10

5 1 0
                                    

Selaksa peristiwa tinggalkan luka, kilatan cahaya ayunan belati menggores hati. Lebih dalam, lebih dalam, lebih dalam lagi sampai mati.

Grape menyesap kopi yang sudah dingin. Waktu menunjukkan pukul 2 dini hari, namun kantuk tak jua menghampiri. Ia hanya melamun kosong menikmati udara dingin.

Badannya sudah bersih tapi baunya masih tercium. Bau amis dari air sisa mencuci ikan yang Annete siramkan padanya. Sikap yang tidak pernah ia lihat sebelumnya, Grape langsung peka jika ia dijadikan pelampiasan kekesalan semata.

~~~~~~

Pena
Mencoret tinta
Garis-garis tanpa makna
Selaras tarian jari tangan

Badai api menyelimuti diri
Mengepul asap di langit
Menari-nari
Benci

Duka
Air mata
Membasahi setiap doa
Bersimpuh dalam putus asa

Bawalah sukmaku jauh di angkasa
Biarku tinggalkan lara
Sakit teriris
Hati

~~~~~~~

Kulacino melukis garis sebesar kaki gelas, secangkir beer dingin pencipta bekas basah di meja. Seorang pelanggan meneguk habis minuman tersebut seolah tidak ada rongga mulut, tak sabaran padahal dalam waktu yang lama ia mengabaikan pesanannya.

"Yo, sweetie!"

"Kubilang untuk menghentikan panggilan itu!"

"A-aha, ... Maafkan aku soal itu, ia semacam panggilan sayang."

"Disgusting!"

Kata yang tidak pernah keluar dari mulut Grape selama mereka berteman kini terlontar begitu saja untuk dirinya, Sam sangat kesal mendengarnya ia berjalan memutari meja bartender lalu meracik minuman.

"Anu, tuan!"

Prang!

Sam menggebrak meja dengan gelas minuman racikannya yang usai kosong diteguk sekali. Bartender dan beberapa pengunjung dekat meja terperanjat mendengarnya seperti sekumpulan anjing penjaga rumah yang kedatangan pencuri.

Grape beringsut melingkar di kursinya. "Maaf, Sam! Aku tidak sengaja, hhe ...."

Lucunya ekspresi Grape membuat Sam gemas dalam sekejap, moodnya berganti secepat kilat. Kucing Persia putih menggemaskan! Boleh kubawa pulang?

"Apa yang membuatmu melamun berjam-jam?"

"Kalau kau ada di sini, kenapa tidak menghampiriku?"

"Gadis-gadis di sana menahanku."

Grape kembali pada gelasnya, ia meneguk gelas kosong. Sam yang duduk disampingnya mengernyit melihat kelakuan kaku sahabatnya.

"Mau pesan lagi? Akan ku traktir!"

"Tidak perlu, terimakasih!"

Suasananya mudah ditebak, sunyi ditengah bising dentuman musik dan riuh pengunjung bar. Seolah tidak ada yang dapat mengusik kegundahan hati Grape. Pria disampingnya menghela nafas Grape mendengar, suara bising di sekitarnya juga dapat ia dengar tapi otaknya abai tidak memproses suara yang masuk ke telinga.

Sam menepuk punggung Grape, mengusap perlahan agar punggung mungil itu menghangat. "Kau terlalu baik."

"Aku hanya berusaha setia."

"Dengan menyiksa dirimu sendiri?"

"... Jessie butuh ibunya."

"Ia juga butuh ayahnya."

"Aku akan melakukan yang terbaik untuk putriku!" Nada bicara Grape meninggi.

"Kau tidak faham!" Sam menepuk punggung Grape sekali lagi lalu pergi meninggalkannya.

________

Otak tak jua memproses apa yang terjadi, dari dentuman musik dan suara hilir mudik kendaraan di jalan kini suara desah yang tidak asing di telinganya.

Sesuatu terasa mengalir sekencang air terjun yang memburu ujung yang berbeda-beda melewati pembuluh darah, mendesak menggempur otak. Sakit, rasanya sangat sakit sekali, dada mati rasa dibuatnya.

Lengan terangkat mengikuti emosi, hendak mendobrak pintu yang mencoba menutupi perbuatan dosa. Apa yang kira-kira terjadi setelahnya? Akankah orang di dalam menyesali perbuatannya? Bagaimana ekspresi Annete nanti? Akankah ia terkejut, sedih, menyesal atau mungkin senang? Grape menahan pergerakannya sekuat tenaga, ia tersungkur tak bertenaga di depan kamarnya sendiri dengan orang lain yang bersenang-senang di dalam, dengan istrinya.

Suara-suara mesum masuk bergantian ke telinga, tanpa permisi menabuh gendang di dalamnya. Rasanya ingin pecah! Grape akhirnya berjalan lunglai menuju kamar tidur putrinya usai menghilangkan jejaknya di rumah. Ia hanya ingin sendiri tanpa diketahui, ia ingin menentukan keputusan tanpa gangguan.

Bentang cakrawala mulai menunjukkan sinar oranye keemasan di sudut barat. Grape menghela nafas untuk kesekian kalinya, pesona arunika tak mampu menggoda hasratnya. Ia terpuruk, dingin dan sunyi, hatinya mendung dan hujan padahal cahaya mentari pagi terasa hangat.

Langkah menyusuri ruangan, menapaki tiap sudut yang pernah dipenuhi tawa dan suka cita. Dulu, tiap sisi pada rumahnya bak taman Sakura yang senantiasa memekarkan kelopak merah muda yang indah serta baunya yang khas. Bunga masih mekar, rupanya pun cantik tapi bukan Sakura yang merah muda melainkan bunga Lycoris radiata dengan warna merah menyala.

Istana yang ia bangun dengan istimewa untuk sang istri kini tak lain hanya bangunan mati yang sunyi. Grape memasuki kamarnya, tercium bau amis tak sedap dari tissue yang berserakan. Grape menghirup aroma kamarnya dalam-dalam, bau yang menjijikkan memadati rongga hidung, ia terbatuk saat dadanya mulai terasa sesak. Langkahnya mendekati cermin, nampak wajah kacau dengan mata yang sembab terpantul.

Grape dapat menutup matanya selama ini tapi sekarang wanitanya membawa pria lain pada rumah yang menjadi saksi cinta mereka selama belasan tahun. Apakah ia harus menutup mata kali ini? Atau membiarkan telinganya mendengar desahan manja Annete yang bukan untuknya begitu saja?

Pria malang itu kembali tersungkur, kepalanya berdenyut, jantungnya berdetak kencang, pandangan mulai kabur. Dalam kondisi yang mengenaskan itu siapapun akan berharap kehilangan kesadaran, tapi Grape tak jua pingsan, ia terpaksa menikmati kepedihan yang menyiksa itu.

___________

Bersambung

_________

Mr. FiremanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang