Bab XXI. The Secret of Hurricane (I)

135 48 7
                                    

Aiko menghela napas kasar memandang Istana Kerajaan Terbesar di hadapannya. Dieratkannya mantel tebal yang ia pakai untuk menghalau angin pada penghujung musim gugur ini supaya tidak membuatnya mati kedinginan. Kedua tangannya bersembunyi di dalam saku pada kedua sisi mantel.

Sesaat, ia melangkah, melewati para penjaga yang sudah memberinya jalan. Langkah demi langkah menuntunnya semakin dalam hingga ke ruang singgasana. Tampaklah sang raja dengan sang putri dan juga pangeran di sisi-sisinya, sedang duduk di singgasana di hadapan Aiko sekarang.

Perlahan, Aiko membungkukkan badannya dalam, memberikan penghormatan besar pada mereka. "Salam, Yang Mulia!"

"Aku merasa terhormat. Apa yang kau inginkan?" tanya Raja Zandars, tanpa banyak basa-basi.

Aiko menegakkan punggungnya dan mulai menjelaskan alasan keberadaannya di sini. "Atas perintah Vaniel, saya ingin meminta izin pada Yang Mulia, untuk melihat beberapa dokumen mengenai Hurricane."

Freya mengernyitkan dahi. "Hurricane?"

Will menoleh lalu mengangkat tangannya untuk berbisik, "Kapal yang membawa Lachlers."

"Ah, begitu..." Freya manggut-manggut paham.

"Dokumen mengenai Hurricane, ya?" Raja Zandars mengulang kembali ucapan Aiko dan menatapnya ragu.

Aiko mengangguk pelan. "Ya. Menurut kami, mungkin ada petunjuk yang bisa mempermudah kami dalam mencari mata-mata. Apakah... Anda mengizinkannya, Yang Mulia?"

Raja Zandars menghela napasnya--terdengar berat. "Mengenai Hurricane, ya. Mohon maaf, Nishimura Aiko. Namun permintaan itu tidak bisa kukabulkan. Proyek mengenai Hurricane dan seluruhnya adalah rahasia besar. Aku dan Kapten Joy telah bersumpah janji untuk tidak pernah membeberkan rahasia Hurricane."

"A-apa?" Will bertanya. Ia dan Freya tampak syok mendengarnya.

"Tapi Ayahan--"

"Meskipun aku tahu tujuanmu baik, tapi aku tidak bisa merisikokan seperti bocornya rahasia besar Hurricane," sela Raja Zandars, memotong ucapan Freya. Beliau berdiri dan mendekat ke arah Aiko, di mana gadis itu menunduk dalam. "Aku minta maaf, Nishimura. Itu keputusan terdalamku, menyimpan rahasia itu agar tetap menjadi aman."

Aiko membungkukkan badannya. "Saya mengerti, Yang Mulia."

Freya terkejut, lantas berdiri. "Ayahanda! Apa tidak bisa dipertimbangkan lagi? Kondisi sedang begitu berat dan jika itu bisa menyelesaikan masalah, apa salahnya memberitahu rahasia itu? Toh, jika hanya disimpan, apapun informasi itu tidak akan berguna."

"Cukup!" Raja Zandars memotong dengan nada tinggi. Bahkan sampai pengawal-pengawal di ruang singgasana membungkuk. Will sendiri ikut menunduk sementara Freya masih terus menatap ayahnya. "Aku akan memberitahumu alasan kenapa rahasia itu harus tetap menjadi rahasia. Sekarang, masuklah ke kamarmu dan diam di sana! Will, antar adikmu!"

Will mengangguk lalu membawa Freya keluar. Aiko masih berada di sana, terdiam karena tidak tahu harus apa. Mendengar Raja Zandars begitu keras membentak Freya membuat jantungnya seolah berhenti berdetak sejenak. Bentakan itu begitu membuat semua orang terbungkam.

"Kau boleh pergi. Sampaikan pada Vaniel, permintaan maafku," ucap Raja Zandars sembari membungkuk sedikit.

"Tidak apa-apa, Yang Mulia!" Aiko membungkuk, memberi penghormatan terakhir sebelum pergi dari ruang singgasana.

Ketika keluar, Aiko menghela napas panjang. Ia tidak punya pilihan lain selain kembali ke kediaman Vaniel dan memberitahu berita buruk itu. Tidak ada yang bisa mereka lakukan sekarang untuk membantu Lachlers lebih banyak.

Loctus : The Six Nightmares -[5]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang