Chapter 8

78 3 0
                                    

June terbangun dari tidurnya karena merasa terganggu dengan angin yang meniup-niup pelan kakinya yang tak tertutup oleh selimut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

June terbangun dari tidurnya karena merasa terganggu dengan angin yang meniup-niup pelan kakinya yang tak tertutup oleh selimut. Rasanya semalam pria itu yakin bahwa ia sudah mematikan ac, tapi mengapa sekarang rasanya begitu dingin. Menguap pelan lalu mengucek matanya, pria itu disuguhi pemandangan balkon kamarnya yang terbuka dengan sosok Rosé yang sepertinya tengah berbincang di telepon. Setelah selama lima belas menit menunggu Rosé selesai dengan teleponnya, pria itu bangkit berdiri tak lupa ia mengambil coat miliknya lalu berjalan mendekati Rosé.

"Ini baru jam dua, kenapa diam di balkon seperti ini? Kalau sakit bagaimana?" ucap June sambil menyampirkan coatnya pada Rosé, tangan kekarnya lalu memeluk hangat perut ramping istrinya.

"Aku-"

"Rosé-ya?" sahut June terkejut kala mendengar suara sumbang dari Rosé, pria itu dengan segera berbalik hanya untuk menyaksikan wajah sang istri yang pucat dengan air mata yang turun dari kedua bola mata cantiknya, "Hei, ada apa hm?" tanya June sambil menangkup pipi Rosé yang terasa begitu dingin entah sudah berapa jam istrinya mematung di balkon dalam cuaca dingin dengan pakaian setipis itu.

"Ayah, ayah tahu kejadian hari ini. Dia meminta kita untuk datang ke Mansion bersama Junghwan pagi nanti" ucap Rosé dengan suara serak.

June mendengus kasar, ia lalu mengecup kening Rosé, "Semuanya akan baik-baik saja sayang, aku akan menemanimu juga Junghwan untuk menemui ayahmu"

"June-ya, kau tahu apa yang akan ayahku lakukan pada Junghwan bukan? Aku takut hati Junghwan malah akan disakiti olehnya seperti yang sudah-sudah"

"Tidak akan selama ada aku. Tak akan aku biarkan anakku di rendahkan lagi oleh ayahmu. Jadi, ku mohon berhenti menangis yah sayang"

"Aku tidak bisa June-ya, hatiku rasanya begitu sesak sejak tadi. Hwanieku anak yang lembut, tak mungkin ia menghajar temannya seperti itu. Aku merasa gagal menjadi seorang ibu, June-ya. Mungkin ini alasan mengapa Tuhan tak mempercayakan seorang anak di dalam rahimku"

"Kau bicara apa Rosé-ya, kau itu ibu yang paling baik. Junghwan pasti memiliki alasan sayang, kita hanya perlu percaya padanya, okey?" ucap June yang hanya di balas anggukan kecil dari Rosé, "Sekarang kita tidur yah, kita harus memiliki cukup energi untuk berdebat dengan ayahmu" ucap June merangkul bahu Rosé dan mengajak sang istri untuk kembali masuk ke dalam kamar mereka.

_

June membuka pelan pintu kamar anaknya, pria itu sudah rapih dengan kemaja hitam juga celana bahan. June melirik ke arah meja belajar Junghwan yang di penuhi berbagai buku membuktikan bahwa sang anak lagi-lagi belajar hingga tak kenal waktu. June lalu menatap pada gumpalan di atas ranjang, kaki-kakinya mulai melangkah mendekati anaknya.

"Junghwan-ah, ayo bangun" ucap June sambil menguncang lembut tubuh Junghwan.

Junghwan menggerang pelan sebelum mendudukan dirinya. Untuk kesekian kalinya pada hari ini, hati June mencelos ngilu kala melihat mata Junghwan yang sudah bengkak bahkan di sudut matanya masih terdapat jejak-jejak air mata. Pasti semalam anaknya itu belajar sambil menangis. June langsung saja membawa Junghwan ke dalam pelukan hangatnya, tangannya tergerak untuk mengusap-usap belakang kepala Junghwan.

KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang