Bab XXXVIII. Result

173 33 36
                                    

Suasana hotel tampak hangat meski di luar hujan cukup deras. Keenam Lachlers datang ke sana dan mencari sosok Pak Erdin, pelaku pencurian prasasti itu. Mereka berenam bertemu dengan teman ayah Leona di luar, yakni Dino. Ia adalah bawahan ayah Leona yang juga seorang penyihir.

Dino pun menyadari betapa kuatnya sihir hitam di dalam prasasti itu. Menyadari betapa tinggi bahaya yang mungkin terjadi, ia pun bersedia membantu, terlebih lagi karena Pak Arfin tidak mau tahu mengetahui tentang bahaya yang ada di dalamnya.

Pak Erdin tampak turun menuju restoran yang ada di lantai satu dan mereka sudah melihat sosok yang bernama Profesor Yunita--menurut Dino--salah satu dosen dari Universitas Satya Bakti dan sudah pasti dirinyalah yang akan menerima prasasti itu. Pak Erdin sudah duduk di salah satu meja dan Profesor Yunita duduk di hadapannya.

"Aku bersiap dulu!" Tony menepuk pundak Kai dan berjalan menuju parkiran.

Arie dan Amanda akan mengamati dari lantai dua karena model atap restoran itu adalah kaca. Dinding di sekelilingnya pun kaca jadi mereka juga bisa mengamati dari luar. Mereka berdua langsung mengambil posisi masing-masing, lalu Leona dan Kai juga bersiap di posisi mereka untuk menyergap Profesor Yunita.

Vinnie dan Dino akan mengamati perjanjian itu dari luar restoran. Mereka saling terhubung lewat grup percakapan ponsel mereka, jadi mereka terlihat seperti orang yang sedang bermain ponsel. Arie dapat melihat Pak Erdin tersenyum menanggapi Profesor Yunita saat sedang makan malam.

"Jadi, Profesor Yunita pasti sangat cantik di mata Pak Erdin. Dia begitu senang," bisik Arie.

Amanda mengangguk pelan. "Benar."

Dari atas, mereka melihat Pak Erdin mengeluarkan tas. Dalam tas itu, mereka melihat sebuah peti hitam kecil dan langsung diberikan pada Profesor Yunita. Amanda mengirim pesan pada teman-temannya bahwa paket sudah dikeluarkan.

Vinnie membalas pesan Amanda, "Sudutku tidak begitu jelas. Aku tidak bisa melihat paketnya."

Dino pun ikut melihat ke arah Pak Erdin, tapi ia juga tidak bisa mendapatkan sudut yang bagus. Ia berpindah tempat dan melihat Profesor Yunita menerima paket itu. Tiba-tiba, Vinnie sudah berada di sampingnya saat ia hendak berbalik. Ia terkejut. "Astaga!"

"Maaf!" Vinnie meringis, merasa bersalah. "Apa yang kau lihat?"

Dino mengangguk pelan. "Paketnya sudah diterima. Beritahu yang lain."

Vinnie mengelurkan ponsel dan segera mengirim pesan. Tak lama, Amanda mengirim pesan bahwa Profesor Yunita bergerak. Dino juga mengatakan hal yang sama. Vinnie memandang ke arah Profesor Yunita dan mengirim pesan terakhir.

"Dia dalam perjalanan!"

Profesor Yunita melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil sementara Pak Erdin sendiri berjalan menuju lift. Kai berjalan mengikuti Profesor Yunita yang membawa peti kecil itu menuju mobilnya. Kai melirik ke beberapa sudut lalu berjalan santai. Ketika ia melirik lagi, ia langsung menangkap Profesor Yunita dan menahannya di dinding parkiran basement. Profesor Yunita terkejut, lantas menjatuhkan peti itu.

Leona memegang pundak Kai agar Kai tidak terlalu keras padanya. Cara Kai menangkap wanita itu seperti ia menangkap penjahat kelas teri. "Profesor..."

"Lepasin tangan kotormu dari aku! Cepat, enggak?! Aku bakal teria--"

"Kita mau prasastinya!" seru Leona sambil mengambil peti itu. Untung saja tidak rusak atau pun terbuka.

Profesor Yunita terdecak. "Jangan tahan aku kayak gini! Aku enggak bakal ambil!"

Leona mengangguk ke arah Kai yang langsung melepaskan wanita itu. Profesor Yunita menangkup pipinya yang sejak tadi mencium dinding basement. Leona mendekat dan membuka peti itu. "Ada kesalahan di sini, Profesor. Mungkin Anda kira, prasasti ini cuma prasasti biasa yang enggak ada gunanya selain nilai sejarahnya."

Loctus : The Six Nightmares -[5]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang