Bab II. Massacre

237 47 61
                                    

Pagi hari tiba. Seluruh pemimpin dan penjaga Lachlers berkumpul di istana untuk menghadap sang raja. Beliau tidak percaya pembantaian terjadi lagi. Kali ini dialami oleh keluarga Vandice. Namun bedanya, Vandice baik-baik saja, berbeda dengan istri dan anaknya yang meninggal.

Hal ini menjadi kabar buruk sekaligus duka. Mereka tidak tahu apa alasan bangsa Kegelapan melakukan ini. Jika dibiarkan, pembantaian akan terus terjadi dan korban akan semakin banyak. Mereka harus bertindak.

"Jadi, istri dan anakmu keracunan Polmito. Itu sejenis racun yang biasa digunakan vampir untuk mengeksekusi mati tahanan dengan cara menyiksanya. Benar?" Raja Zandars membaca laporan yang sudah disusun Owen.

Vandice mengangguk. "Benar, Yang Mulia."

"Tapi kamu tidak keracunan?" tanya Raja Zandars lagi.

"Tidak, Yang Mulia. Saya baru saja meminum darah dan menggigit potongan darah beku yang sudah disiapkan koki rumah saya," jelas Vandice.

"Di mana racun itu ditemukan? Sudah diketahui?" tanya Raja Zandars lagi.

Caroline berdiri lalu membungkukkan badannya. "Izin menjawab, Yang Mulia. Racun itu belum jelas ditemukan di mana. Namun berdasarkan analisis saya, kurasa itu terletak pada potongan darah beku. Nyonya Julianne dan Charlotte diketahui sedang menyantap salah satu potongan darah beku tepat sebelum keracunan."

"Namun, kenapa Vandice tidak keracunan?" tanya Vaniel.

"Saya menduga, potongan itu acak. Saya belum tahu pastinya sampai pemeriksaan selesai. Namun saat saya sampai di rumah Vandice tadi malam, saya bisa melihat gelas minuman Vandice tersisa setengah, sementara yang lain masih utuh," ujar Caroline.

"Pada saat kau tiba, apa yang Vandice lakukan?" tanya Raja Zandars.

Caroline menarik napas panjang. "Saat tiba di gerbang, saya mendengar suara teriakan Vandice yang menyuruh pelayannya untuk memanggilkan koki. Saya langsung berlari masuk dan kaget melihat semua itu. Vandice menangis membelai istri dan anaknya. Baru setelah dia sadar saya datang, dia mau saya tenangkan. Lalu saya sudah memeriksa singkat dan juga menanyai koki."

Raja Zandars mengusap dagunya. "Bisa beritahu aku dan juga yang lain soal analisismu?"

"Menurut analisis saya, sepertinya racun itu dimasukkan di antara darah beku. Namun, ada yang aneh. Saat saya berbicara dengan koki dan juga staf lainnya, koki mengatakan bahwa ia menggunakan darah beku yang sama seperti yang ia sajikan pada Nyonya dan Nona Muda ketika makan siang," jelas Caroline sambil memegang dagunya.

"Lalu, apa kau mempercayai koki itu?" tanya Raja Zandars.

Caroline menggeleng. "Tidak, pada awalnya. Lalu para staf juga menyaksikannya. Ada tiga orang yang bersama sang koki saat itu."

Raja Zandars mengernyit. "Darah beku apa yang mereka santap?"

"Para vampir biasanya akan mengawetkan darah dengan membekukannya dalam bentuk besar lalu menghidangkannya dengan siraman darah cairnya. Biasanya akan diberi sedikit bubuk darah yang dicampur bubuk bunga Camiie untuk rasa. Itu makanan kami. Lalu ketika akan menyantapnya, akan kami potong-potong seperti dadu," jelas Caroline.

"Aku baru tahu soal itu. Lachlers tidak tahu ini, 'kan?" tanya Raja Zandars dengan tatapan tajam.

Semua menggeleng. "Tidak, Yang Mulia." Wolfie mewakili mereka menjawab.

Raja Zandars menganggukkan kepalanya. "Jaga agar tetap seperti ini. Biarkan mereka membuka kekuatannya saja. Jika mereka tahu, yang kutakutkan adalah mereka akan diincar. Walau begitu, kita tetap waspada. Apa orang-orang yang mengawasi mereka melakukan tugasnya?"

Loctus : The Six Nightmares -[5]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang