★Tujuh★

78 21 0
                                    

Jihan menyemprotkan parfum keseluruh tubuhnya. Dia tahu pagi ini akan dimarahi Davin, tapi setidaknya dia mau berpenampilan cantik.

Berjalan seperti model di catwalk. Jihan menuju ruang angkara 2 menemui Junior dan Davin. Satu helaan nafas panjang Jihan lakukan sebelum dia masuk ke ruangan. Davin duduk kursi dan Junior berdiri disampingnya. Ini adalah ruang meeting. Meja bundar berada ditengah tampak kosong. Davin menggerakan bola matanya menyuruh Jihan duduk didepannya.

Jantung Jihan sudah berdetak begitu keras. Dia menelan ludahnya melihat Davin pagi ini. Begitu tampan dengan rambut barunya, dia memakai jas hitam dan kemeja hitam. Matanya melihat tajam ke arah Jihan dengan mulut yang seolah mengunyah permen karet.

"Baru seminggu disini?" tanya Davin.

Jihan mengangguk pelan.

"Kamu tau kesalahanmu kemarin?"

Jihan menggangguk kembali.

"Aku harus memecat salah satu dari kalian." Ucap Davin. Junior yang berdiri disampingnya hanya bisa menghela nafas, dia sudah tahu hal itu dan sudah siap apapun keputusannya.

"Tapi saya tidak mungkin melepaskan Junior. Dia orang yang sangat kompeten."

Jihan membelalak. Dia tahu itu artinya dia yang akan dipecat. Dengan cepat Jihan berlutut didepan Davin.

"Saya mohon Pak jangan pecat saya. Nanti kalo saya ga kerja kasian mamih. Jihan nggapapa kok kalo dipindahin jadi office girl atau yang lain. Tapi tolong jangan pecat Jihan." Bujuk Jihan dengan kedua tangan tertangkup diatas kepalanya.

"Keluar. Percuma kamu memohon begini." Davin berdiri dan meminta Jihan pergi. Tapi wanita itu masih dalam posisinya, tidak mau pergi sebelum Davin memaafkannya.

Jun merasa kasihan padanya. Dia pun tak bisa berbuat apapun.

"Udah ayok Ji gue anter pulang."

Jihan menepis tangan Junior. "Kakak ini emang ga bisa bujuk kak Davin biar maafin Jihan?!" Matanya merah menahan tangisan. Jihan berdiri dengan kakinya sendiri lalu keluar dari ruangan tadi.

Jihan masih mencoba membujuk Davin. Dia datang ke ruangannya dan memohon Davin tidak memecatnya. Dia berlutut begitu masuk ruangan Davin.

"Nggausah pasang muka kasihan. Aku tidak akan peduli."

Davin melihat Jihan masih berlutut didepan mejanya sambil menahan air mata.

"Mau sampai kapan kamu mengganggu begini?"

"Sampai Pak Davin maafin Jihan. Saya rela lakuin apa aja Pak. Sumpah. Tapi tolong jangan pecat."

"Pergilah. Saya mau keluar."

"Gak"

"Terserah kamu." Davin meninggalkan Jihan yang masih berlutut di ruangannya. Berjam-jam. Tidak ada yang tahu Jihan ada diruangan Davin sejak jam 8 pagi hingga jam 11 siang.

Rasanya kaki Jihan sudah sangat sakit. Dia masih berusaha agar tidak kehilangan pekerjaannya. kakinya terasa panas. Sesekali Jihan meremasnya menahan rasa pegal. Dia mau menunggu Davin sampai kembali.

Tepat jam makan siang. Davin kembali ke ruangannya dan mendapati Jihan masih diposisi yang sama.

"Kamu gila?!" Davin menghampiri Jihan. "Berdiri!"

"Jihan ga dipecat kan?" Tanya Jihan dengan suara gemetar, dia belum makan ataupun minum sejak pagi. Bibirnya pun kering ditambah karena dinginnya AC.

Davin duduk dikursinya memikirkan bagaimana agar Jihan menghentikan aksinya. Dia tidak akan menyangka Jihan senekat ini.

"Besok ketemu saya jam 9. Kamu bilang mau melakukan apapun kan?"

Sedikit ada senyum di wajah Jihan. Dia berusaha kembali berdiri dan otot kakinya terasa kaku. Melihat Jihan yang kesusahan berdiri, Davin jadi merasa ingin membantunya tapi gengsi dia besar. Tidak sedikitpun dia bergerak dari kursi.

"Makasi Pak Davin. Permisi."

Lututnya terasa kaku dan merah, kepalanya pusing karena telat makan. Jihan berjalan pelan menuju lift. Dia berdiri bersandar dinding lift dengan wajah pucat.

Lift berhenti di lantai 3, rupanya Jaka yang hendak ke lobi tangannya membawa alat kebersihan yang habis dia pakai tadi.

"Jihan lu sakit?"

"Gue laper."

"Belum makan siang? Mau gue beliin apa?"

"Engga Ka. Gue lagi sedih jadi males makan. Pak Davin aslinya galak banget ya gak kaya di instagram, keliatan ramah, murah senyum."

"Dia begitu sama yg demen langgar aturan aja. Aslinya kadang baik banget."

"Ohya?"

"Kalo pas dia ulang tahun, seharian nih restoran di hotel digratisin bebas org mau makan apa. tamu sama karyawan bebas ambil. Kalo ada karyawan nikah atau ulang tahun, ngasih kadonya ga main-main. Bonusnya disini tu banyak, jdi ya setara lah dia marah sama orang ngeyel padahal dia udah sebaik itu ke kita. Gitu si Ji."

"Mmmm...gue gak tau." Kata Jihan dengan suara lemas. Pintu lift terbuka, Jaka menyuruh Jihan jalan dulu.

"Eh tunggu deh, jadi gue hari ini kerja apa engga? Kak Jun dimana?" Jihan seketika berubah dari lemas jadi energik lagi. Dia kemudian berjalan cepat ke lobi dengan kaki yang masih sakit.

Jihan mengambil gagang telpon dan menekan nomor ruangan Davin. Sua melihat Jihan kaget, baru kali ini karyawan senekat Jihan.

"Halo Pak. Jadi hari ini Jihan tetep kerja atau pulang?"

"Kenapa kamu lagi si?!"

"Hehehe..."

"Kamu pulang aja. Besok saya jelaskan tugas barumu."

tut tut tut tut.

OH MY BOS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang