HaiVote-nya boleh dong kakak, hehe
~•~
Gugup. Itu yang aku rasakan, seperti kepergok sedang selingkuh dengan mantan. Oh astaga! Sebenernya enggak seberlebihan ini, sih. Cuma tatapan Samandra, eh, Samudra itu loh. Nyeremin.
"An, lo masuk kamar aja. Biar Andin gue yang urus."
No! Aku melotot. Tujuanku kemari bukan ingin bertemu dengan kau wahai ketua OSIS yang rupawan! Namun, mau protes pun aku tidak punya hak, toh aku hanya tamu di sini. Ekhem. Tamu tak diundang.
Jadi, ketika si Andi mulai mengangguk patuh, mundur hingga suara kursi terdengar, aku hanya bisa menatapnya. Dia berjalan pelan, membawa kaki berbalut kaus kaki abu-abu itu pergi.
Aku kecewa. Sangat. Bahkan laki-laki itu tidak ada niatan untuk menoleh dan memberikan sapaan. Ho ho ho, apa-apaan kau, Ndin? Berharap laki-laki sepertinya langsung bertekuk lutut dalam sedetik? Lupa kalau selama ini kau mencari perkara padanya? Pasti dalam hati ia membencimu.
"Jadi ...." Terdengar kursi berderit. Aku menoleh. Cowok itu duduk setelah melepas jaket kulitnya dan menatapku dengan senyum yang ringan. Manis. "Lo ke sini buat jenguk Andi? Atau ada keperluan lain?" tanyanya.
"Iya, cuma jenguk, he he." Canggung, ah, bagaimana bisa hanya kami berdua di sini. Kualihkan pandangan, ke mana pun asal jangan ke dia.
"Kirain mau ketemu gue."
Aku menoleh, spontan seraya mengernyit. Dari tatapannya, ada semburat kecewa. "Maaf, tapi saya enggak tahu kalo, Kak--"
"Sam aja. Kita cuma beda beberapa tahun. Santai kalo ngomong sama gue."
"O--oke, Sam." Kok keliatan aneh, ya? Kulirik sekilas, kemudian menyeruput teh. Tentu saja punya Andi.
"Gue sama Andi itu saudara. Lo pasti bingung karena enggak pernah liat kita akrab banget, kan?"
Aku hanya mengangguk. Sorry, dia bercerita tanpa diminta. Ngomong-ngomong teh-nya kekurangan gula.
"Iya, itu karena kita memang menjaga jarak di sekolah, kami merahasiakannya."
Loh? Merahasiakannya dari siapa? Andi emang penuh kejutan sekali.
"Kami bukan saudara kandung, dia anak dari mama tiri gue." Aku terkejut mendengarnya, aku kira mereka saudara kandung.
"Katanya, kalian ngerahasiain hal itu kenapa sekarang lo nyeritain ke gue? Lo enggak curiga kalau semisal gue enggak dapat dipercaya dan bisa aja ngebocorin rahasia lo?" tanyaku sampai membuat tatapannya mendingin, aku berdehem canggung. Ya ampun, dia pasti baru kepikiran dan mungkin sudah mencurigaiku.
Pembantunya meletakkan jus hijau, di depannya kemudian diseruput oleh cowok itu.
Dia menunduk, mengangguk dan menyeruput. Akhirnya terbebas dari tatapan dia. Sumpah, enggak nyaman banget. "Gue percaya sama lo, Ndin. Gue rasa kalau lo mau bocorin juga enggak apa-apa, alasan gue ngerahasiain juga karena enggak mau ada yang berasumsi aneh-aneh tentang kita."
Aku mengangguk-angguk. "Enggak ada untungnya juga gue bocorin."
Dia terkekeh kemudian menatapku lagi dengan intens. "Gimana lo sama Andi?"
"Ha?" Otakku tidak secepat itu untuk mengoperasi setiap kalimat dengan cepat dan tepat. Ini maksudnya gimana yang gimana?
Dia terkekeh, lagi. Menatapku dengan senyum geli membuatku mengernyit kebingungan. Ayolah, kau membuatku tolol di sini. "Iya. Gimana hubungan kalian? Temenkah atau lebih?"
Aku menggidikkan bahu. "Ya, gitu. Dibilang temen, bukan. Dibilang demen, kelihatan musuhan, eh enggak kelihatan musuhan, tapi lebih ke apa, ya? Kek gue tuh benci sama dia, tapi juga suka gitu."
"Apa yang bikin lo benci dan suka?"
Aku terdiam, menggigit bibir bawah. Sampai sekarang aku juga tidak paham, apa yang membuatku suka dan benci sama dia, rasanya tuh seperti mengalir begitu.
"Andin?" tuntutnya tidak sabaran membuatku mendengus.
"Kepo banget, sih, lo? Urusan gue juga mau benci kek, suka kek, kenapa memangnya?"
Dia tersenyum smirk membuatku mengernyitkan dahi. Cowok ini gerak-geriknya mencurigakan sekali, bisakah aku kabur saja sekarang?
"Berarti lo belum ada hubungan, kan sama dia? Berarti gue masih ada kesempatan."
What the fuck?! Apa maksud ente kesempatan untuk mendapatkan hati gue? Oh tidak bisa!
"Kayaknya enggak ada deh, he he he, sorri gue mau pulang dan sorri juga gue udah nyelinap ke sini," ucapku menyengir dan beranjak dari sana.
Dia terkekeh. "Gue suka sama lo," katanya membuatku berhenti melangkah.
Aku mengernyit. Bukan. Dia lagi enggak nyatain perasaan, kan? "Bentar ... ini maksudnya gimana? Lo nembak gue?" Aku pun berbalik dan mendapatinya sudah berdiri dan menyusulku.
"Iya. Lo enggak bisa jawab pas gue tanya lo suka dia dan benci dia karena apa, kan? Gue jujur. Gue suka sama lo."
Oke. Aku paham jalan ceritanya sekarang. "Karena apa lo suka gue?"
"Gue suka lo semuanya, enggak ada alasan buat gue jatuh cinta sama lo, Andin Alika Putri."
Aku terdiam. Kelu. Mau jawab apa emangnya? Mau jawab 'Hello, memang siapa yang bisa mengelak dengan pesona Andin yang tiada habisnya ini?' sialan mending aku cepat-cepat pergi dari sini!
"Terus?"
"Lo enggak ngerasa emangnya?" Satu alisnya naik. Aku menggeleng sebagai respon. "Hm, apa yang lo lakuin buat Andi itu sia-sia. Mungkin bagi lo buat kesenangan, tapi bagi dia itu nyakitin."
Oke. Aku kelihatan seperti penjahat sebenarnya. Telapak tangan baru saja hinggap di bahu kiriku, aku mendongak terkejut. Buju buset! Sejak kapan cowo itu berdiri di belakang?
"Jangan terus-terusan kayak gitu. Enggak baik."
"Gue tahu kok kelakuan gue ke Andi itu kekanak-kanakan." Aku menunduk, memainkan kancing baju. "Tapikan, gue enggak tahu kalo itu beneran nyakitin dia."
"Lo nyiksa batin dia, Ndin. Lo sadar enggak, sih? Dia itu lebih aman tanpa lo."
"Jadi, selama ini gue jadi ancaman emangnya?" Apa yang aku lakukan memangnya? Menerornya? Tidak kok.
"Lo permalukan dia di depan banyak orang. Lo bikin dia lemah banget dan pasrah. Dia mungkin enggak melawan karena dia terlalu baik, tapi asal lo tahu. Dia itu petinju ulung."
Aku terkejut, menoleh ke arahnya. "Lo serius? Tapi ...," kenapa dia diam aja walau sudah sekarat? Kenapa diam walau digertak? Kenapa tidak melawan?
"Ya, dia memang enggak pernah melawan lo karena lo cewek, dia juga enggak pernah melawan orang lain. Dia kayak gitu karena dia enggak mau masa lalunya keulang lagi."
Aku syok. Jadi, rumor tentang Andi cupu itu salah?
"Maksud lo? Masa lalunya kayak apa?"
Samudra terkekeh pelan, dia mengusap bahuku lembut. "Kalau lo mau tahu, lo tanya langsung deh ke dia, tapi jangan sekarang, lain kali aja kalau lo berhasil bikin dia luluh."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Cowok Cupu ( On Going )
Roman pour Adolescents~ROMANCE + COMEDY~ *** "Apa pun halangannya, cowok cupu kayak lo harus gue miliki. Kalau gue gagal, bakalan gue pake jalur pelet. Kenalin, Andin, jodoh lo." *** Semua bermula di saat Andin berusaha memecahkan rasa penasarannya dengan seorang cowok c...