Play song : Temaram-Fiersa Besari
[ NARASI ; RARA POV ]. . .
Seperti kata mama, sebuah kehidupan menuju pendewasaan sangat sulit. Mama juga pernah bilang “yang mahal itu bukan pelajaran sekolah tapi pelajaran hidup”. Kebanyakan insan mungkin menikmati hidupnya dengan rasa nyaman bahagia dan aman. Tapi tidak untuk sebagian orang. Seperti lelaki yang satu ini. Dia asik menyeruput kopi susu nya dengan senyuman manis, seperti tak pernah terjadi sesuatu yang buruk. Senyum yang selalu menampilkan raut kebahagiaan dan rasa tenang.
Malam kemarin saat ia menyuruhku untuk tetap diam di tempat, eja mengambil jaket di mobil. Aku tak sengaja melihat obat di dalam dompet nya yang sedikit terbuka. Aku heran, bisa bisa nya renjana menaruh obat di sana. Saat tangan ku hendak mengambil obat tersebut sepersekian detik itu juga notif handphone nya berbunyi berkali kali. Sebuah pesan singkat. Aku pun tak sengaja membaca satu notif pesan dari bang rangga yang isi nya seperti ini :
Bang Rangga
Eja
Lo bawa obat nya kan? Jangan sampe ga bawa
Kalau kambuh, cepet di minum jangan nanti
Pulang hati hati, lo bawa anak orang
Gausah ngebut.Dan pesan berikut nya dari nomor tidak dikenal
Unknown
Besok gua bongkar rahasia lu, eja
Rara kalau tau pasti bakal jiji deket lo
See you soon, loser.Aku sempat berfikir berulang kali. Kenapa ada nama ku disana? Memang renjana sakit apa? Atau ada hal lain yang disembunyikan? Pertanyaan itu terus berputar di kepala. Melihat ke arah tas yang dibawa renjana, aku menemukan secarik amplop putih dengan logo rumah sakit. Diam-diam aku membuka isi dari amplop itu dan BOOMM!!
Aku tak pernah menyangka jika dibalik senyum yang selalu terpancar, dibalik kerja keras renjana untuk selalu aktif di ekskul band nya, dibalik keceriaan dan ke konyol an nya saat sedang bersama ku atau dengan yang lain.
Ternyata dia punya luka yang ga pernah ia kasih tau ke semua orang. Bahkan aku, teman nya sedari sekolah dasar pun ga tau sama sekali perihal ini.
Pantas saja saat ada Persami di sekolah, dia adalah orang yang paling berat bawaannya. Saat diperiksa, ternyata jaket tebal dan sekotak P3K. Aku ga pernah tau soal itu dan yang baru aku tau juga. Kalau dia alergi susu coklat. Padahal saat istirahat seminggu yang lalu, ia minum susu coklat dengan santai di hadapan ku dan yang lain. Ga pernah ada reaksi yang ia tunjuk kan sampai beberapa saat renjana izin ke toilet. Aku ga pernah tau soal itu, bodoh sekali bukan? Aku kurang peka.
Hari ini aku terus berpikir apa itu nyata? Apa yang ku liat sendiri itu benar? Apa renjana separah itu? Kenapa dia sembunyikan semua luka nya dari aku? Dari kita semua?
Sungguh. Disini aku seperti orang gila. Beberapa kali menangis lalu tertawa karena kenyataan lalu beberapa menit kemudian menangis kencang. Zidan, anak itu sangat peka terhadap lingkungan nya. Ia buru-buru masuk kamar ku dan memeluk ku dengan hangat, berkata lembut bahwa semua akan baik baik saja. Dan pada akhirnya aku bercerita semua yang aku lihat malam kemarin. Zidan? Dia ga kalah kaget saat tau kebenaran ini.
Ponsel ku berdering. Ternyata ada telfon dari bang rangga. Ahh.... Aku belum sempat bertamu secara sopan ke rumah renjana. Bahkan mengunjungi nya saja belum.
"Halo bang? Maaf tadi rara di kamar mandi"
"Gapapa raa, saya ganggu ga?"
"Engga kok, ada apa bang?"
"Saya cuman mau nanya, renjana kemarin baik baik aja kan?"
"Iyaa, dia baik baik aja kok bang. Kenapa ya? Apa terjadi sesuatu yang buruk?"
Jujur aku panik. Aku takut hal yang ku bayangkan terjadi. Renjana depresi.
Bang rangga menghembus kan nafas nya kasar
"Eja baik baik aja, sekarang lagi gambar gambaran sambil dengerin lagu. Ngomong ngomong, nada bicara kamu keliatan panik banget. Apa kamu tau sesuatu tentang eja?"Damn.
"Itu bang.... Rara mau tanya, maaf sebelumnya kalau lancang. Tapi kemarin rara liat hasil check up nya eja. Rara juga mau tanya, apa itu bener? Rara takut salah berspekulasi"
"Kamu ga salah liat raa"
Shit? That's real?
"Yang kamu liat seratus persen nyata alias iya. Adik saya kena penyakit yang cukup serius dan bahkan menggemparkan kamu. Bukan kamu saja yang kaget tapi saya, ambu dan bapak juga kaget. Bian juga. Dia udah tau karena saya khawatir renjana ga baik baik aja di sekolah"
"Setau saya, ada anak yang suka membully adik saya, kamu tau orang nya?"
"Rara bahkan gatau soal itu juga bang..."
"Ah gitu, maaf ya tapi lupakan saja. Lanjut, tujuan saya telfon kamu karena mau bicara jujur soal penyakit nya tapi berhubung kamu sudah tau jadi saya ga usah panjang lebar kasih tau. Sekarang saya mau minta tolong sama kamu boleh, raa?"
Aku mengangguk yang bahkan sama sekali ga bisa dilihat bang rangga "kalau rara bisa, rara pasti bantuin"
"Saya yakin besok ada hal yang kurang mengenakkan yang akan menimpa adik saya. Terlebih, kamu dan bian sudah tau luka renjana seperti apa. Saya mohon izin sama kamu, tolong jaga adik saya ya? Jangan khawatir. Bian sudah saya hubungi tadi jadi kamu ber-partner dengan nya untuk jagain renjana"
"Rara siap bang"
"Terimakasih banyak ya raa. Segitu aja dari saya. Apa kamu ada pertanyaan?"
Boleh? Aku sangat ingin bertanya soal ini
"Bang... Rara mau tanya, kapan renjana dinyatakan kena penyakit itu?"
"Nanti ke rumah saja. Biar renjana yang cerita in semua nya ke kamu karena dia yang mengalami, bukan saya".
KAMU SEDANG MEMBACA
RENJANA [ON GOING]
FanfictionRenjana mulai paham bahwa menjadi dewasa memang sulit. Dulu, ia sangat ingin menjadi dewasa agar seperti kakaknya yang punya banyak teman. Berlarian kesana kesini, bercanda bersama dan melakukan banyak hal yang menyenangkan. Tapi apa jadinya jika se...