Seventeen

1.2K 196 91
                                    

Selamat membaca.





"Jennie sudah menyiapkan sarapan untukmu. Tapi dia sekarang sedang keluar, kau makanlah dengan Jeno."

Jaehyun yang hanya mengenakan celana itu mengangguk, hendak mencium dahi Mingyu, berniat sebagai ucapan selamat pagi, tapi sang istri dengan kasar mendorong bahunya.

"Aku mual mencium aroma mu. Jangan mendekatiku."

Setelahnya Mingyu berlalu begitu saja, meninggalkan Jaehyun yang termangu. Laki laki dewasa itu menoleh ke arah Jeno yang sudah rapi dengan baju sekolahnya.

"Kau berangkat sendiri?" ujar Jaehyun setelah mendudukkan diri di kursi. Jeno menggeleng sebagai jawaban. "Tidak, Mingyu bilang dia akan mengantarkan ku. Sekaligus mengurus sesuatu."

"Oh."

"Tidak ingin berangkat bersama?"

"Tidak, terima kasih."

Jaehyun hanya tersenyum tipis. Kenapa ini seakan akan sang anak juga turut melupakan keberadaan nya? Apa Jaehyun melakukan suatu kesalahan?

"Bisa kau pulang nanti Dad? Bawa Jennie bersama mu."

"Tidak, aku ingin disini bersama Ming-"

"Bukan kah kau berkata iya, untuk berbagi denganku? Dalam tanda kurung, Mingyu tidak bercerai denganmu."

Jaehyun kalah telak. Laki laki itu memilih meminum kopi buatan Jennie, sebelum akhirnya berdiri, lalu beranjak ke kamarnya yang di gunakan semalam untuk tidur dengan Jennie.

Hatinya panas sekali, sialan.

Ceo itu sudah hendak keluar dari apartemen Mingyu, tapi justru di hentikan oleh sang pemilik apartemen sendiri. "Aku harus berbicara sesuatu denganmu."

Mingyu tampak menarik cepat pergelangan tangan Jaehyun, lalu membawanya ke parkiran, tepat di mana mobil Jaehyun berada.

"Buka, pintunya bodoh."

"Ah- oke."

Setelah pintu mobil terbuka, Mingyu lantas masuk ke dalam, di ikuti dengan Jaehyun. "Jadi mau bicara apa?"

"Tentang anak ku."

Hati Jaehyun langsung berdetak cepat setelahnya. Ada apa ini? Apa berita bagus atau buruk?

"Kau mengaku lah sebagai ayah biologis anak ini, kepada keluargamu, keluargaku, dan seluruh rekan kerjamu."

Jaehyun sudah menarik kedua sudut bibirnya lebar, tapi,

"Saat di luar semua ini. Jangan pernah berperilaku seolah olah kau ayah biologis dari anak ini. Aku mengandung anak Jeno. Bukan anakmu. Aku bertahan disini, hanya untuk anak ku dan Jeno. Bukan untukmu."

"Sekali lagi ku tekankan. Aku bertahan disini, bukan untukmu. Tapi untuk anakku dengan Jeno."

"Berperilaku sewajarnya. Aku tidak akan melarang mu, melakukan skinship denganku, jika di mata publik, tapi di luar itu, jangan menyentuh ku. Kecuali, aku menginginkan nya juga."

Mingyu menghela nafas, lalu kembali menatap manik Jaehyun yang tampak,

Tunggu tersakiti?

"Kau boleh meminta sebuah sex denganku. Karena aku berstatus istrimu. Aku wajib memenuhi kebutuhan biologis mu. Hanya saja jangan memaksaku saat aku tidak ingin."

"Ada yang tidak kau mengerti?"

"Boleh aku bertanya?" saut Jaehyun cepat. Tentu saja di balas anggukan oleh Mingyu.

"Kenapa aku tidak boleh mengakui anak yang kau kandung sebagai anakku juga? Saat di luar mata public? Bukankah aku suami mu? Aku juga berhak atas-"

"Jung Jaehyun. Bisakah kau sedikit mengalah dengan Jeno? Bisakah kau memikirkan perasaan anak mu hah? Dan bisakah kau memikirkan perasaan ku?" Mingyu yang tiba tiba menyela ucapan Jaehyun itu, sontak membuat Jaehyun menelan ludahnya sendiri.

"Aku tau, kau mungkin berfikir jika aku keterlaluan, seolah olah aku tidak menginginkan mu, kecuali di public, tapi disini Jaehyun, aku yang harus menahan semua yang kau lakukan. Kau mempersulit semua ini!"

"Menolak perceraian, melakukan sex dengan Jennie, ya aku tahu, kau mungkin memiliki sebuah nafsu, tapi tidak bisakah kau menahannya? Atau kalau perlu membawa Jennie keluar?"

"AKU SELALU TERSAKITI KARENA HUBUNGAN INI, JUNG JAEHYUN, AKU YANG SELALU TERSAKITI!"

Mingyu merasa nafasnya memburu, dengan tangan gemetar, laki laki itu menuding Jaehyun.

"Jangan pernah berharap, kehadiran mu akan akan seperti sebelumnya. Kau- kau sudah menjadi orang asing bagiku Jaehyun."

"Pernikahan kita hanya sebagai kontrak, yang ditandatangani di atas materai, jangan berharap lebih dari itu."

Mingyu keluar setelahnya, dengan wajah memerah karena menahan emosi dan tangis, sedangkan Jaehyun, laki laki itu merasa hatinya tercabik-cabik.

Terlalu melankolis memang, tapi Jaehyun sungguh merasa kehilangan separuh dirinya. Dengan frustasi, Jaehyun memukul stir mobilnya, kemudian bersimpuh tangan,

"Aku orang asing bagimu, Mingyu?"

Sebenarnya juga, Jaehyun sadar jika ada setetes air mata hangat melewati pipinya, tapi Jaehyun menolak mengakui jika dia menangis karena seorang laki laki, terlebih lagi itu adalah Mingyu."









































































Fyi. Karma untuk Jaehyun sudah berjalan 10 persen.

50komen+100vote

Fifth Columnist [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang