Chapter 23 - Selfish

191 23 27
                                    

“Di dunia ini ada begitu banyak manusia egois, yang menginginkan banyak kebahagiaan untuk dirinya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Di dunia ini ada begitu banyak manusia egois, yang menginginkan banyak kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Dan aku ...,”

Daffa yang telah kembali berhadapan dengan Aiyla sejak beberapa saat lalu menunjuk dirinya sendiri. “aku hanya manusia biasa yang memiliki ego tinggi tanpa orang lain ketahui. Ketika aku menginginkan satu kebahagiaan saja, aku tidak mungkin berhenti untuk memintanya. Aku hanya ingin memiliki seseorang semudah dirinya menanamkan perasaan ini di hatiku kala itu.”

Lagi-lagi Aiyla hanya bisa tergeming, menunduk dalam karena bingung harus merespons seperti apa. Separuh dari dirinya bersorak ria, sementara alter egonya justru kebalikannya.

Terlepas dari kejadian di bandara bertahun-tahun lamanya, tepatnya ketika Daffa mencurahkan ringkasan perasaannya. Malam ini untuk pertama kalinya pria itu mengungkapkan segalanya tanpa terlihat ada keraguan setitik pun, dan Aiyla sangat terkejut mendengar segala hal yang keluar dari bibirnya saat ini.

“Pertemuan ini ... perlu kunamai kenangan manis atau pahit nantinya? Aku bingung.” Mereka kembali beradu pandang. Cukup lama hingga akhirnya Daffa kembali berkata, “Aku bingung karena aku merasa bahagia bisa melihatmu lagi setelah lama, tetapi aku pun merasa hancur ketika melihatmu bersamanya.”

“Jangan lagi, Daffa ....”

“Mengapa?” Daffa bertanya dengan suara yang nyaris tidak terdengar.

Aiyla mendudukkan bokongnya salah tingkah dalam arti yang buruk, wajahnya murung dan lidahnya terasa kelu. Bagaimana cara menjelaskannya?

Daffa berjongkok di hadapannya, sebelah tangannya berpegangan pada ujung bangku taman. “Kini aku merasakan apa yang dulu kau rasakan, Aiyla.”

“Daffa ... Ini tidak seharusnya kita bahas, ’kan? Yang berlalu, biarkan saja.”

Daffa menjadi terlalu banyak bicara, Aiyla rasa pria itu tidak lagi seirit dulu dalam berbicara. Ini baik, tetapi buruk secara bersamaan. Karena Aiyla benar-benar merasa serba salah menghadapi setiap kalimat yang dilontarkan padanya.

“Aiyla—”

“Apa yang sedang kau cari dariku, Daffa?!” jerit Aiyla yang sontak membuat Daffa membisu sembari menatapnya terkejut, “Mengapa kau mendesakku dengan semua ini? Untuk apa, Daffa?”

Daffa masih terdiam, sementara kini dengan terang-terangan Aiyla mulai berusaha menatapnya nyalang. “Untuk apa kau mengatakan segalanya padaku? Aku tidak lagi peduli. Tahun-tahun yang kulalui tanpamu membuatku terbiasa dan enggan lagi berangan-angan seperti yang kau lakukan saat ini. Apa yang kau pikirkan?”

“Kau pikir aku akan kembali seperti dulu karena kau mengatakan segalanya saat ini?” Aiyla menggelengkan kepala. “Kau pikir aku akan kembali berharap padamu seperti sebelumnya, begitu? Tidak! Tidak, Daffa! Aku bahkan telah bersama Yildiz dalam jangka waktu yang lebih lama, dan kau berpikir aku akan tetap mengatakan bahwa aku mencintaimu di saat aku telah bersama orang lain?” Aiyla meremas kuat ujung bajunya secara diam-diam, berusaha melampiaskan segala sesak dalam dadanya di sana. Sekuat tenaga Aiyla menahan air mata yang hendak menetes, demi terlihat sungguh-sungguh oleh pria di sampingnya.

UNWORTHY 2: Hiraeth [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang