20

6 1 0
                                    

Semilir angin menerpa helaian rambut, membuatnya melambai-lambai searah bayu berhembus. Rembulan mengintip malu-malu di balik awan, meski hampir sebulat purnama nampaknya masih ragu menyapa insan yang tengah berduka di ambang jendela yang terbuka.

Melihat betapa pilunya keadaan sang sahabat, hati tak kuat ikut merasakan kegundahan. Pintu kembali ditutup dengan pelan, Sam kembali memasuki kamar Jessie. Joey benar, sesuai ceritanya, bahwa Grape tak hentinya menyebut nama Annete pada Jessie.

"Jessie, mau paman bacakan cerita sebelum tidur?"

Gadis itu melirik pintu, lalu ia menaiki ranjangnya bersiap tidur sebagai tanda bahwa ia setuju.

"Mau cerita apa?"

Jessie menggeleng. "Paman bisa cerita apa?"

Sam duduk di meja belajar Jessie yang berada di samping ranjang tidurnya. Ia memijat pelipisnya, benar juga ia tidak tahu cerita anak-anak. Maksudnya, dia biasanya menceritakan hal kotor dengan teman-temannya, Grape akan membunuhnya jika Jessie tersesat. "Paman lupa, tapi paman juga suka cerita sebelum tidur saat kecil dulu. Seriusan deh!"

"Paman bisa bernyanyi? Ibu sering bernyanyi sebelum tidur dan ayah yang bermain gitar."

Sam tersenyum lebar, itu adalah keahliannya. "Kamu tahu lagu 'Sweet Child O' Mine?" —anak sekarang mana tahu lagu itu, batinnya.

"Tahu! Ayah sering menyanyikannya saat ngopi sore bareng ibu."

Sam celingukan, mencoba mengalihkan perhatian atas keangkuhannya. Ia seorang bintang rock—setidaknya terkenal di satu kota itu, tapi jika Grape mau menggebuk drum untuk bandnya pria itu akan seketika jadi idola dan mungkin Sam sebagai leader lebih leluasa mengekpresikan band untuk melaju lebih jauh. Lama sudah masa itu, saat-saat jiwanya bergelora dalam bermusik, ke sana ke mari mengikuti berbagai event, manggung di mana saja termasuk ulang tahun anak kecil yang orang tuanya pelit, tapi itu menyenangkan, membuat lagu yang kacau dengan video musik seadanya garapan gudang sang ayah. Masa-masa itu selalu dikenang, sampai setelah Grape keluar karena Annete, mengenang masa mudanya hati kian kosong, kini ia sudah menginjak kepala tiga, teman-temannya sudah menikah sedangkan ia masih berharap bandnya bisa bangkit lagi.

"Jadi ... Paman Sam, apa kau mau bernyanyi? Ayah bilang suaramu bagus-"

"Oya?" Sam memotong, "apa lagi yang dikatakannya? Apa dia bilang ingin kembali bermain di band?"

"Apa ayah pernah punya band?"

Sudahlah lupakan, orang itu bahkan tidak mengenang masanya sama sekali! Sam menyerah untuk memikirkannya, apa perlu dia egois untuk hal yang sudah tidak mungkin? Pria yang konsisten dengan gaya punk-nya itu berjalan ke sudut pintu, terdapat gitar di sana, ia lalu mendekat ke kasur Jessie, menyetel senar sebentar lalu perlahan mulai bernyanyi.

"She's got a smile that it seems to me
Reminds me of childhood memories
Where everything was as fresh as the bright blue sky
Now and then when I see her face
She takes me away to that special place
And if I stare too long, I'd brobably break down and cry

Woa, oh, oh
Sweet child o' mine ..." (Guns N' Roses)

Satu lagu dilantunkan, Jessie terperangah dibuatnya. Bukan main suara Sam sangat bagus, suaranya cukup unik tapi merdu, vocalnya terlatih sempurna, tidak heran, ia hampir sepanjang waktu bernyanyi dan mengoreksi suaranya sendiri.

"Itu tidak membuatmu tidur?"

"Suara paman bagus!" Bisik Jessie dibalik selimut.

"Tentu saja. Hei, apa kau mau jadi pengantinku saat besar nanti?"

"Tidak! Ayah bilang tidak boleh percaya pada paman jelek, katanya akan diculik."

"Apa? Grape mengatakan itu?"

"Hehe, tidak! Aku becanda."

"Jessie, dengar! Baik buruknya seseorang tidak dilihat dari penampilannya tapi hatinya."

"Bagaimana kita melihat hati?"

Jleb! Menusuk tepat pada ulu hati. Sebagai orang dewasa Sam sendiri selalu ditipu, sering salah menilai seseorang, bahkan acap kali dikhianati bahkan oleh seseorang yang tidak mungkin melukainya. Pada akhirnya hati manusia itu misteri, tidak dapat diselami tidak bisa digali.

"Eh? Sebaiknya kita berhati-hati tapi jangan sampai kita memilah-milah teman hanya karena wajahnya tidak cukup tampan atau cantik. Mengerti?"

"Baik, pak!"

"Kau tahu paman ini sangat tampan."

"Paman bernyanyilah lagi."

Sam memajukan bibirnya yang membuat Jessie tertawa terbahak-bahak. Sam kemudian menyanyikan lagu dari sebuah band rock asal Jepang berjudul 'Wherever You Are'.

Di kamar sebelah, Grape masih memeluk lutut sampai Sam datang menghampirinya. Pria itu menyodorkan sekaleng bir padanya, dalam kamar yang hanya disinari cahaya bulan itu Grape hampir tidak mengenali wajah sahabatnya sendiri.

"Musim semi sudah tiba, kau yakin tidak ingin memekarkan bunga?"

"Dingin," jawab Grape dengan suara seraknya.

Ini sudah empat bulan, sidang perceraian sudah di depan mata, apa Grape masih sebegitu berduka? Sam tidak habis pikir, Annete menendangnya seperti seekor anjing, untuk apa dia meratapinya terus-menerus?

"Sudahlah lupakan Annete, dia tidak pantas untuk diratapi!"

"Bagaimana denganmu, kau masih berharap pada bandmu? Kau juga masih terjebak di masa lalu." Jawaban Grape jelas membuat Sam naik pitam, ia sendiri merasa bersalah mengatakannya.

Sam meneguk habis sekaleng birnya. "Kau jadi begitu menyebalkan! Keras kepala!" Setelah mengatakannya Sam berlalu dan langsung tertidur di sofa ruang tamu, meninggalkan Grape yang tersungkur dengan hidung berdarah akibat pukulannya. Ia tidak bisa mengontrol emosi, tapi Sam tidak tega meninggalkan Jessie dengan Grape saat ini.

___________

Bersambung.

Mr. FiremanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang