★Lima★

80 24 1
                                    

Ada 3 kamar presidential suite di lantai 17. Salah satunya milik Davin. Jihan masuk ke salah satu kamar, dan ternganga melihat kemewahan yang ada di dalamnya. Dia segera merapihkan semua sisi kamar dan mengganti linen dengan yang baru. Jihan pun sedikit heran, kamar itu seperti penuh dengan perlengkapan mandi. Tiba-tiba dia teringat disakunya ada lotion yang ditemukannya tadi. Kebetulan tangan dia sedikit kering hari ini. Jihan coba mengeluarkan cairan bening dan dingin itu ke tangannya. Dia oleskan seperti biasa.

"Tumben ini ga wangi. Agak lengket pula. Masih bagusan punya gue." Gumam Jihan sambil memakai lotion tadi. Suara pintu kamar tiba-tiba terdengar membuat Jihan bergegas keluar dan minggalkan botol tadi begitu saja didalam kamar mandi. Jihan pikir Jun datang. Betapa terkejutnya Jihan saat melihat Davin sudah berdiri dengan wajah kesal.

"KENAPA KAMU DISINI?!" Davin terkejut dan langsung membentaknya. Dia melihat seprei yang sudah diganti dan alat mandi yang sedang dibereskan. Davin sangat marah karena ada orang masuk ke kamarnya tanpa sepengetahuan dia.

Davin memanggil Jun untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.

"Dia masih baru?!" Seru  Davin sambil menunjuk wajah Jihan.

"Maaf Pak. Harusnya dia membersihkan kamar 214 untuk tamu tadi."

"IYA TAPI KENAPA BISA DIA MASUK KAMAR SAYA?!"

Jun melirik ke arah Jihan yang kebingungan.

"Em anu tadi saya ambil aja kartunya..." Jihan mencoba menjelaskannya
Davin kembali ke hotel untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di meja kerja dia. Jun menahan emosi sampai bosnya keluar kamar. Jihan sudah keringat dingin melihat Davin marah-marah. Lelaki yang selama ini dia suka, ternyata begitu menyeramkan. Dimanakah senyum menawan yang sering dia lihat di balik layar ponsel.

Derap langkah Davin begitu jelas terdengar. Suara sepatunya menghilang setelah pintu dibanting begitu keras.

"Gue harus gimana kasih pelajaran ke lu Ji?! Kurang jelas apa gue tadi kasih intruksi?! Sekarang tamunya jadi nunggu lebih lama! Mau dia marah lagi?! Jangan bikin nambah pusing dong! Sekarang lu balikin kamar ini seperti semula. Gue ga mau denger masalah lagi dari lu!" Jun sangat menyeramkan jika sudah marah. Suaranya besar dan matanya menatap tajam. Jihan hanya bisa mengangguk dan menunduk karena takut.

"Kartu kamar 214 kasih gue. Biar gue aja yang urus!" Jun meminta kartu akses dari Jihan dengan nada keras.

Jihan menghela nafas. Dengan lesu dia rapihkan kembali kamar Davin. Baru satu minggu, Jihan sudah mendapat masalah dengan bosnya. Mukanya semakin ditekuk saat Jun mengabaikan dirinya seharian.

Waktu hampir pukul 3 sore, Jihan masih mengerjakan tugasnya yang terakhir untuk hari ini. Sebelum dia pulang seharusnya dia meminta maaf pada Jun. Jihan pergi ke restoran untuk memesan kopi.

Dengan ragu-ragu Jihan jalan mendekati Jun yang sedang duduk dibangku panjang lobi. Sepertinya menunggu taxi untuk pulang. Jihan tidak mau memiliki hubungan buruk dengan rekan kerjanya.

"Kak Jun. Maafin Jihan hari ini." Kata Jihan sambil menyodorkan es kopi pada Jun.

"Jangan ulangi lagi. Tolong kerjasamanya. Lu gamau kan kita berdua dipecat bareng?"

Jihan mengangguk. Dia kemudian duduk disamping Jun dan kembali dengan wajah cerianya. "Udah ga marah kan?" Tanyanya dengan senyum lebar.

Jun hanya tersenyum sambil sedikit mendecak. "Mobil gue udah didepan. Mau gue anter sekalian?"

"Loh kirain nunggu taxi."

"Engga, gue nunggu Kai ambilin mobil di basement."

"Oooh. Tapi gue bawa motor kak. Kapan-kapan aja deh. Hati-hati dijalan kak." Jihan melambaikan tangan ke Jun yang sudah masuk ke mobilnya.

OH MY BOS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang