Part 1

902 70 0
                                    

“Apa yang kau lakukan, Tuan?” tubuh pelayan dengan kostum maid itu mulai bergetar ketika seorang pelanggan berperawakan besar dengan kumis dan jenggot yang menghiasi wajahnya mendekat dengan sorot mata penuh nafsu.

Let’s play a game sweety!” dia menarik paksa kedua pergelangan tangan pelayan itu dan menyeretnya ke gang sempit di belakang cafe kemudian mendorong tubuh kurusnya ke dinding. Pelayan itu terperangkap badan bongsor si pelanggan dan tidak bisa berkutik. Setelah mengunci pergelangan tangan si pelayan dengan satu tangan, tangan kanannya kini mulai meraba bagian rok pendek si pelayan cantik itu kemudian berusaha mengelus paha mulus yang tertutup stocking hitam.

“Tu...tuan.. tolong... lepaskan saya,” mohon si pelayan, namun hal tersebut tidak digubris si pelanggan yang sibuk berusaha mencium bibir tipis menggoda di depannya sedangkan tangannya meraba bokong yang tertutupi rok pendek hitam. Tetapi, sebelum pria itu sukses mendaratkan bibirnya, seseorang mencengkeram kerah mantelnya, menariknya paksa, dan melemparnya ke dinding di seberang gang.

What the fuck!” pria itu meringis kesakitan setelah punggungnya berbenturan dengan dinding yang keras. Pria itu berusaha bangkit dari posisinya yang terduduk di tanah.

“Itu yang kau dapat kalau berani menyentuh apa yang menjadi milikku. Aku bisa melakukan hal yang lebih parah lagi kalau kau masih bersikeras,” ucap seorang pemuda jangkung berambut blonde yang sekarang sudah berdiri di depan si pelayan.

Shit, apa yang bisa dilakukan anak ingusan sepertimu kepadaku huh? Minggir dari hadapanku dan biarkan aku bersenang-senang dengan pelayan cantik itu!” tatapannya beralih pada pelayan yang sedang menyembunyikan tubuhnya di belakang pemuda penyelamatnya.

“Sudah kuperingatkan sebelumnya. Kalau memang kau masih bersikeras, aku tidak punya pilihan.”

Pemuda berambut blonde ingin melangkahkan kaki jenjangnya ke arah pelanggan mesum itu, tetapi pergelangan tangannya ditahan oleh si pelayan membuatnya berhenti.

“Jeno-ya, please don’t!” suara lirih si pelayan membuatnya mengalihkan perhatiannya pada gadis yang semakin ketakutan.

Shit, Nana kau baik-baik saja?” Jeno memeluk tubuh kurus si pelayan dan mengusap pelan punggungnya. Nana menangis sesenggukan di dada Jeno.

Tanpa sepengetahuan Jeno, si pelanggan kurang ajar yang entah mendapat sepotong kayu balok dari mana kini tengah berjalan ke arahnya kemudian memukulkan benda tumpul itu ke pundaknya. Si pelayan membelalakkan matanya kaget, sedangkan pemuda berambut blonde itu hanya melepaskan pelukannya dan langsung berbalik dengan tatapan tajam siap menghantamkan tinjunya ke arah pria berjenggot di depannya.

You fucking bastard!” Jeno mengarahkan bogem mentahnya tepat di dagu si pelanggan membuat pria itu tersungkur dan sedikit terbatuk.

What? What a kid like you could do to me huh?” pria tua itu meludah tepat di depan Jeno dan bersiap menyerangnya. Tetapi refleks Jeno lebih cepat bekerja, dia menghindar sekaligus melancarkan serangan balasan. Kepalan tangannya menonjok perut pria itu dengan kekuatan penuh.

Bastard!” rupanya pria itu tidak mau kalah. Dengan cepat dia meninju dagu Jeno membuat pemuda itu mundur beberapa langkah. Darah segar keluar dari sudut bibirnya yang terluka, tetapi segera diludahkannya ke tanah. Ketika pria tua itu bersiap memukulkan balok kayunya, Jeno membungkukkan tubuhnya dan menyeruduk pria yang kurang siap itu hingga menabrak dinding.

FUCK YOU!”

“Kau yang sialan, ahjussi!” Jeno merampas balok kayu yang tergeletak di tanah dan melemparnya jauh dari mereka berdua. Pria tua itu meraba dinding berusaha berdiri dan menyelipkan tangannya ke balik mantel yang dikenakannya untuk mengambil sesuatu. Secepat kilat pria itu berlari ke arah Lee Jeno dan mencoba menghunuskan pisau yang dibawanya ke punggung Jeno. Beruntung saja Jeno berhasil mengelak walaupun sedikit terlambat. Pisau itu berhasil melukai lengan kanannya, meninggalkan sayatan panjang dan lumayan dalam membuat darah segar membasahi kemeja putihnya.

Kemarahan Jeno sudah di ambang batas sekarang. Dia mencengkeram pergelangan tangan pria tua yang masih memegang pisau itu dan menekuk tangannya ke belakang sekuat tenaga membuat pria itu tak berkutik. Hantaman demi hantaman, tendangan demi tendangan ditujukannya secara membabi buta pada pria tua mesum yang sekarang sudah terbaring di tanah memegangi perutnya tak berdaya.

“Sudah kuberitahu sebelumnya kalau kau tidak boleh menyentuh apa yang menjadi milikku. Sekarang, pergi atau kubunuh kau!” usir pemuda berambut blonde itu. Dengan susah payah, pria yang tubuhnya sudah berlumuran darah itu melarikan diri dari gang sepi dan gelap yang kini hanya menyisakan dua orang.

You okay?” Jeno membantu si pelayan berdiri, menghapus sisa air mata di pipinya dan memapah tubuhnya yang masih lemas ke dalam cafe.

💚💚💚

“Omo, apa yang terjadi Nana?” suara cempreng Haechan membuat fokus tiga pasang mata beralih pada dua orang yang baru saja memasuki cafe.

“Yo Jeno-ya, apa kau barusan ditonjok orang?” Mark berlari ke arah Jeno yang sedang dipapah oleh Jaemin.

“Diamlah Hyung!” Jeno melemparkan tatapan sengit yang otomatis membuat pemuda penggemar semangka itu menutup rapat mulutnya. Jeno yang sedang marah bukanlah perkara baik.

“Siapa yang melakukannya padamu Jeno-ya?” Jeno tidak menghiraukan pertanyaan Haechan sehingga mau tidak mau pemuda cantik itu mengalihkan pandangannya pada pelayan di samping pemuda berambut keunguan,”Nana?”

Bukannya menjawab, Jaemin justru ikut bungkam. Ia hanya menggeleng lemah. Wajahnya masih menyiratkan sedikit ketakutan, jejak airmata kering masih tergambar jelas di pipinya, dan tubuhnya masih sedikit bergetar. Semuanya terdiam dan tidak ada yang berani melanjutkan interogasi dadakan itu. Dengan insting keibuannya, Haechan menyuruh keduanya untuk membersihkan dan mengobati luka pada wajah dan lengan Jeno dengan kotak P3K yang tersimpan di ruang karyawan.

“Jeno-ssi, izinkan aku membersihkan lukamu,” pemuda tampan itu hanya menatap Jaemin intens tanpa melontarkan jawaban membuatnya gugup. Sangat gugup malahan.

“Tolong buka bajumu dulu Jeno-ssi. Luka di lenganmu harus segera dibersihkan dan diobati supaya tidak infeksi,” Jeno masih bergeming di tempatnya. Beberapa detik kemudian sebuah seringain jahil menghiasi wajah tampan pemuda pujaan hati Na Jaemin. Suara beratnya membuat Jaemin membelalakkan mata,”Kau saja yang bukakan.”

Jaemin melemparkan tatapan tak percaya. Ia takut salah dengar. Seingatnya dia tidak punya masalah pendengaran, jadi apakah maksudnya semua yang didengarnya benar-benar terjadi.

Setelah jeda karena rasa canggung dan keraguan, akhirnya Jaemin menyerah dan mulai menjulurkan tangannya untuk membuka kancing kemeja Jeno stau per satu. Jari-jari lentik itu sedikit bergetar karena si pemilik sedang menahan rasa malu. Dia tidak ingin melihat dada telanjang pemuda bermata sipit tersebut. Dia tidak ingin nafsunya menguasai kewarasan yang tersisa di otaknya. Tidak, tidak ketika dia berada pada posisi ini. Tidak ketika ia menjadi Nana, bukannya Na Jaemin. Tidak ketika Jeno bisa sangat kecewa kalau dia tahu kenyataannya.

Pemuda tampan itu masih setia menatap Jaemin, bahkan sampai pelayan itu membantunya melepaskan kemeja yang ia kenakan dan menyampirkannya di lengan kursi. Sorot matanya terus mengawasi gerak-gerik si pelayan yang sibuk mengambil kapas yang sudah diberi antiseptik dan membawanya ke bagian lengan Jeno yang terluka. Setelah beberapa kali berganti kapas dan dirasa lengan Jeno sudah bersih dari darah, Jaemin meraih perban dan membalut lengan itu dengan rapi. Pelayan itu melakukannya tanpa memandang wajah Jeno sedikit pun.

“Nana?”

Jaemin terpaksa mendongak setelah mendengar namanya dipanggil dan saat itu pula ia menyesali keputusannya. Saat ini dia berhadapan langsung dengan Jeno. Wajah mereka sangat dekat. Kedua hidung mereka hampir bersentuhan. Rasanya darah di sekujur tubuh Jaemin mengalir ke wajahnya yang mendadak terasa panas dan berubah menjadi semerah tomat.

Bukannya menjauh, pemuda tampan itu justru semakin mendekatkan wajahnya pada pelayan yang masih terpaku di tempatnya dan dengan segera mendaratkan sebuah kecupan tepat di bibir merah mudanya. Jaemin masih bergeming, bahkan ketika Jeno meraih pinggangnya dan menariknya mendekat. Kembali diciumnya bibir menggoda itu dan kali ini lebih dalam. Merasa tidak mendapat penolakan, pemuda itu memberanikan diri menjilati bibir bawah si pelayan dengan sensual membuat Jaemin frustrasi dan akhirnya menyerah untuk membalas ciuman itu. Dia sudah tidak peduli kalau nanti rahasianya terbongkar. Dia menyukai Jeno dan itu yang perlu ia lakukan sekarang.

💚💚💚

My Maid (NoMin) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang