ILYCC - 1b

113 14 4
                                    

Hai!
Vote dulu dong!
Komennya boleh dong!
~•~

Aku menoleh ke kanan dan kiri. Kemudian melanjutkan langkah di belakang cowok jangkung itu. Aku benar-benar penasaran!

Melewati kooridor kantor lalu dia berhenti di depan pintu perpustakaan. Ia melepas sepatu lalu mengucap salam dan masuk. Aku mengikutinya.

Dia mengisi absen, aku mengikutinya. Di perpustakaan hanya ada beberapa orang saja yang sibuk membaca. Memang, tidak banyak orang tertarik pada bacaan, kebanyakan lari ke olahraga.

Setelah mengisi absen, aku mulai mencarinya dengan melewati beberapa gang berisi rak-rak buku. Ke mana dia? Ada seorang siswi yang baru saja datang di balik rak sebelah kiriku. Nah! Tinggal rak sebelah situ. Dari sela-sela buku di rak, samar-samar aku melihat bayangan seseorang. Itu pasti dia.

Aku berdehem ketika melihatnya menuju barisan rak di sebelah kananku saat keluar dari balik rak sebelah kiriku. Aku pura-pura membaca buku yang asal kuambil tadi, sambil sesekali melihat aksinya meraba-raba buku di rak itu.

"Hai, Ndin."

Suara seorang cowok menyapa di sebelah kananku yang kubalas dengan gumaman. Siapa, sih? Aku ingin tahu, tetapi mataku tidak bisa berpaling dari cowok cupu itu, aku takut kehilangan jejaknya.

"Pulang sekolah ... lo ada acara enggak?" Cowok itu bersuara lagi, tapi tidak mampu membuatku menoleh padanya.

"Ada-ada!" jawabku cepat. Aku tidak berbohong, aku memang ada acara!

Sebenernya, acara tidur siang, ha ha ha!

Lihat? Aku tidak berbohong.

"Owh, kalau besok gimana?"

Oh, Tuhan! Kenapa dia tidak menyerah walau aku memberikan kata-kata penolakan barusan? Terpaksa aku menoleh pada cowok berisik itu dan kudapati ketua OSIS tersenyum padaku.

Aku balas tersenyum terpaksa. "Maaf, Kak. Saya sibuk selalu orangnya." Nah, kan! Si cupu pergi! "Yasudah, saya permisi, Kak." Kulihat sekilas wajahnya tampak kecewa.

Namun, aku tidak peduli dan sama sekali tidak tertarik pada cowok berisik sepertinya. Dih, levelku bukan dia yau!

Setelah mengembalikan buku pada tempatnya, aku berjalan cepat mengejar cowok cupu tadi. Semoga aku tidak kehilangan jejaknya.

Alhamdulillah, aku melihatnya membungkuk menyatat sesuatu di buku panjang depan guru magang itu. Entah buku apa namanya, entahlah. Aku harus apa? Aku berdehem saat guru magang itu menoleh padaku.

Kualihkan perhatian menuju rak-rak buku di sini, hmm, tampak rapi dan lumayan wangi.

"Terima kasih, ya, Bu. Saya pinjem bukunya, wassalamualaikum."

Seketika aku menoleh setelah mendengar suaranya. Aduh, kenapa suaranya adem sekali? Kulirik guru magang itu dengan senyum kikuk dan wajahnya masih datar setelah kepergian cowok cupu tadi.

Mukanya biasa aja dong, Bu, liatin sayanya. Tidak tahan dilihat seperti itu, aku segera pergi mengejar cowok cupu itu.

Aku mengenakan sepatu tali dengan cepat, dia sudah tiga langkah jauh di depan. Argh! Kenapa susah sekali?

"Butuh bantuan?"

Aku segera berdiri, menoleh ke ketua OSIS dengan senyum paksa. "Enggak perlu makasih. Permisi." Tidak mau berlama-lama, aku segera berlari mengejar cowok cupu itu.

Untunglah punggungnya yang lebar masih terlihat. Aku benar-benar penasaran padanya. Aku penasaran dengan cowok cupu itu, apa benar dia tidak bisa bela diri?

Apa rencanaku untuk mengetesnya? Apa aku perlu menabraknya dari belakang? Menendang bokongnya? Atau menjambaknya? Beberapa rencana kriminal mulai melintas di otakku, tapi aku tidak seberani itu untuk mewujudkannya, bagaimana pun, aku tidak mau merusak image hanya sebuah penasaran.

Semua orang segan padaku karena aku putri pemilik sekolahan. Tidak ada yang berani berlaku tidak baik padaku, terkecuali untuk si bang*** Sarah anak Dodi. Aku memang bersahabat dengannya sejak TK, kami seolah perekat yang sulit dipisahkan.

Namun, perbedaan jurusan membuat kami terpisah kelas bahkan waktu bila di sekolah.

Tidak dengan di rumah.

Cowok cupu itu memasuki kelasnya, untunglah kelasnya berada sebelahan dengan kelasku. Jurusan IPA, berbeda denganku yaitu jurusan IPS 1.

Dia meletakkan dua buah buku di atas meja lalu mulai duduk dengan senyum tipis di bibirnya.

"Mau cari siapa?"

Aku menoleh pada seorang siswi di depanku sambil mengerjab. "Em, anu, nyari yang namanya Andi Wajayanto, dicariin Bu Endang," alibiku.

Siswi itu mengangguk, dia menoleh ke belakang dan memanggil-manggil Andi. Cowok cupu itu memasukkan buku ke tas lalu menghampiri kami.

"Ada yang nyariin kamu tuh, An," kata siswi yang tak kukenal siapa dia. Lebih tepatnya aku tidak tahu siapa saja di kelas ini selain yang namanya Andi Wajayanto.

Andi tampak menunduk setelah beberapa detik menatapku seraya mengulurkan tangan ke depan seolah menyuruhku mengantarkannya pada Bu Endang, guru labor.

Aku mengangguk walau yakin pasti ia tidak dapat melihatnya kemudian berjalan dahulu.

Aku tersenyum miring, mumpung enggak ada pelindungnya, keknya buat ngetes bisa lancar di belakang labor.

Mari lihat apa perlawanan yang kita dapat!

***

I Love You, Cowok Cupu ( On Going ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang