★Empat★

91 21 0
                                    

Kejadian Minggu pagi kala itu. Jihan dengan wajah penuh keringat menyatakan cinta pada Davin yang baru saja dia temui di kehidupan nyata. Selama ini Jihan hanya mengenal sosok Davin yang ada di social media saja. Reaksi Davin melihat wanita tak dikenal menyatakan cinta padanya hanya sebatas "Kamu siapa?" lalu berjalan begitu saja melewati Jihan yang terpaku di tempatnya.

Bagai berdiri ditengah padang pasir dengan terik matahari. Jihan seperti pasir yang terbang diterpa angin dan menghilang. Tentu, Davin tak mau peduli dengan orang yang tak dia kenal. Aneh, pikirnya. Seorang wanita muda tiba-tiba mengajak kencan dipagi hari.

Namun, Jihan bukan wanita yang mudah putus asa. Dia pikir penampilannya pagi itu sangat buruk. Baju basah, rambut lepek, dan wajah berminyak. Maka setelah tahu Davin adalah pemilik hotel, memotivasi Jihan untuk lebih memperhatikan dirinya.

Jihan mengeluarkan liptint dari saku bajunya dan dioles tipis lalu diratakan di bibirnya. Sebelum dia memulai pekerjaan hari ini, dia memposting beberapa foto selfi di instagram. Memuji dirinya sendiri dan cekikikan tidak jelas di kamar mandi.

Sementara itu. Dilantai teratas hotel. Davin menikmati pagi harinya dengan minum kopi susu dan setumpuk roti isi. Dia duduk bersandar kursi santai dipinggir kolam renang yang airnya tenang. Ponselnya memutar musik jazz kesukaan dia.

Hampir tak pernah pulang ke rumahnya, Davin lebih banyak menghabiskan waktu di hotel. Memiliki kamar khusus yang tak boleh orang lain menyentuhnya. Ayahnya pun begitu, dia memiliki kamar khusus bagi keluarga mereka di hotel itu.

"Halo Jun, nanti ayahku datang dari Paris, seperti biasa siapkan kamarnya." Davin bicara dengan Jun di telpon.

"Baik Pak." Ucap Jun dari ujung telpon.

Bisnis hotel keluarganya sangat besar. Ada di beberapa negara. Ayahnya sering berkunjung agar lebih akrab dengan karyawan dan melihat kinerja para staffnya disana. Sebenarnya ini bisnis sudah turun temurun dari kakeknya. Tak heran jika sekarang sudah sangat berkembang. Padahal dulu hanya penginapan kecil dipinggir kota.

Davin melanjutkan aktivitas paginya dengan berolahraga di lantai 1 hotel. Ada ruang gym bagi semua tamu. Grand Beyond adalah hotel bintang 5 dengan fasilitas lengkap dan pelayanan prima. Ada 100 kamar standar, 100 deluxe, dan 10 kamar suite, serta 5 presidential suite. Terbayang betapa besar hotel ini? Sangat besar dan sangat luas. Dari ke 5 kamar presidential suite, salah satunya adalah kamar milik Bambang ayah Davin atau sering juga digunakan untuk kerabat dekat mereka. Kamar ini digratiskan untuk tamu keluarga besar mereka. Ini belum termasuk milik Davin, dia benar-benar membuat kamarnya seperti penthouse, letaknya ada dilantai 17. Sangat luas, pemandangan menakjubkan, dan kolam renang pribadi yang terhubung dengan balkon kamarnya.

Dan banyak pula temuan aneh-aneh yang sering ditinggalkan oleh tamu. Pagi ini Jihan pergi melakukan tugasnya memeriksa kembali kamar yang baru saja ditinggal tamu. Pandangan dia tertuju pada sebuah kemasan biru bening yang ada di meja nakas. Lalu menemukan kotak kardus kecil berwna pink di laci. Jihan memastikan tidak ada sampah yang tersia ataupun benda lain dikamar.

Barang yang tadi dia temukan masih disaku. Pikirnya benda biru itu mirip moisturizer, mungkin tak apa jika dia pakai.

"Padahal masih mayan ini, kenapa ditinggal?" Katanya sambil berjalan ke lobi.

Nampaknya Jun sedang kesulitan di meja resepsionis. Seorang wanita dengan riasan tebal sedang mencaci Jun dengan suara keras.

"Maaf sekali ibu atas ketidaknyamanannya. Nanti kami segeta ganti kasurnya ya. Mohon maaf sekali lagi."

"HALAH KAMU INI GIMANA TO! KAMU YANG BERTANGGUNG JAWAB DISINI KAN?! KATANYA HOTEL MAHAL BINTANG 5, AC MATI, AIR MACET! GA PERNAH DI MAINTENANCE YA?! BOBROK BANGET. SAYA PESENNYA DELUXE LOH! INI SAYA GAMAU TAU YAA, BALIKIN DUIT SAYA. UDAH CAPEK, PENGEN TIDUR MALAH KAYAK GINI!"

Jun kewalahan. Dia melirik ke Jimmy yang pucat karena lalai saat melakukan pengecekan kamar. Dia harusnya bisa melapor jika ada kerusakan.

"Sorry Jun, gue ga cek AC sama air. kirain ya nyala semua." bisik Jimmy. Jun hanya menggeleng bingung, dia harus membuat tamunya tetap di hotel tanpa melakukan refund.

"Baik ibu, kami ganti aja ya. Mohon tunggu dulu kami siapkan kamarnya."

"KOK SAYA GA YAKIN. KASIH SAYA YANG SUITE BISA? INI KAN SALAH KALIAN!"

Jun menarik nafas. Jika dia mengganti tipe kamar begini pasti Davin marah. Dengan berat hati Jun menggunakan uangnya sendiri, dia melakukan pemesanan kembali untuk pengunjung wanita itu.

"Gapapa Rin, pake duit gue. Daripada diomelin bos kita ganti tipe sembarangan. Nanti kamar ibu ini dibuat checkoutnya sesuai dia pergi aja. Udah gitu aja, bingung gue."

"Suite tinggal 1 Jun. Dan udah ada yang reservasi buat besok."

"Mampus."

Keributan ini dilihat oleh Davin yang baru saja olahraga. Dia jalan mendekati meja resepsionis dengan wajah datarnya. Masih memakai kaos putih yang sedikit basah karena keringat, dan handuk kecil ditangan kirinya.

"Ada apa ini?"

"SIAPA KAMU?! GEMBEL DIBOLEHIN MASUK HOTEL?" Ujar wanita tadi. Dia membuat Davin membelalak. Seenaknya memanggil dirinya gembel.

Sementara itu Jihan sedari tadi berdiri dimeja resepsionis dengan wajah kagum. Matanya berbinar, mulutnya sedikit terbuka. Dia akhirnya melihat Davin di tempat kerjanya. Dalam hatinya berteriak kencang, mungkin gadis didalam dirinya sudah pingsan kali ini.

Jun menepuk jidatnya. Dia segera membisikan sesuatu ke telinga Davin untuk menjelaskan situasi.

"Kalau begitu ini salahmu kan Jun? Yasudah aku masih berbaik hati kali ini. Berikan saja kamar 214." Kata Davin.

"Aku akan pergi menjemput ayahku setelah ini. Siapkan kamarnya sebelum aku kembali." tambah Davin sebelum dia berbalik kembali ke kamarnya. Davin mengerutkan dahi begitu melihat Jihan sedang berdiri dibalik meja resepsionis dengan wajah cengar-cengir. Dia masih ingat dengan wanita yang lari menghampirinya di Minggu pagi kala itu.

Mendengar perintah dari Davin, Jun hanya mengangguk. Yerin segera mengubah pesanan kamar menjadi presidential suite. Kamar paling mewah dan mahal di hotel mereka.

Wanita tadi tidak bisa berkata-kata lagi. Dia kaget setelah mendengar ucapan Davin yang rupanya adalah manager di hotel.

"Kami siapkan dulu ya." Kata Jun pada tamu wanita tadi.

Jihan dipanggil Jun dari tadi namun tidak menjawab. Dia masih asik melihat Davin yang berjalan menjauhi lobi.

"Ji!" Jun sedikit membentaknya agar sadar. "Lu yang siapim kamar Pak Bambang sama kamar ibu ini ya. Sebelahan doang solanya. Nanti Pak Bambang paling agak sore nyampenya."

"Ok Kak." Jihan mengangguk pelan dengan wajah yang masih berbunga-bunga. Dia mengambil 2 kartu kamar tanpa melihatnya dengan jelas.

OH MY BOS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang