15. Kekhawatiran Rafif

222 35 1
                                    

Jangan lupa vote dan comment nya :)

🌻🌻🌻

Setelah kehadiran Ray disana membuat suasana di taman itu nampak tegang. Rafif dan Alan masih duduk di tempat yang sama begitu pun dengan Ray. Laki-laki itu diam dan menatap datar ke depan. Tidak memperdulikan keberadaan Rafif dan Alan disana.

Rafif terlihat khawatir jika obrolan mereka terdengar jelas oleh telinga Ray. Tapi kelihatannya Ray seperti habis tidur. Ada kemungkian Ray tidak mendengar apapun. Atau mungkin sebaliknya.

Rafif berdehem untuk menghangatkan suasana. Anak itu menghampiri Ray dan duduk di sampingnya.

"Lo dari kapan disini? Gue taunya ngga ada orang lagi selain kita berdua" Tanya Rafif basa-basi. Sebenarnya juga bertujuan untuk memastikan saja. Alan pun juga ikut bergabung dengan mereka berdua.

"Gue juga ngga tau ternyata ada lo disini" sambung Alan.

"Selesai bel istirahat bunyi" akhirnya Ray menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Rafif. Rafif dan Alan menganguk-angguk tanda mereka paham. Kemudian mereka bertiga sama-sama diam. Hingga Ray berdiri dan menatap Rafif dan Alan dengan tatapan datarnya seperti biasa.

Ray pergi begitu saja tanpa mengucap sepatah kata pun. Rafif dan Alan saling tatap dan mengendikan bahu.

"Dia denger semua ngga ya?" tanya Rafif membeo.

Karena jika Ray mendengar omongannya dari awal sampai akhir, itu adalah bahaya bagi Rafif sendiri. Bagaimana jika anak itu memberitahu adiknya, Rafif khawatir sekali.

Alan menggeleng pelan.

"Entah, gue juga ngga tau. Ya lo berharap aja dia ngga denger apapun"

"Gue khawatir" gumam Rafif.

"Khawatir kenapa lo?" Sebuah suara yang sudah sangat di kenal sekali oleh mereka berdua terdengar. Dari arah depan terlihat Drian sedang menghampiri Rafif dan Alan. Rupanya dia sudah kembali dari kamar mandi. Anak itu ikut duduk bersama dengan mereka berdua.

"Anjay, ngga di jawab" gerutu Drian ketika Rafif hanya diam saja tanpa menjawab pertanyaan yang tadi dia lontarkan.

Rafif masih terdiam dengan pikirannya. Anak itu rupanya merasa cemas tentang omongannya yang didengar oleh Ray atau tidak. Apalagi Ray teman sebangkunya Rasha, bagaimana jika anak itu memberitahu adiknya mengenai hal itu.

"Anjay, gue di kacangin nih" gerutu Drian lagi. Karena Rafif maupun Alan dari tadi hanya diam dan menatap lurus kedepan tanpa memperdulikan kedatangannya.

"Brisik lo! Gue lagi mikir juga!" sungut Rafif tiba-tiba. Drian melirik kearahnya dengan memicing.

"Mikir apa lo? Emang lo bisa mikir?" Tanya Drian dengan nada meledek. Rafif mendengus, anak itu lebih memilih pergi dari sana tanpa menanggapi pertanyaan Drian yang terdengar meledek.

"Lo dari tadi ngacangin gue terus nyed!" Pekik Drian pada Rafif yang semakin menjauh.

Kini tinggal Alan dan dirinya yang berada disana. Alan menghela nafasnya dan menyederkan punggungnya ke bangku taman.

"Lan, si Rafif khawatir apaan?" tanya Drian yang masih penasaran.

"Tanya aja sendiri, kepo banget lo jadi orang" respon Alan. Dan setelah menjawab itu, Alan langsung beranjak pergi menyusul Rafif yang sudah mendahului.

Drian berdecak.

"Punya temen ngga setia banget, gue baru datang mereka pada pergi. Miris amat jadi gue" gumam Drian. Dari pada disana sendirian, lagian bel masuk sebentar lagi berbunyi. Drian menyusul Alan dan Rafif.

.

.

.

Rupanya Rafif memilih untuk pergi ke kelas adiknya. Sekedar ingin memantau keadaan. Dia menebak jika Ray juga tadi kembali ke kelas, maka dari itu dia ingin mencari tahu apakah anak itu membicarakan hal tersebut atau tidak.

Kini Rafif sudah di depan pintu kelas adiknya. Dia menyuruh salah satu anak disana untuk memanggil Rasha.

"Ada apa? Bukanya gue udah bilang ngga usah kesini kalo ngga ada hal yang penting" ucap Rasha setelah sampai di hadapan Rafif.

Rafif tertawa kecil dan mengacak-acak rambut adik kesayangannya itu.

"Ish! Tuh kan jadi berantakan!" pekik Rasha. Kakaknya memang jahil jika sudah bersama dengannya. Dan dia tidak perduli entah itu di rumah atau dimana pun pasti selalu menganggu dirinya.

"Kakak juga udah bilang, kalo bicara sama kakak tuh pake aku-kamu jangan lo-gue"

"Ya elah ribet amat. Sejak kapan juga jadi alay kaya gitu. Ngga biasanya banget!"

"Iya dong harus. Alay katamu? Sembarangan!"

"Btw, bagi kakak mau kamu rambutnya berantakan kek, engga kek, intinya kamu tetep cantik" ucap Rafif dengan nada meledek. Dia tersenyum dan menatap Rasha. Tangan kananya merapikan rambut adiknya.

"Kakak kesini mau apaa? Rasha mau ke dalem, kakak ganggu Rasha lagi dengerin musik aja!" kesal Rasha pada kakaknya.

Rafif terkekeh kecil dan mencubit pipi Rasha.

"Adik kakak lucu banget tau nggak" ucap Rafif. Rasha berdecak. Gadis itu berkacak pinggang dan menatap tajam kearah kakaknya.

"Kakak jangan main-main. Kalo ngga ada hal yang penting Rasha ke masuk ke kelas lagi!"

"Kakak kesini tuh pengin liat adik kakak aja. Itu kan juga penting bagi kakak"

"Kurang kerjaan tau ngga sih!" sungut Rasha. Bagaimana bisa kakaknya kesini cuma seperti itu saja. Membuang detik-detik berharganya saja. Gadis itu mencebik.

"Udahlah! kakak udah liat Rasha kan sekarang. Rasha mau ke dalem lagi!" Kesal Rasha dan langsung masuk ke dalam kelasnya meninggalkan Rafif yang masih berdiri di sana.

Rafif tersenyum kecil. Adiknya telah masuk lagi ke dalam kelasnya. Rupanya tidak ada sesuatu yang terjadi. Ray sepertinya tidak memberitahu hal itu pada adiknya. Rafif menghela nafas lega. Anak itu kemudian juga kembali ke kelasnya sendiri. Lagi lupa bel juga sudah berbunyi.

Sesampainya dia di kelas, dia di sambut oleh kedua kedua sahabatnya. Siapa lagi kalo bukan Alan dan Drian.

"Gue cariin lo tau nggak. Habis dari mana?" Tanya Alan to the point.

"Gue ke kelasnya Rasha tadi" jawab Rafif seadanya.

"Kok lo ngga bilang gue?? Padahal gue juga pengin ketemu Rasha. Kangen banget gue sama dia" sambung Drian.

"Lo kalo mau ketemu Rasha, langkahin gue dulu" desis Rafif.

"Anjay" gumam Drian.

"Udah-udah, sekarang mending duduk. Pak Tito udah dateng tuh" lerai Alan. Rafif segera duduk di samping Alan karena memang mereka berdua duduk bersama. Sedangkan Drian dia duduk dengan yang lain. Pak Tito pun mulai mengabsen satu- persatu anak didiknya sebelum memulai pelajaran.



To be continued

ADIKKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang