Chapter 8 - Reality

285 33 36
                                    

Kaget nggak aku update padahal di part kemarin bilangnya bakal lama?

Iyaaa, karena aku lihat di part kemarin yg vote lebih dari 10 orang. Jadiii, this chapter I dedicated for y'all💜

Yuk, diramein yuk!

Oh, ya. Aku mau say hi dulu sama pembaca baru yg udah baca marathon dari sesaon 1. Betah-betah di siniii ya💜

 Betah-betah di siniii ya💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hamad Int. Airport, Qatar
00.30 am.

Tepat ketika perempuan yang dia cintai memilih pergi, dengan serta merta membuat Daffa resign dari maskapai tempat semulanya bekerja tepat di hari ketujuh. Bukan tanpa alasan, karena di maskapai tersebut memiliki kenangan buruk bersama perempuan itu.

Tiga bulan menganggur, hingga akhirnya sampai detik ini merasa betah mendedikasikan diri pada Lumière Airlines. Bagi Daffa sendiri, berpindah maskapai seperti itu bukanlah kali pertamanya. Bukan pula mau bersikap menyepelekan pekerjaan, hanya saja kenyamanan pun tentu saja perlu diperhatikan.

Di maskapai baru tersebut, Daffa memilih untuk kembali mengambil penerbangan internasional dengan jadwal yang tak kalah padatnya.

Kali ini merupakan penerbangan yang agak berat baginya. Entah mengapa, selalu begitu jika urusannya dengan Turki.

Waktu transit cukup singkat, lebih kurang dua jam jika tidak ada delay. Para penumpang yang akan ke Indonesia akan kembali menaiki pesawat yang sama, ditambah dengan penumpang baru yang naik dari Bandar udara Internasional Hamad ini. Sementara saat ini, Daffa dan beberapa awak pesawat masih menunggu jam penerbangan di gedung flops maskapainya.

"Kopi, Capt?" tawar Agung, co-pilot yang sedang menjadi rekan terbang Daffa selama seminggu ini.

Daffa mendongak dan mengangguk. "Trims. Tapi saya sudah barusan."

Agung pun ikut mengangguk dan mengambil duduk di samping Daffa. "Maaf, mungkin handphone Captain Daffa bunyi? Saya udah dengar sejak masih di dalam pesawat tadi."

Memangnya iya? Dengan dahi berkerut Daffa mulai mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya. Jika benar, setuli apa rungunya?

UNWORTHY 2: Hiraeth [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang