Author's Point of View
Matthew terkejut mendengar teriakan Ila. Dengan cepat ia melepaskan pelukannya dan mencubit bibir Ila dengan jari jemarinya. “Kau kenapa, Istriku?”, Matthew menekankan kata ‘istriku’ bertujuan agar Ila sadar dengan status nya saat ini.
“Sa-saya masih belum siap. Ini terlalu mendadak. Mental saya agak sedikit terguncang.”, Ila terbata-bata mengucapkan kata kata tersebut. Hatinya sungguh terasa sesak. Apa karena ia masih belum dapat berpikir secara dewasa? Hm, Ila merasakan matanya yang berlinang.
Kenapa jadi melankolis seperti ini sih? Ila merupakan anak perempuan yang manja, terutama terhadap Abahnya. Ia jadi bingung harus bersikap seperti apa agar menjadi istri yang baik. Duh, dirinya jadi overthinking. Ini dia benar-benar sudah menjadi seorang istri woi.
Matthew tertawa sedikit terbahak melihat raut wajah Ila yang lucu.
‘Kenapa mendadak formal? Haha’ , batin Matthew geli.
Matthew sadar bahwa mungkin kedepannya ini tidak akan mudah. Ia dan Ila sama sama masih muda. Namun, sebab Matthew tenang adalah karena ia sungguh telah pasrah dengan apa yang Allah tuliskan terhadapnya. Daripada ia pusing memikirkan masa depan yang mana itu adalah urusan Allah. Lebih baik Matthew berproses dengan sebaik-baik mungkin mulai saat ini. Kedepannya, Matthew pasrahkan pada Allah.
“Qaila-Ku.”
Alamak, mau nangis jadi tidak jadi karena Ila tiba-tiba salah tingkah di panggil demikian oleh Matthew. Labil benar!
Baiklah, yang Ila lakukan hanya mengangguk saja.
“Hey, lihat mataku, milikku. Ada yang ingin aku sampaikan padamu.”
Allahu Akbar! Sungguh Ila baru tahu Matthew adalah orang yang bermulut manis. Bagaimana tidak, semenjak bertemu dengan Matthew, dia terlihat dingin dan memiliki mode senggol-tawuran, yok! Eh, ternyata ini salah satu kepribadiannya.
Matthew tahu pikiran istrinya mungkin sedang berkecamuk. Huft!
“Kita jalani hidup ini dengan Bismillah, ya? Lillahi Ta'ala, ya? Ila, ingin kan? Ingin kan kita masuk surga bersama sama? Bersama Umma dan Abah dan semua orang terdekat kita. Aku tahu ini tidak mudah bagi Ila. Aku adalah orang asing yang belum tahu Ila secara spesifik, begitu juga sebaliknya. Namun, tidaklah pertemuan dan hubungan ini terjadi secara tidak sengaja atau kebetulan, Sayang. Namun, semua ini karena tertulis. Tertulis di Lauh Mahfudz. Ila-Ku, ajari aku menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya. Tegur dan nasehati aku jika aku salah di kemudian hari. Begitu pula aku akan melakukan hal yang sama terhadap mu. Mari kita saling menguatkan untuk apapun yang terjadi di masa depan, ya? Aku harap, kamu menjadikan aku rumahmu, karena kamu telah menjadi dunia ku tepat setelah kalimat Qabul ku nyatakan.”, Matthew berucap dengan sungguh-sungguh.
Air mata Ila sungguh tidak bisa ditahan lagi. Ila sebenarnya tidak ingin menangis, ia tidak ingin dianggap cengeng dan di cap sebagai istri yang buruk. Namun, perkataan Theo barusan- Ekhem, maksudnya, perkataan suami nya barusan, sungguh sangat menyentuh hati Ila.
Alhamdulillah, Ila menjadi sedikit lebih tenang. Tak hentinya Ila mengucap syukur di dalam hati.
Ila menggangguk dan dengan serak Ila membalas, “Iya, Ila mau. Ajari dan bimbing Ila juga. Sifat Ila benar-benar masih kalang kabut. Maaf, Theo. Maaf, Ila sering menangis. Kedepannya Ila akan berusaha menjadi istri yang baik!”
“Haha, ada ada saja! Memang kalau menangis itu bertanda bahwa seseorang tersebut buruk? Tentu tidak, Qaila! Aku suka melihatmu apa ada nya. Tidak apa apa, perlahan, ubahlah dirimu menjadi lebih baik, namun tolong cintai juga dirimu sendiri, lakukan segalanya sebagai Ila. Aku pun berusaha untuk berubah menjadi pribadi yang baik kedepannya, Sayang.”, Ujar Matthew sambil mengelap air mata dan ingus lucu Ila yang sedikit keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUSAFIR
SpiritualMatanya kemudian bertemu dengan mataku yang sedari tadi terpaku menatapnya. Purdahnya tersingkap, membuatku terkejut karena dapat melihat wajahnya. <3 Huah! Terbang ke Dubai niat belajar malah di nikahin sama Abah!