Suara langkah kaki Yedam terdengar menggema di sepanjang lorong rumah sakit. Sesekali pria itu akan menabrak beberapa suster maupun dokter yang menghalangi langkahnya. Tetapi, Yedam tak memiliki waktu untuk mempedulikan gerutuan bahkan kutukan dari orang asing yang ia tabrak, yang ia pedulikan saat ini hanyalah keadaan sang ibu yang mendadak drop. Yedam yakin tadi pagi ibunya masih baik-baik saja, bahkan ibunya tak sepucat biasanya. Wanita itu nampak sehangat mentari pagi tadi, lalu kenapa tiba-tiba ibunya harus tergeletak tak berdaya di Rumah Sakit sekarang.
"Bibi Jung—hah bagaimana, bagaimana keadaan ibu?" Yedam langsung meletuskan tanya pada sosok bibi Jung yang tengah berdiri cemas di depan ruang gawat darurat. Wajah Yedam nampak begitu merah dengan napas tersenggal-segal.
"T-tuan, kenapa Anda bisa ada di sini? Tuan Jinhwan bisa marah jika Anda tidak ke Sekolah"
"Persetan dengan orang itu, Bi. Bagaimana keadaan ibu? Dia baik-baik saja kan?" tanya Yedam sambil mengengam bahu bibi Jung.
Bibi Jung menghela napasnya pelan, "Tuan, lebih baik Anda duduk dahulu yah. Anda perlu mengambil napas terlebih dahulu," ucap bibi Jung lembut sambil menuntun Yedam untuk duduk di bangku yang telah di sediakan.
"Bagaimana ibu, bi?" Tanya Yedam untuk kesekian kalinya
"Bibi juga masih kurang tahu, tuan. Nyonya Jisoo masih di tangani oleh dokter di dalam. Anda tak perlu cemas, Nyonya Jisoo pasti akan baik-baik saja"
Yedam mengigit bibirnya keras, sebisa mungkin menahan teriakan frustrasinya. Pria itu merunduk dalam sambil mengacak-acak rambutnya. Jantungnya berdebum tak nyaman, pikiran buruk kembali menghantui kepalanya membuat rasa takut itu hadir kembali. Yedam takut sang ibu akan lebih memilih menyerah dengan hidupnya sendiri dan memutuskan untuk meninggalkan Yedam dengan sosok iblis seperti sang ayah—tidak! Itu sama sekali tak boleh terjadi, ibunya pasti akan sehat kembali. Ibunya harus sehat kembali bagaimana pun caranya.
Bibi Jung yang melihat sosok rapuh Yedam hanya mampu menatap iba pada tuannya itu. Ia tahu seberapa berharganya sosok Jisoo dalam kehidupan Yedam. Hanya Jisoo lah satu-satunya semangat Yedam untuk menjalani harinya di tengah tuntutan ambisi gila sang ayah. Hanya Jisoo satu-satunya yang menjadi alasan Yedam untuk tersenyum cerah meski harinya tergulung badai besar. Pastinya momen-momen ketika Jisoo drop merupakan saat yang sangat mengerikan bagi Yedam.
"Tuan, biar saya belikan kopi juga kue kering yah. Saya tak akan lama"
Yedam mendongakkan kepalanya, tersenyum kecil meski terkesan begitu terpaksa, "Terima kasih banyak bi" lirihnya pelan.
"Tak masalah tuan. Tunggu sebentar yah" ucap Bibi Jung mengusap punggung Yedam sekilas sebelum melenggang pergi dari sang tuan muda yang kembali menundukkan kepalanya dalam.
"Kak Yedam?"
Runggu Yedam rasanya tak asing dengan suara itu. Pria itu lalu mendongak menemukan seraut wajah Doyoung di hadapannya, "Nah, benar kan kak Yedam" sahutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingdom
FanfictionApakah kekuasaan lebih penting di atas keluarga? - Orang lain berpikir menjadi bagian dari Devian merupakan suatu anugrah yang diberikan oleh Tuhan. Tetapi bagi Yedam, Doyoung, Haruto, Jeongwoo juga Junghwan menjadi bagian dari Devian merupakan kutu...