5

7 0 0
                                    

Ila's Point of View

5 hari sudah aku berada di sini. Setelah lama ku perhatikan lemari besar di pojok kamarku, aku baru sadar bahwa furniture di rumah ini besar-besar. Melihat lemarinya saja membuatku merinding. Bagaimana jika ada makhluk yang keluar dari situ? Hih!

Belum lagi kamar nya yang besar juga luas. Kalau nanti ada Jinn, Ila takut tidak bisa melarikan diri karena jarak pintu keluar kamar dengan kasurnya lumayan jauh dibandingkan kamarnya di Indonesia.

Ah, lebih baik aku siap-siap untuk hari pertamaku nanti di Universitas.

Oke, mulai saat ini aku harus lebih serius. Aku sudah dewasa, harus bisa mandiri. Apalagi Umma juga punya penyakit, aku tidak boleh membebani Umma.

Umma memiliki asma akut yang sewaktu-waktu dapat kambuh. Ia seorang guru Madrasah, Umma ku orang yang gampang menangis. Bukan berarti beliau cengeng.

Dulu Umma pernah rela-rela kehujanan dan menaiki tangga dengan terburu-buru karena ia lupa bahwa ia punya jadwal mengajar. Asma nya datang, tapi ia tersenyum lembut ke arah murid-muridnya sambil senantiasa berjalan pelan ke arah meja guru.

'Maaf ya nak, Boleh minta waktunya? Saya mau meredakan Asma saya dulu.'

Itu ucapan Umma yang sering kali beliau katakan di kelasnya. Umma orangnya penuh emosional, lembut, dan baik hati. Beliau gampang tersentuh akan sesuatu.

Tutur katanya pelan jika menasehati. Ketika ia bercerita penuh emosional, air matanya jatuh tetapi tatapannya tetap penuh kelembutan. Rasanya jika Umma sudah seperti itu, aku seperti ingin ikut menangis juga.

Drrttt...Drrttt

'Kak Bintang🦖'

"Assalamu'alaikum, kenapa kak?"

"Wa'alaikumussalam. Eh.. eh kok kayak males gitu nadanya? Baek-baek kamu sama Umma dan Abah, lagi ngapain?"

Aku menghela nafas kasar. Astaghfirullah Ya Allah, aku juga tidak tahu mengapa aku selalu kesal dengan Kak Bintang, padahal dia saat ini sedang tidak melakukan ke jahilan apapun padaku.

"Alhamdulillah, tidak malas kok, Kak. Ane lagi beres-beresin kamar sambil mau siap-siap buat persiapan kuliah nanti."

"Gitu?"

"Iya, juragan."

"Ini hati kakak mau ngomong katanya."

Aku memutar mataku malas, Ya Allah ampunilah hamba-Mu ini.

"Assalamu'alaikum, Ila sudah makan?"
Suara seorang wanita mengalun lembut. Wajahku langsung berubah ceria dan bersemangat.

"Sudah, Kak. Kak Uti lagi apa? Kahfi dimana kak?" Ucapku sambil senyum-senyum. Uh, Ila sayang banget sama Kak Uti, maaf Kak Bintang, hiks!

Kahfi adalah anak Kak Bintang dan Kak Uti. Kahfi Abqary Husayn, namanya.

"..."

"Ih, sayur kesukaan Ila itu kan, Kak. Ila pikir-"

Tok

Tok

Pintu sedikit terbuka, munculah seorang wanita muda cantik yang memakai pashmina merah.

"Udah dulu ya, Kak. Ada anu. Assalamu'alaikum!" Ucapku terburu-buru dan langsung mematikan telfon tanpa menunggu jawaban Kak Uti.

Maaf, Kak Uti. Ila kaget dan canggung gitu.

Aku mengambil Qoqo dan menggenggamnya di tanganku sembari tersenyum ke arah sang wanita muda.

"Nama enti siapa?" Duh, Masyaa Allah suaranya lembut seperti Kak Uti.

MUSAFIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang