*Note: Fanfict ini akan dipercepat alurnya. Hope you still enjoy it!
Bakal panjang, bacanya pelan-pelan aja yaa! Hihi..
6 Bulan kemudian
Waktu terasa cepat berlalu, banyak hal yang terjadi di kehidupan Ara dan Chika. Seperti yang dikatakan oleh Mira, ia memilih untuk tetap menjalani apa yang akan menjadi pilihannya nanti.
Tentu saja hal itu tidaklah mudah. Ia harus banyak bersabar ketika bertemu dengan ayahnya karena sang ayah terus-menerus menanyakan sudah sejauh apa hubungannya dengan Chika.
Miris bukan? Jikalau orang lain ketika dekat dengan seseorang akan ditanya 'sudah sedekat apa hubungannya dengan orang yang disuka', ia malah ditanyakan sebaliknya.
Dengan terpaksa ia harus berbohong kepada ayahnya. Tapi hal itu tidak ia katakan pada Chika. Biar dia saja yang memendam semua masalah ini, Ara tak ingin Chika ikut pusing memikirkannya.
Yang Ara ingin adalah bisa terus bersama dengan Chika saja sudah cukup. Oh ya, mengenai hubungan mereka, Ara masih menggantungnya.
Jika kalian berpikir Ara pengecut itu salah. Ia sendiri tak mau mengambil sebuah keputusan yang ceroboh, hanya itu.
"Raa.." suara lembut itu menyadarkan lamunannya.
"Eh- iya, kamu udah selesai kelasnya?" Sesuai janjinya, Ara menunggu Chika di kantin sekolah sendirian.
Chika mengangguk. "Udah kok, yuk pulang"
Ara menahan tangan Chika."Langsung pulang? Gak mau istirahat dulu disini sambil aku pesenin minum?"
Gadis itu menggeleng, "Aku mau langsung pulang aja ra"
"Okee, yuk" Tangan Ara menggandeng lengan Chika, mereka meninggalkan kantin yang memang sudah sepi.
Ara membuka pintu mobil sebelah kiri. Ah ya, mobil itu yang Ara pesan beberapa waktu lalu. Sebuah Lamborghini Urus, SUV premium dari brand tenama asal Italia.
"Silahkan masuk tuan putri" Chika terkekeh pelan.
"Halah, resmiin dulu baru panggil aku tuan putri" ucapnya sebelum masuk.
Setelah menutup pintu Ara memutari mobilnya menuju kursi pengemudi.
"Chik, aku.. sekali lagi aku minta maaf belum bisa resmiin kamu" ucapnya sambil menggenggam stir dengan erat.
Chika sudah malas mendengar perkataan itu berulang kali. Saat ditanya alasannya kenapa, Ara selalu menjawab 'ada hal yang buat aku harus berpikir ulang sebelum resmiin kamu chik'.
Chika menarik napasnya pelan. "Aku bosen ra denger alesan kamu gitu terus. Aku cuma minta kepastian tentang hubungan kita ini."
"Ya aku ngertii.. tapi kan aku juga gak bisa sembarangan chik buat ngeresmiin hubungan kita" Nadanya meninggi membuat Chika merasa tertantang.
Napas Chika memburu, "KAMU JUGA HARUS NGERTIIN AKU SEDIKIT, GAK ENAK RA PUNYA HUBUNGAN KAYAK GINI!"
"LOH? KOK JADI KAMU YANG MARAH?!" Ara pun ikut tersulut emosinya.
"AKU MARAH KARENA AKU GAK MAU HUBUNGAN KITA GAK JELAS KAYAK GINI!" Balas Chika tak mau kalah.
Sudut mata Ara menajam, "GAK JELAS GIMANA?! AKU UDAH JANJI SAMA KAMU BAKAL SETIA SAMA KAMU. KALO KAMU TERUS MOJOKIN AKU KAYAK GINI, AKU JUGA CAPEK CHIK!"
"OH JADI KAMU MAU PERGI DARI AKU? SILAHKAN! AKU JUGA GAK BUTUH ORANG KAYAK KAMU!" Chika membuka pintu mobil dan menutupnya dengan kasar lalu berlari menuju gerbang sekolah. Ia memilih pulang sendiri daripada harus berdebat dengan manusia itu.