Sudah lebih dari lima belas menit Aiyla menunggu dengan perasaan tak menentu. Nyaris semua orang telah turun, tetapi staf lelaki tadi belum juga memberi kabar tentang Yildiz.
Tempat itu makin ramai; warga sekitar berdatangan sembari menunggu pemadam kebakaran, para juru warta tengah mengambil rekaman untuk disiarkan di televisi, dan staf hotel juga para keamanan yang sibuk mengevakuasi pengunjung yang masih terjebak di dalam gedung.
Api dan asap hitam bersatu-padu, seperempat gedung telah terlalap api begitu cepat. Sementara di bawah sana, Aiyla bergerak tak nyaman memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa saja menimpa Yildiz. Matanya berkaca-kaca, dirinya tidak bisa melakukan apa pun selain menunggu kabar dari orang lain.
"Semua pengunjung telah keluar," lapor seorang manajer kepada dua orang polisi yang berada tak jauh dari posisi Aoyla.
Sontak, mendengarnya membuat Aiyla segera menimpali, "Anda bilang semua? Kekasihku masih ada di dalam, Tuan!"
Sang manajer terpaku untuk beberapa saat. Sebelum berdeham, dan kemudian berkata, "Mohon maaf, mungkin kami melewatkan sesuatu. Kami akan berusaha sebaik mungkin mengevakuasi semua pengunjung, Nona."
Aiyla meremas pegangan koper yang ditarik ke atas, matanya berusaha memindai tumpah ruah orang-orang di sana. Mencari Yildiz, tentu saja. Namun, pindaiannya tak membuahkan hasil yang memuaskan. Kabar lain yang justru datang, mereka mengatakan bahwa semua telah selamat.
Tidak mungkin. Yildiz bahkan hanya pergi bertelepon sekitar empat puluh menit yang lalu. Pria itu seharusnya ada di antara pengunjung lain, sama sepertinya.
Tubuh Aiyla memerosot, tak peduli celana putihnya akan kotor karena duduk di atas tanah ber-paving. Seketika perasaan bersalah membelenggu hatinya, kepalanya menggeleng kuat. Jika saja dirinya menunggu di dalam, mungkin mereka bisa turun dan menyelamatkan diri bersama-sama, bukan?.
Air mata tumpah di pipinya, mata sedikit merahnya menatap polisi dan sang manajer hotel tadi. "Bagaimana bisa semua orang selamat sementara dia tidak ada bersamaku saat ini!"
Situasi sekarang tak akan membuatnya dianggap sebagai wanita hilang akal karena berteriak sembari menangis. Aiyla bahkan tidak peduli dengan keadaannya, dia hanya meraungkan nama Yildiz dan untaian kata maaf.
"Nona, kami tidak diam. Kami masih mencari. Tolong bersabarlah sebentar," ujar seorang staf perempuan.
"Pak," Seorang ibu muda tiba-tiba datang sembari menangis, di sampingnya suami berdiri menjaganya. "Anak kami ... Anak kami terjebak di dalam, Pak. Kalian tidak bisa mengatakan bahwa semua sudah selamat."
Aiyla mendongak singkat, pandangannya benar-benar kabur karena air mata. Detik berikutnya dia kembali menunduk, memeluk tas dan menarik lututnya ke atas sebagai sanggaan lengannya. "Tolong selamatkan dia, Tuhan ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
UNWORTHY 2: Hiraeth [TAMAT]
RomanceTolong follow sebelum membaca! Sequel Unworthy | Nuraga Series #Book 3 _____ ❝We met, we loved, then we broke❞ Dalam setiap embusan napasnya, dua hal yang selalu Aiyla rasakan; kerinduan dan kehilangan. Di tengah keinginan besarnya untuk meninggalka...