❖Empatbelas❖

75 23 0
                                    

Mini konser akhirnya disetujui oleh ayahnya dan Davin. Renjun sangat antusias untuk melakukannya. Jess akan menjadi partner duetnya nantinya untuk 2 lagu pertama.

Esoknya Davin mengumumkan acara adiknya pada seluruh karyawan. Dia meminta semua karyawan bisa berangkat pada saat konser karena akan butuh banyak orang untuk mengurus tamu yang hadir. Mengantisipasi lonjakan tamu, Davin akan mengosongkan 10 kamar untuk berjaga-jaga.

Ditengah rapat yang sedang serius dan Davin sedang berbicara. Jihan tiba-tiba merasa sakit perut dan ingin ke belakang. Dia memegangi perutnya berkali kali lalu wajahnya mulai mengkerut menahan mules. Tadi pagi Jihan makan balado telor pedas, karena enak jadi dia makan banyak.

"Gimana ini Sua. Gue udah ga tahan, kalau gue cepirit gimana dong."

"Lu serius mau berak?"

Jihan mengangguk. "Sumpah diujung. Ini gue kalo kentut keluar ampas." Wajahnya panik. Dia merapatkan kakinya, dia sudah tidak tahan lagi. Tangan kanannya diangkat tinggi keatas sehingga Davin melihatnya dan menghentikan bicaranya. Junior yang duduk disamping Davin merasa curiga dengan anak itu. Wajah kebeletnya sudah tampak jelas.

"Ada apa Jihan?"

"Boleh. mmm ke toilet?" Jihan bertanya dengan pelan dan ragu serta malu.

Semua karyawan kini mendengar bicaranya dan beberapa orang menahan ketawa karena Jihan. Jun mengusap jidatnya karena kelakuan Jihan yang memalukan. Davin mempersilahkan Jihan pergi dari ruangan.

Ruangan Arjuna ada di lantai 2 dan otak Jihan tidak bisa berfikir dimana letak toiletnya. Dia nekat masuk toilet ruang kerja Davin dengan beranggapan tidak ada yang tahu karena semua orang kini sedang berkumpul.

Jihan dengan buru-buru membuka celananya dan duduk diatas kloset dengan lega. Dia tidak menyangka waktu buang airnya ternyata begitu lama dari dugaan. Perutnya sangat mules seperti salah makan. Bau busuk memenuhi ruang toilet.

"Aaduh kok bau bangke banget sih tai gue. Sialan ini toilet bagus-bagus jadi ternodai."

Jihan mencari cara agar baunya bisa hilang. Dia keluar toilet mencari parfum ruangan. Tidak ada stella pun glade yang tampak dimata Jihan. Sebuah botol bening berkaca tebal dengan tulisan Gucci tergeletak begitu saja di atas meja dekat Tv.

"Kalo beberapa semprotan gak akan tau kali ya," Jihan menyemprotkan parfum ke bebrapa sudut toilet hingga bau tai nya hilang. "Nah ginikan wangi."

Jihan melihat botol kaca tadi yang ternyata isinya hampir habis setengah. Dia mencari cara supaya isinya kembali tampak seperti semula. Otak kreatifnya muncul begitu melihat kran air.

"Kak Davin harus rasain parfum yang dicampur air juga, Sekali kali jadi orang miskin ya kak." Jihan menutup kembali botolnya. Dia meletakannya tadi seperti semula, memastikan posisinya sama.

Setelah lega, Jihan Kembali ke ruangan Arjuna. Begitu dia masuk, Davin merasa curiga dengan bau wangi yang dia kenal. Matanya mengikuti Jihan berjalan hingga duduk dikursinya lagi. Wajah polos Jihan melihat kearah Davin dengan cengiran yang canggung.

"Ji lu abis mandi?" Bisik Sua yang mencium wangi dari badan Jihan.

"Berak Su, yakali mandi."

"Buset panggilnya yang lengkap, gaenak banget cuma Su doang. Ini lu wangi banget, mana kaya parfum Pak Davin."

"masa? Jodoh kali gue ya." Jihan nyengir canggung.

Sua berdecak kesal, mau heran tapi itu Jihan. "Pede banget anjir."

Jihan kembali fokus pada pertemuannya dan memasang wajah santai dengan senyum kecil yang manis.

Selesai pertemuan tadi. Davin masuk ke ruangan dan bingung dengan bau wangi yang sangat menyengat. Ruangan dia tidak pernah sewangi ini, terlalu menusuk. Dan pintu toilet yang terbuka sedikit sangat mencurigakan baginya. Seseorang pasti telah masuk dengan sengaja. Pikirnya.

Davin pun menelpon bagian resepsionis untuk minta Jihan ke ruangannya sekarang. Hanya anak itu yang tadi seliweran di luar ruangan. Dan siapa lagi manusia yang sembrono masuk ruangannya kalau bukan si pegawai baru itu.

"Apa lagi yang lu lakuin Ji?" Mata marah Jun melihat Jihan usai menerima perintah dari Davin. Menghela nafas panjang sambil memperhatikan Jihan yang hendak melangkah pergi. "Sini dulu."

Glek.

"Lu dipanggil Pak Vin lagi. Kapan tobat si lu? Udah pernah mau dipecat masih aja ga kapok."

Jihan hanya nyengir. "Harus banget ketemu Kak Davin?"

"Iya dong Jihaaaaan. Jangan bikin gue emosi ya."

"Siap kak ganteng. Laksanakan." Jihan segera berbalik badan dan melangkah cepat menuju ruangan Davin. Saat dia menekan tombol lift, Renjun dan Jess keluar bersamaan. Mereka baru saja melihat ruangan yang akan dipakai.

"Eh lu lagi. Btw namanya siapa?" Tanya Jess.

"Oh gue Jihan. Salam kenal ya, makasi juga traktiran waktu itu."

"Jadi kalian ini kenal apa engga? Kok baru tanya nama?"

"Pernah ketemu aja Ren."

"Mmm. Gue Renjun." Renjun mengulurkan tangannya, seolah dia tak sadar betapa terkenal dirinya.

"Gue subscriber lu hehehe." Kata Jihan.

"Wah makasi loh udah nonton gue."

"Sukses buat acara besok yaa. Misi." Jihan melambaikan tangan sebelum pintu lift tertutup.

Davin berdiri didepan mejanya. Kedua tangan dia bersandar di meja. Jihan tidak bisa melihat kearah Davin, dia masih malu soal kejadian itu.

"Tau kenapa aku panggil kesini?"

Jihan mengangguk.

Davin melangkah mengunci pintu ruangannya. Jihan sudah berfikir kemana-mana. Jantungnya berdebar sangat kencang. Davin berdiri di belakang Jihan lalu berjalan pelan sampai berdiri didepannya.

"Kenapa gak mau lihat wajahku?"

"Mmm gpp."

"Kamu yang menciumku, kamu juga yang merasa malu?"

"Kenapa mesti dibahas si monyet! Anjir gue kudu gimana."

Davin melangkah semakin dekat. Ujung sepatunya sudah menyentuh unjung sepatu Jihan. Davin menyeringai melihat Jihan tidak berkutik didepannya. Wajahnya terus menghadap ke samping.

"Kenapa kamu pakai ruanganku? Otakmu benar-benar hanya ada aku?"

"Mm itu, karena yang deket aja kok."

"Sekarang parfumku habis karenamu. Kamu mau belikan lagi untukku?"

"Iya ok. Besok gue beliin."

"Atau..."

Davin belum menyelesaikan kalimatnya. Seluruh ruangan tiba-tiba gelap. Suara petir terdengar keras. Hujan lebat mulai mengguyur. Listrik padam.

Davin mulai ketakutan lagi. Dia memanggil ibunya lagi. Tangannya gemetar, Davin melangkah mundur dari Jihan dan mulai meringkuk dilantai.

"Ma..maah." Suara Davin terdengar ketakutan dan lirih.

Jihan panik, dia segera membuka gorden jendela ruangan, diluat tampak gelap dan air hujan memukul kaca jendela dengan keras.

"Kak.." Jihan coba menenangkan Davin. Dia menyalakan ponselnya untuk membuat ruangan lebih terang.

Davin menatap Jihan dengan nanar. "Jangan pergi." Katanya dengan kepala menggeleng cepat.

"Kak Davin tenang yaa, Jihan telpon resepsionis." Jihan duduk disamping Davin dan mencoba menghubungi Yerin.

Listrik seluruh kota mati. Dan genset yang ada tiba-tiba tidak bisa menyala lagi. Teknisi langsung turun untuk memperbaiki. Hotel menjadi ricuh karena semua tamu berbondong-bondong meminta listrik segera menyala.

Pintu ruangan Davin diketuk berkali-kali, karena pintu terkunci Jun tidak bisa langsung masuk. Jihan tidak diperbolehkan melangkah sedikitpun.

"Jangan, jangan tinggalin aku." Davin bicara dengan tatapan takut.

OH MY BOS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang