Chapter 13 - Menuju Puncak

61 15 2
                                    

Sebuah perhelatan megah sedang di gelar pada satu ruangan berkelas dalam gedung bertingkat itu. Keramaian tamu undangan datang silih berganti, menginjaki karpet merah yang telah membawa langkah gagah itu memasuki ruangan berinterior mewah.

Tadinya riuh tepuk tangan bersahutan, melepas serah terima jabatan sebagai pemegang anak perusahaan asuransi milik Junggeo's Group kepada William Jung.

Sekarang tersisa kegiatan bincang-bincang hangat yang menjadi ritual wajib disela senggangnya acara pesta. Mereka membentuk koloni lingkaran yang bertebaran di setiap space kosong ruangan itu. Seraya tampak menikmati pesta yang disajikan, mereka saling bertegur sapa, saling menjatuhkan harga untuk senyuman menawan sesama pebisnis katanya.

"Selamat atas kebebasanmu dan pengukuhan jabatan ini, William".

Lelaki pemilik nama itu menyambut ucapan demikian dengan seonggok rasa hormat disertai senyumannya yang menawan.

"Lain waktu berkunjunglah ke kantorku, di sana kita bisa berbincang lebih banyak untuk jalinan kerjasama ini kedepannya". Ucap salah satu bapak tua nan berbalut busana gagah lainnya.

"Terimakasih Pak Shim, sangat terhormat rasanya diajak berkunjung ke kantormu". Balasnya dengan sopan.

Sedikit riwet berbincang dengan para tetua bisnis yang kebanyakan sudah keriput itu, William Jung membungkuk hormat melihat adanya kedatangan Presdir Lee Jae Hoon, sang pemegang kekuasaan Lee Town group bersama ayahanda terhormat, Damian Jung.

Menangkap kehadiran mereka bisa menyelamatkannya, William pamit mundur dari perbincangan koloni itu dan berjalan jauh meninggalkan tempat keramaian itu.

Penyerahan jabatan sudah dilakukan beberapa jam lalu, seluk beluk agenda acara sudah terlaksana. Pada jam ini hanya sisa waktu dari kronologi acara yang sudah selesai tengah mereka nikmati. Toh apa salahnya sebelum ditutup dan diakhiri, mereka para pebisnis bisa berbincang lebih lama. Setelah sekian banyak kemiringan peristiwa mengubah perspektif bagus diantara mereka.

"Kau hendak kemana Will?". Seseorang pemilik suara bariton menyahuti namanya membuat ia menoleh ke sumber suara.

"Diatas.. sepertinya sudah cukup tak sabar menunggu kelanjutan pesta ini. Jadii...". William agak kikuk lalu tersenyum simpul menjelaskan kata-kata miliknya semoga dapat dipahami pemuda itu.

"Bakilah, akan ku temani". Pemuda itu merangkul bahunya, menuntun jalan William meninggalkan ruangan itu.

"Kau yakin menghilang sejenak padahal acara ini belum resmi ditutup?".

William menoleh ke arah pemuda itu.

"Appa pasti bisa mengatur hal sepele seperti itu". Jawabnya.

Saat hendak membuka pintu itu, sayup sayup mereka mendengar percakapan monolog dari seorang perempuan yang entah siapa.

Saling menoleh, mereka pun mendorong pintu itu. Hingga decitan suaranya menarik perhatian perempuan itu.

"Oh! Oppa, Annyeonghaseyo". Kagetnya langsung memberikan sapa hormat.

"Kalian tampak begitu serius, kalau begitu aku akan turun". Dia terlihat gugup dan tak nyaman, William paham dan membalas ucapan itu dengan senyuman.

Ia melirik pemuda disebelahnya yang hanya diam tak bersuara dan malah membuang muka.

"Maaf aku menganggu waktumu disini, Tiffany". Ucap William sedikit canggung, sebab sudah lama tak berjumpa langsung apalagi berbicara begini.

"Kau ingin pulang bersama siapa, phany-yaa? Appa mungkin akan berkumpul diluar dengan rekan-rekannya". Pemuda yang sedikit lebih tinggi dari William itu berucap.

Black & White : If it's Pain is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang