Dinner

1.8K 96 4
                                    

Adara terdiam, ia menatap Dean lekat. "Kau tak apa, bukan?" Tanya Dean.

Adara mengangguk. Laki-laki itu melepaskan dekapannya. Ia tetap menggenggam tangan Adara hingga tiba di supermarket di seberang jalan.

"Duduklah, biar aku belikan minum. Kau butuh apa?" Tanya Dean berlutut.

"Atau bisa beli sendiri..." Ucap Adara.

"Duduk saja. Wajahmu masih pucat. Aku belikan minum, ya? Biar aku juga yang belikan kebutuhanmu. Kau hanya ingin membeli bahan makanan, kan?" Tanya Dean.

Adara hanya mengangguk. Dean bangkit lalu melangkah masuk ke supermarket itu, mengambil botol air disana.

Adara terdiam. "Mana bisa aku seperti ini..." Ucapnya dalam hati.

Dean mengambil beberapa bahan makanan, sayur, daging, telur. Matanya melihat mie ramen instan.

"Kenapa aku ingin tiba-tiba..." Tak pikir panjang ia juga mengambilnya.

Susu dan yogurt tak ia lewatkan. Dean segera membayar ke kasir dan keluar.

"Minum..." Ucap Dean membuka botol air mineral ditangannya. Adara diam menerima dan segera minum.

Dean hanya diam dan duduk memperhatikan Adara. "Untung saja aku ikut..."

Adara menoleh menatap Dean. "Ceroboh sekali..."

Gadis itu mendengus. "Iya, kuucapkan terimakasih, tuan..." Ucapnya kembali minum.

Selesai, ia meletakkan botol minumnya di meja. "Apa yang kau beli..." Tanya Adara mengecek barang belanjaan Dean.

"Apapun yang bisa kumau..." Ucap Dean. Ia setengah tersenyum. Adara mulai bicara dengan bahasa yang santai padanya.

"Kenapa harus sebanyak ini?"

"Penuhi saja kulkasmu. Memang kemana orang-orang dirumahmu?" Tanya Dean meneguk sodanya.

"Kenapa kau beli soda malam begini? Kau baru sembuh dari demam..."

"Itu sudah lama. Jawab pertanyaanku..." Ucap Dean.

"Ibu di luar kota. Ayahku sudah meninggal." Ucap Adara santai.

Dean membeku, "Maaf aku bertanya..."

"Tak masalah. Aku sudah biasa." Ucap Adara menyahut botol minumnya dan menukarnya dengan milik Dean.

"Apa yang kau lakukan!?" Pekik Dean.

"Minum ini saja..." Ucap Adara meminum soda miliknya.

Dean makin tak kuasa menahan senyumnya. Ia dan Adara minum di botol yang sama...

"Aku minta maaf..." Ucap Adara.

"Untuk apa?" Tanya Dean. Adara mengedikkan bahu.

"Entahlah. Aku hanya ingin mengucapkannya." "Aku juga minta maaf..." Ucap Dean.

Adara menoleh. "Aku takkan membicarakan hal kemarin jika kau tak siap."

"Kau serius dengan bicaramu?" Tanya Adara.

"Jika bisa, kita menikah besok." Ucap Dean.

"Hentikan! Aku tak mau!" Umpat Adara.

"Aku mau pulang. Kau mau ikut?" Tanya Adara bangkit menyahut kantong belanjaannya.

"Tentu saja aku ikut..." Ucap Dean. Ia bangkit menyahut kantong belanjaan milik Adara.

"Biar aku saja..." Ucap Dean, tangan kanannya menggenggam tangan Adara.

"Tidak usah digandeng, aku bukan anak kecil." Ucap Adara.

Dean diam menarik Adara menjauh dari sana.

Sepanjang jalan mereka hanya saling diam. "Apa hanya itu yang mau dibicarakan..." Batin Adara.

"Kau masih marah?" Tanya Dean tiba-tiba. Adara mendongak.

"Aku tak marah..." Ucapnya. "Sejak kapan kau bicara tidak formal padaku?" Tanya Dean.

Adara diam. "Aku tak sadar..." Ucapnya beralasan.

Dean tersenyum. "Tak masalah, lagi pula..." Ucap lelaki itu menoleh.

Adara yang salah tingkah mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Aku beli ramen tadi... Kau mau?" Tanya Dean. Adara menoleh.

"Mau... Maksudku, kenapa kau beli?"

Dean menahan tawanya. "Aku ingin saja." Ucapnya. Adara mendengus.

"Jika tak keberatan berbagi, aku mau..." Ucap Adara. Dean mengedikkan bahunya.

"Tadinya tak ingin... Tapi..." Adara menatap Dean. "... Anggap saja permintaan maaf. Kita bisa buat BBQ dan ramen dirumah." Ucap Dean.

Adara mengangguk. "Terimakasih, tuan..." "Bukankah sudah kubilang jangan panggil tuan..."

"Tak mau... " Ucap Adara cepat. "Saya hanya kesal tadi..." Lanjutnya.

"Kenapa bicaramu berubah lagi?" Tanya Dean.

"Saya sudah baik-baik saja, tuan..."

"Ayolah..."

---

Risa memasak beberapa makanan. Gio seharusnya pulang setelah ini.

"Aku pulang..." Ucap Gio muncul dari balik pintu. Risa segera berlari mendekat.

"Gio!" Ucapnya berhambur mendekap Gio. "Hei, kenapa ini?" Tanya Gio tertawa.

"Aku senang kau pulang..." Ucap Risa. "Memangnya aku harus kemana?" Tanya Gio menoel dagu Risa.

"Kau memasak?" Tanya Gio melihat Risa dengan celemeknya. Wanita itu mengangguk.

"Kau lapar?" Tanya Risa.

"Sangat lapar!" Ucap Gio mengusap perutnya. Risa tertawa menarik Gio ke meja makan. "Aku masak kesukaanmu..."

Gio tersenyum. "Terimakasih... Makan malamku pasti nikmat sekali." Ucapnya menarik kursi cepat.

Risa segera duduk disamping Gio, mengambilkan piring dan menambahkan makanan keatasnya.

"Makanlah..." Ucap Risa.

Gio mulai makan, "Euhmm... Enak..." Ucap Gio. Risa tersenyum.

"Suamimu pasti menyukai masakanmu..." Ucap Gio mengunyah makanannya.

Senyum Risa seketika pudar. "Pasti dia selalu senang." Ucap Gio.

Risa diam.

Dean jarang makan masakannya. Memang pernah. Tapi itu hanya sebentar.

"kuharap begitu..." Ucap Risa pelan.

Gio menoleh, ia menyadari perubahan suara Risa.

"Hei, M-maaf... Apa aku membuatmu sedih? Aku tidak..."

"Tidak... Aku baik-baik saja..." Ucap Risa tersenyum.

Gio meletakkan sendok dan garpunya. Tangannya mendekap tangan Risa. "Aku yang menjagamu setelah ini..."

Risa terdiam. "Aku membenci seseorang... Aku akan menghancurkannya setelah ini." Batinnya.

"Jangan khawatir..." Ucap Gio. Risa membuyarkan lamunannya.

"Aku percaya padamu."

-tbc-

Beauty And The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang