Prolog

11.7K 172 2
                                    

Tubuh Lily masih tergolek di atas kursi dengan mata terpejam. Mulutnya ditutup oleh lakban dan tangannya diikat erat. Kondisi Lily sekarang benar-benar mengenaskan dengan luka lebam di kedua sudut bibirnya. Rambutnya berantakan.

Lily membuka matanya perlahan. Dia tersentak ketika melihat dirinya diikat di sebuah kursi dengan mulut tertutup lakban.

Lily menghentak-hentakkan kakinya ke lantai sambil menggoyangkan kursi ke kanan dan ke kiri. Usahanya tak berhasil, malah dirinya dan kursi itu yang terjatuh.

Lily menangis. Tangisannya berhenti saat seorang pria berdiri di hadapannya. Lily mendongak untuk melihat siapa pria itu.

Pria itu berjongkok dan membuka pelan lakban yang menutupi mulut Lily. "Gak usah nangis." ucapnya ketus.

"Saya tahu kamu takut," ucapnya lagi. "Di sini kami tidak ada niat jahat untukmu, Lily." sambungnya.

Tunggu, tadi dia bilang apa? 'Kami'? Memangnya mereka itu siapa. Dan bagaimana dia bisa tahu nama Lily?

Lily menggelengkan kepalanya kuat. "Lily mau pulang!" jeritnya.

Pria itu mengabaikan omongan Lily dan membuka ikatan yang mengikat tubuh gadis itu. Lalu dengan tiba-tiba dia mengangkat tubuh gadis itu dan memindahkannya ke suatu ruangan.

"Akhh! Lepas!" teriak Lily sambil memukul-mukul bahu pria itu.

"Diam atau saya jatuhkan." ancamnya.

Lily akhirnya terdiam. Dia tidak mau dijatuhkan begitu saja ke lantai hanya karena dia memberontak.

Pria itu membawa Lily layaknya membawa sekarung beras. Dia berjalan melewati lorong yang sepi dan gelap.

Lily memeluk erat tubuh pria itu. "Eung ... Lily takut." ucapnya.

"Sebentar lagi sampai Nona."

Dan benar saja. Pria itu berhenti di sebuah ruangan. Di pintu ruangan tersebut tertulis nama 'DEVANO'.

Pria itu membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu dan mendudukkan Lily di atas kasur yang empuk. Lily merasa lebih tenang sekarang.

"Nona lapar? Mau saya buatkan apa?" tanya pria itu.

Lily menggeleng. "Lily gak laper!" dustanya.

"Mustahil jika Nona tidak lapar. Katakan saja apa makanan yang Nona inginkan."

"Dibilangin gak laper, ya gak laper! Gak ngerti apa." Lily menggembungkan pipinya dan melipat tangannya. Bukannya tampak seram, gadis itu justru terlihat imut.

Pria itu terkikik dalam hati. Dia berusaha tetap tenang dan tetap cool. Pria itu membungkuk. "Baik Nona, kalau ada apa-apa panggil saja saya." ucapnya lalu pergi dari hadapan Lily.

Lily menggerutu. Dia menarik selimut sampai dada sampai satu suara mengagetkannya.

Plak!

Terdengar tamparan yang cukup keras. Lily tersentak. Gadis itu berjalan mendekati pintu dan membukanya. Terlihat seorang pria sedang memarahi salah satu anak buahnya.

"D-devano?" tanya Lily ragu.

Laki-laki yang dipanggil Devano menoleh. Lily mundur sekian senti saat Devano menoleh ke arahnya. Devano berjalan perlahan ke arah Lily dan membelai rambutnya.

Lily menepis tangan Devano dan menatapnya nanar.

"Jangan takut Lily." ucap Devano lembut sambil membelai pipi Lily yang lebam.

"Gak usah pegang-pegang Lily!" gertaknya.

"Akh! Lepasin!" teriak Lily ketika kedua tangan gadis itu ditahan oleh Devano.

"Sakit?" tanya Devano lembut sambil mengusap pipinya.

Kelembutan Devano membuat hati Lily menjadi luluh. Lily mengangguk ragu.

"Siapa yang nampar kamu? Jawab."

Lily menggeleng pelan. "Gak tahu," ucapnya lemah.

"Dia yang nampar kamu?" tanya Devano sembari menunjuk laki-laki yang tadi membopong Lily ke kamar.

"Bu-bukan." jawab Lily.

"Jangan takut Lily. Jujur aja. Dia yang nampar kamu?"

"Bukan Devano!" jawab Lily keras.

Devano memutar malas bola matanya dan menyuruh anak buahnya pergi. Devano juga akan beranjak dari tempat itu, namun Lily menahan tangannya.

"Dev ...." panggilnya pelan membuat Devano menoleh cepat.

"Yes baby girl?" Devano mengusap pipi Lily.

"Lily takut. Anterin Lily pulang plis." cicitnya.

Devano menghela napas dan melangkahkan kakinya menjauh dari Lily.

"Devanoo." Lily menarik dan memeluk lengan Devano.

"Ada apa?"

"Laperr."

"Tadi katanya gak laper."

"Ih itu 'kan cuma basa-basi!" Lily mencubit hidung Devano dan mengerucutkan bibirnya.

Devano mencubit pelan pipi Lily gemas. "Oke, ayo kita makan."

Saat mereka akan keluar dari lorong, tiba-tiba handphone Devano berdering.

"Wait." ucap Devano sambil mengambil handphone dari sakunya.

"Ya?"

"...."

"Apa?! Kalian gimana sih! Saya 'kan sudah bilang jangan sampai kabur! Cari lagi sampai dapat! Jangan sampai dia menemukan markas kita!" gertak Devano lalu ia mematikan handphone nya secara kasar.

Devano mengacak rambutnya frustasi. "Dev? Kamu gak apa-apa?" tanya Lily pelan.

Devano menatap Lily lalu menggigit bibir bawahnya khawatir. "Lily, kita makan barengnya nanti aja ya. Kamu makan bareng sama laki-laki yang tadi gendong kamu aja. Saya ada urusan." ucap Devano buru-buru.

Lily menatap pria yang tadi membopongnya ke suatu ruangan. Gadis itu mengerutkan kening khawatir.

"Devano!" panggil Lily.

Devano menoleh. "Take care." ucap Lily yang hanya dibalas anggukan oleh Devano.

Lily menatap pria yang ada di sisinya. "Katanya tadi gak laper." ucap pria itu.

"Ya itu 'kan tadi! Sekarang Lily laper. Makan ayookk. Laperr ihh." ucap Lily kesal.

Pria itu tersenyum tipis. "Pantes Devano suka sama dia." batinnya geli.

"Baik Nona."

- To Be Continued -

My Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang