Hai!
Votenya boleh kakak!
*
"Dari mana?" Suara Ayah menembus indera pendengar ketika kakiku melangkah masuk dengan sesekali mengelap ingus. Rasa dipermalukan di kantin masih menguasaiku.
"Ketemu orang-orang yang kemaren." Setelah kudorong pintu hingga tertutup rapat dan berlalu meninggalkan Ayah di ruang tamu duduk di kursi roda, perasaan tidak enak mulai merayapi.
Tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Kuharap.
"Kenapa?"
Kakiku mendadak kaku hendak naik di anakan tangga pertama menuju kamar. Aku mengembuskan napas gusar.
"Kenapa masih ngurusin mereka? Bukannya ayah sudah bilang supaya jauhi mereka? Kamu mau membantah ayah, iya?! Kamu ber--"
"Yah!" Aku berbalik badan, kueratkan genggaman di besi pegangan tangga. Menyalurkan emosi hingga urat-urat mencuat di sela-sela jari. "Andin cuma enggak mau aja membuat masalah ini makin keruh."
Semburat keriput di sudut matanya mulai bermunculan. Dia menggeser kursi roda sampai badannya menghadapku. "Dengan melayani mereka begitu maksud kamu tidak membuat masalah ini makin keruh? Bukannya malah memperkeruh?" tanyanya dengan nada dingin.
Oke, kapan dia tidak dingin padaku?
Aku berbalik badan. "Terserah. Pokoknya Andin tetep sama pendirian Andin, Yah." Aku pun mulai melenggang pergi meninggalkannya dengan penuh kesunyian.
Rumahku tak pernah ramai, bahagia atau pun penuh keharmonisan. Semua lenyap bersama bayang-bayang Ibu. Setitik harapan saja, aku ingin wanita itu hadir di sini, di antara aku dan ayah. Aku rindu.
Kulepas semua helai kain yang melekat di tubuh sampai tandas tak tersisa. Kini kuikat rambut dengan asal hingga membentuk sejumput sanggul. Berjalan ringan menuju kamar mandi, saat tangan kananku mulai menempel pada knop dan mulai berputar.
Dor!
Tubuhku kaku bersamaan dengan teriakan nyaring dari lantai bawah. Mataku melebar seketika sebelum menjawil handuk, melilitkan di tubuh polosku dan berlari ke sumber suara.
Peluh keringat mulai membanjiri dahiku bersamaan dengan degup jantung yang tidak karuan. Tergesa-gesa aku menuruni tangga sampai terpeleset. Akhirnya aku tersungkur dan terseret hingga sampai ke lantai bawah.
Aku berusaha bangkit, tetapi seakan jiwaku tinggal di ujung tanduk, penglihatan pun memburam sebelum aku kehilangan kesadaran, di sana Ayahku tergeletak tak berdaya dengan darah bercucuran dari kepala membanjiri lantai.
"Ayah!"Aku tercekat setelah berteriak. Napasku memburu, bangun dari bath-up dengan melotot. Degup jantungku masih menggila. Aku mengedarkan pandangan. Kamar mandi. Yah, aku ketiduran di bath-up. Aku mengelus dada dengan lega saat sadar tadi itu hanya mimpi.
Ya ampun. Apa-apaan aku ini sampai-sampai bermimpi ayah meninggal.
Kupijit pelipis karena pening. Bangun dengan tiba-tiba membuatku oleng. Seluruh badan terasa lemas. Aku menguap dengan tangan merenggang. Jam berapa sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Cowok Cupu ( On Going )
Fiksi Remaja~ROMANCE + COMEDY~ *** "Apa pun halangannya, cowok cupu kayak lo harus gue miliki. Kalau gue gagal, bakalan gue pake jalur pelet. Kenalin, Andin, jodoh lo." *** Semua bermula di saat Andin berusaha memecahkan rasa penasarannya dengan seorang cowok c...