1

31 3 0
                                    

"Apa? PHK?"

"Sayang, ini tidak akan mengubah apapun. Aku akan cari pekerjaan baru."

"Itu jika kau bisa segera mendapatkannya! Hah ... Mau jadi apa masa depan kita ini."

"Bukankah kita punya simpanan?"

"Kau tanyakan itu? Itupun aku yang memutar otak mengaturnya, itu tidak mudah untuk memenuhi kebutuhan kita seluruhnya."

Tidak mudah menghadapi seorang istri yang rasional, tidak mengidahkan nasib, baginya bekerja dan berusaha adalah yang paling nyata. Roda hidup? Ia menolak menyamakan diri seperti hamster yang berlari dalam roda yang berputar.

"Sudah kukatakan sejak awal, kurangi mengandalkan hati! Gunakan otak dan cara pandang yang lurus, dimana hanya ada satu tujuan yaitu menang!"

Benar, hati itu terlalu mudah mengasihani dan terkadang buta untuk melihat muka dua. Annete selalu menekankan faham itu pada suaminya, Grape.

"Sudahlah, ada baiknya kita berpikir jernih."

"Kau benar. Tapi apakah kau baru akan membakar kepalamu disaat sudah terdesak?"

Grape bukan pria bodoh, ia hanya terlalu baik sampai lugu. Ia menyetujui kalimat-kalimat Annete yang memang benar adanya, tapi ia tidak sampai hati bila harus menjadi orang licik yang mengejar keuntungan semata. Grape senang bersahabat dengan orang-orang, ia selalu yakin bahwa kebaikan akan terbalas kebaikan bila saatnya tiba.

"Kuharap kau segera sadar, aku ada pemotretan sore ini jadi kau jemput Jessie, ia sedang belajar kelompok. Aku akan kirim alamatnya."

Dan begitu saja, Grape seperti seekor anjing di mata istrinya. Menjadi pesuruh yang harus memenuhi segala kehendak Annete. Tapi Grape tidak pernah memandang dirinya menjijikkan, cintanya tidak berkurang dan ia selalu menjalani semuanya dengan ikhlas.

******

"Ayah, itu kau?"

Seorang anak berlari menyebrang jalan, memburu ayahnya yang sudah melebarkan tangan.

"Aku sungguh terkejut kau yang menjemputku."

"Apa ayah kurang baik?"

"Tidak, kau ayah terbaik. Aku hanya terlalu senang."

"Ayah juga senang, mari pulang bersama? Sebelum itu, ayo beli es krim!"

"Yeay! Ayah the best!"

Sudut pandang Grape akan dunia adalah keindahannya, keragaman budaya dan manusianya, tapi yang paling indah adalah tawa putri semata wayangnya. Bagai mentari pagi dan umpama bulan purnama, senyum Jessie adalah penyemangat bagi ayah sepertinya.

"Esok ayah akan mengantarmu sekolah."

"Sungguh?"

"Tentu!"

"Sepertinya aku akan bermimpi indah malam ini!"

Grape tersenyum, hatinya selalu tersentuh acap kali ia mengobrol dengan putrinya.

"Pergilah tidur, semoga mimpi indah! Cup!"  Satu kecupan selamat tidur mendarat di kening Jessie.

Grape puas menemani anaknya. Jessie tertawa gembira mendengar lelucon yang ia buat, anak itu bahkan pandai melempar teka-teki jenaka. Waktu yang biasanya ia lewatkan untuk bekerja ternyata adalah masa yang paling indah.

Jarum jam menunjukkan angka sepuluh, angin malam mulai terasa sangat dingin menembus lubang pori. Untuk kesekian kalinya gawai diletakan kembali di atas nakas, detik berikutnya ponsel pintar itu kembali diangkat. Meng-klik nomor yang sama dengan harapan kali ini panggilannya bekerja, tapi nihil, hasilnya masih sama. Tak  terjawab.

Netra menangkap jarum jam melewati angka sebelas. Panik tentunya, perasaan cemas akan terjadi sesuatu pada Annete. Jari-jari lentiknya meng-klik nomor lain.

Tuuut ... Tuuut!

Tersambung!

"Halo," suara serak seseorang di sebrang.

"Anu, ini aku, Grape. Apa kau tahu di mana Annete sekarang?"

"Oh, Grape! Maaf, tapi aku sakit hari ini, aku tidak tahu dia di mana. Biar kubantu bertanya pada yang lain?"

"Tidak perlu, aku tak mau merepotkanmu. Istirahatlah, maaf mengganggu!"

"O-oh, baiklah."

Tut!

Grape ingin keluar mencari istrinya meski harus mengelilingi kota, tapi ia juga mengkhawatirkan Jessie yang tertidur dan sendirian. Keduanya adalah wanita, dalam kondisi ini sangat sulit baginya memprioritaskan salah satu.

Pria anggur itu berjalan lunglai memasuki kamar putrinya, melihat wajah menenangkan Jessie membuatnya lebih tidak kuasa untuk pergi. Meski sudah dipastikan keadaan rumah aman, namun kejahatan bisa menyelinap di mana saja.

Dikecupnya kening sang anak, ia tetap di sana hingga kantuk menerobos pertahanan yang membuatnya tertidur di samping Jessie.

******

Tut!

"Haa ...."

"Ada apa dengan ha-mu itu, siapa yang menelepon?"

"Suami Annete."

"Pria tampan yang waktu itu?"

"Aih! Beruntung sekali Annete bersuami pria baik sepertinya, tapi ia malah menyia-nyiakannya. Kasihan Grape."

"Apa maksudmu?"

________

Bersambung.

Mr. FiremanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang