yang bergerombol, ada yang berduaan, ada juga yang menyendiri. Entah, melihat orang disekitarnya beraktivitas Kia merasa senang. Ia berharap semua orang yang beraktivitas selalu bahagia, tanpa perlu mencemaskan dunia yang kejam ini. ia juga tau, setiap orang pasti memiliki titik jatuhnya masing-masing.

Karena itu, dia selalu meyakinkan bahwa bukan hanya dirinya yang selalu terluka. Tapi, perasaan itu hanya untuk menghibur dirinya, sebenarnya Kia selalu berpikir Tuhan sangat egois. Tuhan selalu merusak rencana-rencananya. Untuk saat ini Kia hanya perlu melewatinya saja, dan berharap perasaan takut itu akan menghilang. Sama halnya seperti jatuh cinta, kalau memang tidak sesuai rencana. Kita hanya perlu melewatinya seperti tidak terjadi apa-apa dan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya. Mungkin bagi orang lain, tidak semudah itu. Namun, bagi Kia tidak ada yang tidak mudah selagi bersungguh-sungguh.

Jatuh Cinta. Kia juga pernah jatuh cinta, saat SMP kelas 2 di Jogja. Semasa SMA, Kia benar-benar tidak ingin jatuh cinta pada siapapun. Mungkin lebih tepatnya, perasaan takut karena kembali di kota ini lebih besar sehingga tidak kepikiran untuk jatuh cinta. Tentu saja saat SMA ada beberapa lelaki menyatakan perasaan pada Kia, namun secara halus Kia menolak.

Saat itu Kia benar-benar fokus untuk sembuh dari kekhawatirannya, Ia ingin hidup normal seperti ia tinggal di Jogja. Mengingat kembali kejadian menakutkan itu, saat Kia kelas 1 SD. Dimana masa itu, ia seharusnya bermain bersama teman-teman sebayanya. Tapi, dia terkurung dengan manusia yang tidak bertanggung jawab. Dan itu cukup menghancurkan masa kecilnya, sehingga kedua orang tuanya memutuskan pindah ke Jogja.

Sampai di pintu gerbang depan Kampus, Kia menunggu taksi lewat di sekitar Kampus. Sambil menunggu taksi, tidak sengaja seseorang menyenggol Kia dari belakang sampai Kia hampir melewati batas jalan. Namun, seseorang dari sebelahnya menahan tubuh Kia agar tidak jatuh. Parfumnya sangat maskulin, tingginya mungkin sama seperti Bintan. Perawakannya cukup bagus, sangat nyaman dipandang. Kia belum melihat jelas wajah pria itu karena matahari sangat terang hari ini, jadi sedikit susah melihat pria yang masih menahan tubuhnya.

Harapan KiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang