Bab L. Snowing Time in Wonderland

155 33 48
                                    

Laporan cuaca sudah membaik sejak sore tadi dan sepertinya hanya akan terjadi hujan salju ringan nanti malam. Kesempatan untuk para Lachlers pergi malam ini dan memastikan ucapan Kai benar. Mereka harus menemukan kembang api dari Big Ben malam ini.

Suasana jalanan yang tampak hangat akan orang-orang meski bersalju membuat mereka tidak begitu khawatir. Namun mereka tetap dalam penyamaran ringan seperti kacamata dan topi rajut. Mereka keluar pukul setengah enam untuk menikmati makan malam di restoran yang bernama Belly's--terletak dekat dengan London Eye dan Sungai Thames. Restoran itu merupakan salah satu restoran yang ramai karena rasa yang enak dan harga yang terjangkau.

Meskipun agak kesulitan mendapat kursi, pada akhirnya mereka mendapatkan tempat di sudut ruangan. Restoran itu juga terkenal dengan live music-nya yang membuat suasana tidak membosankan. Di sudut lain, terlihat juga area minum yang ramai oleh orang-orang. Meskipun ramainya sangat tidak mencerminkan keeleganan sedikit pun, Amanda tetap menjelaskan bahwa restoran ini tetap mengikuti standar umum restoran seharusnya.

Seorang pelayan pun tetap mengenakan pakaian yang rapi. Ia memberikan mereka buku menu yang tampak menarik. Desainnya seperti sudah lama, tapi buku itu masih bagus. Mereka mulai memilih menu yang mereka mau barulah pelayan itu mencatatkan pesanan mereka dan kembali.

"Ramai sekali tempat ini. Apa kita akan keluar pukul delapan?" tanya Vinnie.

"Meski seramai apapun, pelayanan di sini cepat. Jadi, Arie bisa membawa kita semua ke atas Big Ben?" tanya Amanda setengah berbisik.

Arie mengangguk pelan. "Jangan khawatir. Apalagi setelah menghancurkan berlian itu, rasanya kekuatanku jauh lebih baik."

Vinnie dan Tony mengangguk setuju. "Benar."

Kai menarik napas dan melirik Leona. Jika Leona menghancurkannya... tidak mungkin!

Ketika mereka tengah mengobrol seputar London, seorang pelayan membawakan pesanan mereka. Mereka pun segera menikmati makan malam mereka tanpa khawatir tatapan orang-orang sekitar. Keramaian di restoran membuat tidak ada satu pun orang yang memedulikan mereka. Itu bagus.

"Tapi kenapa aku belum mendapat petunjuk lagi? Kenapa sampai sekarang aku belum mendapatkan satupun petunjuk? Ini sangat aneh," celetuk Amanda sembari menggigit kentang gorengnya.

"Ya. Sebelumnya tidak begini. Kira-kira, kenapa bisa seperti ini, ya?" Arie ikut bertanya-tanya.

"Apa ini bagian dari rencana? Yang membuatku bingung, kenapa berlian itu selalu memberi petunjuk pada kita jika tidak ingin dihancurkan?" ujar Vinnie dengan alis mengerut.

Leona mengangguk. "Benar, aku juga berpikir begitu."

"Menurutku, berliannya sombong." Tony menyimpulkan dengan santai sambil melanjutkan makannya. "Bagaimana tidak? Pada akhirnya, kalian akan berhadapan dengan berlian itu yang mengeluarkan orang-orang tertentu sebagai perisainya."

"Ya, seperti aku yang saat itu muncul kakakku. Berlian itu mencoba membuat kita ragu dalam menghancurkannya," ucap Arie.

Tiba-tiba, Kai meletakkan garpu dan pisaunya dengan keras. Untungnya, tidak ada yang memperhatikan mereka, tapi kelima temannya jelas memperhatikan kelakuan Kai. Tatapannya tajam, seolah merasa kesal karena sesuatu. Lelaki itu menarik napasnya sebelum berkata, "Sudah! Kita sedang makan. Tidak perlu membicarakan hal seperti itu. Nyatanya, memang Boss sudah mempersiapkan supaya kita ragu dalam menghancurkannya."

"Ada apa, Kai?" tanya Leona, setengah berbisik.

Kai mendengus. "Kita sedang makan malam sekarang. Lebih baik, jangan membicarakan hal yang memuakkan ini."

Loctus : The Six Nightmares -[5]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang