4

7 0 0
                                    

1 Tahun Kemudian~

"Ila! Ayoloh, udah siap belum? Awas pesawatnya keburu berangkat, nanti Ila ketinggalan lagi." Ucap seorang wanita paruh baya pada gadis kecilnya.

Disana berkumpul pasangan paruh baya, serta seorang pria dan wanita yang sedang menggendong anak. Mereka semua terlihat menunggu seseorang sambil memanaskan sebuah mobil.

"Iyaa Umma, ini Ila habis nyari Qoqo barusan hilang."

Ucap gadis itu sambil memegang boneka anak ayam kecil di tangan kirinya.

"Utii.. Uti duduk di depan ya Qolby."  kata seorang pria.

"Kak Bintang nih tidak bisa ya tidak nempel terus sama kak Uti? Kak Uti duduk sama Ila di belakang, Kak Bintang sama Abah di depan. Ila kan mau pergi ke negara yang beda sama Kak Uti." Ucap gadis bernama Ila, sambil memutar kedua matanya malas. Toy, letoy! Dasar Kak Letoy.

Bintang menghela napas kasar. Lagi, lagi..

"Assalamu'alaikum, Iya Syeikh?"

"..."

"Ana bi kheyr, kaif haluk? Saya sedang dalam perjalanan menuju bandara, Syeikh."

"..."

"Na'am, Syeikh."

Ila's Point of View

"Siapa, bah?" tanyaku sembari melihat Abah. "Syeikh Ahmed." Jawab Abah. Aku melirik Umma yang sedang bermain dengan keponakan kecilku, anak dari Kak Uti di sampingku.

Pikiranku melayang ke satu tahun yang lalu.

"Tidak dapat?" tanya Nisa.

"Tidak! Huaa, padahal aku sangat ingin ke Dubai, Nis! Tapi kenapa berkasku tak diterima?" Ucapku sedih, kecewa. Itu yang kurasakan, aku sudah banyak berharap bahwa suatu saat nanti aku dapat kesana.

"Sudahlah, mungkin belum rezeki. Allah kan sebaik-baik perencana. Mungkin memang sekarang ini kamu tidak dapat, tapi siapa tahu pemilihan berkas beberapa bulan lagi kamu akan mendapatkannya, Qaila."

"Astaghfirullahal adzim, Nisa benar. Huhuhu, sini peluk." Aku mengajak Nisa berpelukan. Nisa benar-benar teman baiknya. Beruntung sekali, aku dipertemukan dengan Nisa.

✨✨✨

"Abah.. Ila tidak dapat." Ucapku lesu sembari menghampiri kedua orang tuaku yang sedang bersantai di ruang tamu.

Abah dan Umma saling melirik, kemudian Abah berdehem kecil kemudian mengucapkan, "Nak, jangan sedih seperti itu, Ila kan masih bisa mencoba lagi beberapa bulan kedepannya. Allah tau nak yang terbaik bagimu."

"Qaila, jujur Umma dan Abah tidak ingin berpisah dengan kamu. Ila masih kecil, Umma jadi khawatir kalau Ila pergi sendiri tanpa pendamping, Nak."

"Hmm.. Umma."

"Abah hubungi kawan Abah disana ya, nama beliau Syeikh Ahmed. Ila, Abah titipkan disana bersama putri-putrinya beliau. Jadi, jika nanti Ila diterima di Universitas itu, Ila bisa langsung ke sana."

"Banyak ya bah putrinya?"

"Iya, ada tujuh. Lima sudah menikah, 2 sedang proses." Ucap Abah nyengir sembari jari-jarinya menunjukkan angka dua.

MUSAFIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang