"Rashaaa...! Sarapan dulu, biar perutmu ngga kosong"
Lengkingan suara Rina memanggil putrinya yang masih berkutat di dalam kamar. Pasalnya sudah berapa kali di panggil anak itu belum juga muncul. Dirinya sudah menyiapkan beberapa macam lauk dan nasi yang cukup banyak. Dia berjaga-jaga untuk menyisakan buat bekal nanti di tengah perjalanan.
"ASSALAMU'ALAIKUM TANTE CANTIKKKK!"
Teriakan dari luar membuat Rina bergegas untuk membukakan pintu rumah. Rupanya ada teman anak-anaknya. Drian, Alan dan Ray. Mereka masing-masing membawa tas ransel. Terkecuali Drian. Dia yang paling heboh diantara mereka bertiga.
"Wa'alikumsalam anak-anak ganteng.. ayo masuk. Sarapan dulu kita"
Mereka menurut dan memasuki rumah. Di sambut oleh ayahnya Rasha. Dia tersenyum hangat menyapa teman-teman putrinya. Tak lupa mereka salim kepada Rendy dan Rina.
"Drian kenapa bawa dua tas? Yang lain aja bawa satu" Ucap Rendy ketika menyadari bahwa anak itu terlihat ribet sendiri. "Iya tuh om. Kaya mau pindahan" itu Alan yang menyahuti ucapan Rendy. Drian mendengus pelan ke arah Alan. "Satu isinya pakaian dan satu lagi isinya jajan hehehe" respon Drian kemudian. Mereka semua menaruh ransel masing-masing di kursi ruang tamu. Lalu beranjak ke ruang makan. Sudah ada lauk pauk yang tersedia.
"Tante masak banyak, ayo sarapan dulu. Tante mau manggil Rasha. Anak itu dari tadi belum turun-turun" suruh Rina pada ketiga anak itu. Tapi sebelum di menyusul ke kamar putrinya, Rasha sudah muncul duluan. Gadis itu turun, berbalut pakaian celana jeans hitam panjang dan hodie crop top warna pink. Rambut gadis itu ia gerai.
"Dari tadi di panggilin baru keluar" dumel Rina pada putrinya.
"Tadi Rasha beresin kamar dulu biar rapi sebelum pergi" jawab gadis itu. Kakinya melangkah mendekat ke arah mereka semua. Pandangannya teralihkan ke arah teman-teman kakaknya. Saat pandangannya bertemu dengan Drian, Rasha mendengus pelan. Apalagi anak itu tersenyum tengil ke arahnya. Lalu ia beralih ke arah Alan dan tersenyum tipis. Lalu terkahir Ray, Rasha tiba-tiba agak canggung ketika matanya bertemu dengan mata elang Ray. Dia langsung melengos. Kemudian, dia duduk di kursi dekat ayahnya.
Semuanya langsung menikmati sarapan paginya.
"Emang selalu mantep masakan Tante" puji Drian di sela-sela kegiatan makannya. Dentingan sendok membuat ruangan makan tidak terlalu sepi. Alan dan Ray menikmati makanannya dalam diam. Tidak seperti Drian yang banyak bicara sekali dari awal.
"Bisa aja kamu. Ayo-ayo habisin. Habis ini siap-siap buat berangkat. Bukan begitu, Yah?" Rina langsung melirik ke arah Rendy. Rnedy langsung mengangguk setuju. "Betul, perjalanan kesana lumayan lama. Sebaiknya berangkat saat sekarang biar sampai disana ngga terlalu malam." ujar Rendy. "Emang berapa lama, Om?" Alan menanyakan hal itu pada Rendy. Pasalnya baru pertama kali dia berkunjung kesana. Menginjak tanah disana juga belum pernah sama sekali. Karena dia ngga punya sanak saudara disana.
"Sekitar 7-8 jam-an" jawabnya memperkirakan waktu sampai disana.
Mereka semua mengangguk paham. Acara makannya pun sudah selesai. Rina membereskan semua piring kotor, di bantu oleh Rasha agar cepat selesai. Nasi dan lauk yang tadi sisan sudah di letakkan di kotak makan. Siapa tahu nanti ada yang laper jika masih jauh dari tempat makan.
Barang-barang yang mereka bawa sudah di masukkan ke dalam bagasi. Mereka masuk ke dalam mobil dan duduk di kursinya masing-masing. Rendy sebagai pengemudi otomatis duduk di bangku depan disampingnya ada Rina. Di bagian kursi kedua diisi oleh Ray dan Rasha. Dan kursi ketiga paling belakang sendiri diisi oleh Drian dan Alan. Sebenernya disini ada yang tidak setuju dengan teman duduknya. Drian yang ingin duduk dengan Rasha malah kebagian dengan sohibnya sendiri. Padahal dia ingin modus mumpung ngga ada si kakak posesif gadis itu.
"Geser lo nyet, sempit nih gue!" dumel Drian dari tadi. Alan berdecak sebal dengan tingkah laku teman laknatnya itu. "Buta mata lo?!" kesal Alan akhirnya. "Ini gue udah paling pojok banget ngga ada sisi kosong lagi, lo serakah banget jadi orang!" lanjut Alan yang udah ngga tahan lagi rasa kesalnya pada Drian.
"Gue mau tiduran, sini paha lo jadi bantal gue"
"NAJIS! Paha gue nanti terkontaminasi sama orang yang ngga ada akhlak kayak lo, anak monyet!" sungut Alan mendorong-ndorong tubuh Drian agar menjaduh darinya.
"Dasar setan!" sinis Drian. Lalu memposisikan badannya agar menyender di sisi samping kaca. Dia ingin cepat tidur agar dia tidak merasakan mabok perjalanan. Padahal dia cowok, tapi dia ngga kuat naik mobil untuk perjalanan jauh. Sudah dari kecil sampai sekarang masih mabok perjalan.
"Cih!" desis Alan. Dia juga sama mencari posisi nyaman. Menyalanan smartphone nya dan memainkan game kesukaannya. Dia bukan tipe orang yang mabok perjalanan seperti Drian. Disisi lain, di bangku bagian kedua. Tepatnya Ray dan Rasha. Kedua berbeda gender itu terdiam sejak awal. Tidak ada satu obrolan pun yang keluar dari mulut mereka masing-masing.
Ray sibuk dengan lagu yang dia dengarkan lewat earphone nya. Sedangkan Rasha hanya memandangi pemandangan di luar.
Rina yang sedari tadi memperhatikan putrinya sendiri ikut gemas. Bisa-bisanya putrinya mendiami orang ganteng seperti Ray. Lalu Rina berinisiatif untuk mengajak ngobrol putrinya.
"Cha, ajak obrol Ray. Kenapa diam-diaman kaya orang musuhan" ucap Rina pada putrinya. Rasha mengalihkan pandangannya menjadi ke arah bundanya. Kedua alisnya bertaut. Kenapa bundanya menyuruhnya untuk ngobrol sama cowok di sampingnya, pikirnya. Lalu dia melirik sebentar ke arah Ray. Cowok itu sedang asyik mendengarkan lagu dan pandangannya melihat keluar jendela.
"Dia dengerin lagu bunda, jangan di ganggu" respon Rasha kemudian. Rina terkikik geli. Putrinya mengingatkan dulu saat waktu mudanya. Saat dia bertemu dan mengenal Rendy suaminya.
"Ya udah deh terserah anak bunda yang paling cantik. Sekali-kali kamu jangan cuek ke cowo. Makanya sampai sekarang kamu belum pacar sama sekali"
Rasha melotot mengenai ucapan ibunya yang cukup membuat malu dirinya. Dia melirik ke arah kursi bagian belakang. Drian yang sudah tertidur dan Alan sibuk dengan smartphonenya dengan memasang airpods di masing-masing telinganya. Rasha merasa lega, mereka semua tidak mendengar ucapan bundanya barusan.
"IHH Bunda!" sewot Rasha. Bundanya akhir-akhir ini senang sekali menjaili dirinya. Seperti Rendy, ayahnya. Rendy yang sedari fokus menyetir hanya menggeleng pelan dengan tingkah laku orang-orang di dalam mobil ini.
"Untung pada sibuk sendiri, jadi ngga tau apa yang tadi bunda omongin" sungut Rasha dengan nada jengkel.
Rina hanya terkekeh pelan. "Sana tidur, nanti kalo udah sampai bunda bangunin" suruh Rina kemudian. Rasha menggeleng pelan. "Belum ngantuk bunda, nanti aja" sahutnya. Rina tersenyum tipis mengenai jawaban anaknya. "Ya udah, terserah kamu" setelah mengucapkan itu, Rina langsung merubah duduknya ke posisi awal. Padangannya tertuju ke arah jalanan di depan sana. Rina merogoh saku celananya dan mengambil smartphone nya. Berniat mengirim pesan ke putranya. Sekedar memberitahukan bahwa mereka semua sudah dalam perjalanan menuju kesana.
Rafif anak ganteng
[Bunda udah di perjalanan. Kamu jangan kasih tahu dulu kakek sama nenek]
Siap ibunda ratu ❤️
Kemudian pandangannya kembali fokus ke depan dan menaruh smartphone nya ke dalam sakunya kembali. Dia juga berdoa dalam hati agar mereka semua selamat dalam perjalalan menuju kesana.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
ADIKKA
Random"Kakak ngga sopan!" "Ngapain sopan sama dia. Mending, Acha jangan deket-deket dia deh!" "Kenapa kakak ngelarang ?!" "Pokoknya jangan deket-deket sama cowok itu. Kakak ngga suka!" Rafif tahu ini terkesan mengekang dan mengatur, tapi Rasha hanya mili...