24

2 0 0
                                    

"Uh, dia di sini!" Joey membasuh wajahnya berulang kali dan sedikit mematut diri di cermin. Rambutnya harus bersih dan rapi!

Ia keluar dari kamar mandi, melihat sekeliling ruang apartemennya berantakan dan berdebu. Ia bergegas membereskan sebisanya.

"Ah! Tunggu sebentar lagi!" teriak Joey. Setelah dirasa cukup rapi ia lekas membukakan pintu untuk mempersilahkan Grape masuk.

Hari ini Joey pulang dari Rumah Sakit, sesuai janji ia dijemput oleh Grape. Namun karena kedatangan Grape sangat spesial di rumahnya, Joey tak lekas mempersilahkan pria kecil itu masuk melainkan ia mempersiapkan rumahnya terlebih dahulu. Meski terpincang-pincang karena luka dikakinya masih sedikit basah.

Grape yang membawa tas berisi pakaian kotor Joey segera mencari kamar mandi untuk meletakkan baju-baju bau itu.

"Sudahlah tak apa, akan kucuci nanti. Kamari, akan kubuatkan kopi," ajak Joey mencoba seramah mungkin.

Sementara Joey menyeduh kopi, Grape hanya duduk di sofa sembari memperhatikan sekeliling ruangan. Kamar apartemen dengan luas 6x3 ini cukup untuk ditinggali satu orang. Mencakup ruang tamu yang berdampingan dengan kamar tidur, dapur dan kamar mandi. Serta balkon yang dapat diakses lurus dari ruang tamu dan kamar tidur. Dinding pemisah ruang tamu pun hanya sepinggang orang dewasa, sehingga penampakan taman mawar di balkon Joey dapat terlihat dari tempat Grape duduk.

"Ini, minumlah." Secangkir kopi panas dihidangkan. Joey kembali berjalan menuju balkon setelah meletakkan kopi tersebut di meja.

Pintu kaca digeser, jelas udara musim semi menyusup ke dalam ruangan. Dengan cepat menyebar ke seisi rumah.

Ditinggalkan lebih dari satu minggu, tanaman mawar Joey sebagian mulai layu. "Ayoyoy!" Joey bergegas mengambil gembor kecil untuk menyiram juga memberikan vitamin untuk tanamannya.

Tak lupa pria rambut merah tersebut juga membersihkan rumput liar pada pot bunganya serta menggemburkan tanahnya. 

Joey kembali dan duduk tak jauh dari Grape. "Kau suka?" tanyanya kemudian. Yang ditanya hanya menatap polos. Grape sedang memperhatikan tanaman mawar sambil menggenggam cangkir kopinya. Jadi apa yang dimaksud suka Joey, bunga atau kopi?

Joey menyadari pertanyaan membingungkannya yang tiba-tiba. "Maksudku kopi. Apa terlalu manis?"

"A–cukup."

Suasana kembali canggung. Keduanya tak serta merta berbincang layaknya sekawan. Mungkin jika Grape pendendam, mereka berdua ini bisa jadi musuh sekarang.

Untungnya sifat buruk itu tak ada dalam diri Grape. Alih-alih menyulam kebencian, ia justru berusaha mengikhlaskan keterlibatan Joey dalam kehancuran rumah tangganya. Mau bagaimanapun mereka adalah korban drama yang dibuat Annette. Joey tak mengetahui apapun. Pikir Grape.

Tapi andai saja Grape tahu rakusnya Joey lebih liar dari keserakahan Annette. Hubungannya dengan istri dari Grape selama dua tahun tak membuatnya butuh waktu lama untuk menyuarakan cinta pada yang lainnya. Padahal sebelumnya ia yakin bahwa cintanya dengan Annette adalah yang terakhir, tapi kini ia sudah kembali jatuh cinta pada seorang pria, suami dari mantan pacarnya itu.

Berbeda dengan mata jernih Grape yang mengagumi pemandangan pepohonan di balik taman mawar kecil di depannya. Joey justru sibuk meneliti setiap garis di wajah Grape. Tak satupun dari wajah itu menyimpan cacat.

Entah dari mana cinta itu muncul padahal tak pernah sedikitpun dalam 30 tahun hidupnya pernah terbesit untuk mengagumi sesama pria. Tapi apakah Joey peduli hal itu? Baginya meski tanaman mawar yang ia rawat termotivasi dari keindahan Grape, tapi mereka tak cukup untuk menandingi kecantikannya.

"Beautiful ..." gumam Joey, tanpa ia sadari suaranya membuat Grape menoleh dan memergoki tingkahnya. "A–anu. Maksudku, bunga, ya, bunga! Apa bunganya bagus?"

Grape tak menjawab, ia kembali memandangi bunga-bunga itu.

"Apa kabar Jessie?"

"Baik," Grape berhenti sejenak untuk menyeruput kopinya. "Sebentar lagi dia naik kelas."

Ada kesunyian dalam kalimat itu. Grape sedang kebingungan, bagaimana cara agar ia bisa mengisi ruang kosong yang ditinggalkan Annette agar tahun kenaikan kelas untuk putrinya sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Belum lagi hatinya harus siap dengan sidang perceraian yang sudah di depan mata.

Grape sungguh tak ingin Jessie berkecil hati dan ikut tenggelam pada perpisahan kedua orang tuanya.

Setetes air mata jatuh tanpa disadari. Grape mengusapnya setelah sadar pipinya terasa gatal karena tetesan air tersebut.

Cangkir diletakan pada tempat sebelumnya di mana kulacino hampir jelas melingkar di meja karena uap panasnya. Grape bangkit dan berpamitan. Memang tak ada yang bisa dibicarakan dengan orang asing yang tak sengaja ia kenal dan masuk terlalu jauh dalam hidupnya.

"Kau yakin tahu jalan pulang?"

"Hanya ada satu arah di sini."

"Tapi ada banyak jalan kecil yang menuju hutan."

Grape hanya menatap malas mata Joey.

"Oh, okay. Hanya ada satu jalan yang menuju tepat ke kota. Yah, aku tidak perlu mengantarmu. Ha, haha." Joey mengusap tengkuknya. "Terimakasih."

"Mm. Untuk kopinya ... Sedikit pahit."

Grape pergi diiringi tatapan Joey, ia tak berpaling sampai mobil Grape benar-benar tidak terlihat lagi.

Itu cukup mengejutkan, melihat air mata menetes dengan mudahnya seolah tetesan getir itu sudah sangat hafal jalannya. Joey cukup syok, ia tak tahu sedalam itu luka yang telah ditinggalkan Annette dari perselingkuhannya dengan dirinya.

Pria pemadam itu kembali masuk ke rumah, duduk di sofa tepat di mana Grape duduk sebelumnya. Diraihnya cangkir kopi bekas Grape, ia ingat dengan jelas di bagian mana bibir tipis Grape menempel pada cangkir. Menyesap sisa kopinya tepat pada tempat di mana Grape menyeruputnya.

"Rasanya sedikit terlalu pahit, tapi cangkirnya manis." gumamnya.

Joey pasti sudah gila. Ia benar-benar bertingkah seperti orang mesum.

___________

Bersambung

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 08, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mr. FiremanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang