5. Doctor Death Sang Juru Selamat

15 5 0
                                    

15 +

Diharapkan kebijaksaannya saat membaca. Plis ya ini gak untuk ditiru.

Halo, Pembaca, Nona M di sini. Di tulisanku sebelumnya sudah kukatakan aku ingin membuat buku harian baru yang keren. Hari Sabtu kemarin aku mendapat sebuah cerita keren. Pasti sangat cocok untuk buku harianku.

Baiklah, sebelum menuju inti aku akan menceritakan sedikit yang kutahu sebelum peristiwa hebat itu terjadi.

Menurut banyak orang A adalah gadis yang cantik. Jujur saja kuakui ia memang begitu. Badannya mungil dan wajahnya imut sekali. Banyak yang tak paham mengapa gadis semenarik A hanya punya seorang teman. Dia terlalu pemalu? Dia terlalu sayang pada temannya? Atau dia menyimpan sesuatu? Akhirnya beberapa hari lalu ketahuan kalau jawaban yang benar adalah yang terakhir. Namun siapa yang membongkar rahasianya itu? Entahalah, Penulis sendiri tidak tahu awal mula gosip itu beredar dari mana. Ada yang mengira-ngira itu berasal dari sahabat satu-satunya A. Yang akhir-akhir ini mereka sepertinya tak punya hubungan yang baik. Tapi aku sendiri tak percaya. Dan sebaiknya kita jangan cuma mengira-ngira. Jika tak terbukti benar, kita sudah menuduh sang sahabat dengan begitu keji---walaupun sepertinya A sangat yakin sahabatnyalah pelakunya.

Hari Kamis itu sepertinya A sangat frustrasi. Banyak yang mengaku tak melihatnya selama seharian itu. Entah ia bersembunyi di mana. Warga sekolah pun masih heboh dengan pengumuman gila yang tak dicabut pihak mading seharian. Dengar-dengar sih kuncinya entah berada di mana. Astaga, seharusnya anak-anak mading, terutama ketua mereka, lebih teliti lagi dong sewaktu menyimpan kunci. Mereka saja yang tidak tahu apa akibat dari hal tersebut.

Hari Kamis itu A muncul dari persembunyiannya. Sekolah sangat kosong. Angin-angin berembus, menggoyangkan tiket-tiket menuju kebebasan. A berdiri di sana. Di depan mading. Termangu. Wajahnya lesu. Dia putus asa. Semua menganggap gadis malang itu pencuri. Orang-orang bodoh yang tak paham apa itu Kleptomania. Kalaupun mereka paham bahwa Kleptomania tak mencuri barang berharga, sepertinya mereka lebih suka menganggap A sebagai pencuri.  Tentu saja, memang sangat menyenangkan mengucilkan seseorang begitu. Apalagi gadis cantik yang akhir-akhir ini sibuk sekali bermesraaan dengan pemuda yang paling diminati.

A yang sangat sakit dan sendirian itu merasa dikhianati. Dia percaya semua ini ulah teman baiknya itu. Tanpa bisa dicegah tangannya mengambil sebuah tiket. Sebuah perjanjian kematian pun tersepakati. A memilih meninggalkan semua ini dan pergi ke sisi sang iblis.

Kematian pun mengutus juru selamat.

Sabtu, 27 Juli

Hari ini dia adalah Doctor Death.

Malam itu rumah terasa lebih menyebalkan dibanding biasanya.  B, sang Doctor Death, muak setiap ayahnya pulang. Pria itu tipe anak berbakti yang selalu mengikutkan ibunya yang sudah jompo duduk di meja makan. Wanita tua malang yang bertingkah seperti anak kecil. Tak jarang makan malam terlempar ke sana kemari, mengenai pakaian atau wajah orang yang berada di dekatnya. Malam ini B yang tidak beruntung menerima lemparan ikan mas dari sayur asam ke atas kepalanya. B menggeram menahan amarah, tapi menahan diri. Sang ayah tak suka perilaku tak sopan seperti meninggalkan meja makan sebelum selesai makan.
Begitu selesai makan dan malam gelap tiba, B keluar rumah diam-diam. Kliennya sudah menunggu. B sungguh tidak sabar. Setelah sekian lama akhirnya ia bisa mempraktikkan semuanya. Beberapa hari lalu guru Biologi mereka menjelaskan dengan detail cara membedah katak. Bah, katak. Hewan itu sama sekali tidak menarik. Begitu kecil dan biasa. B ingin sesuatu yang lebih menarik. Ia butuh manusia asli. Tubuh bernyawa dengan begitu banyak rahasia di dalamnya. Darah-darah yang mengalir. Jantung yang berdetak. Setiap tarikan napas yang melalui paru-paru.
Ia ingin menyentuh semuanya. Meraba setiap bagian. Memperhatikan dan memuja semuanya.

B bergegas mendatangi markasnya malam ini. Laboratorium Biologi. Dengan mudah ia membuka pintu lalu duduk di kursi guru. Menunggu.

Tik.

Tik.

Tik.

Tik.

Tik.

Tik.

Kriet.

A telah tiba. Wajahnya pucat tak bersemangat. Hilang sudah gurat-gurat  kegembiraan yang menghiasi wajahnya beberapa hari lalu. Ia sedih, putus asa, marah.
“Kamu yakin mau melakukan ini?” tanya B, sekali lagi memastikan. Oh, dia memang sangat tidak sabar, tapi bukan prinsipnya memaksa orang yang tidak mau. Dia tak berniat melakukan kekerasan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Dia punya otak, jadi ia menggunakan otak itu untuk memerangkap domba malang. Menjadi serigala liar yang mengejar buruan tanpa rencana sangat bodoh dan tak menarik. Apa gunanya berlari ke sana kemari kalau kau bisa membuatnya datang sendiri padamu.
“Ya,” jawab suara lesu itu.

Maka, sang Dokter mengarahkan pasiennya ke atas meja.

B bersiap. Jas laboratorium. Sarung tangan bedah. Masker bedah. Semua sudah terpasang di tubuhnya. Selanjutnya ia mendekat pada A kembali. Di meja tersebut sudah tersedia satu set alat bedah, jarum suntik, propofol, tisu, serbet, dan lain sebagainya.

“Pak Lesmana mengajari kami membedah katak. Beberapa tetes kloroform sudah cukup sebagai anastesi. Tapi aku bersyukur. Aku menemukan bius lain di internet. Beberapa hari lalu paketnya datang. Aku berterima kasih buat orang-orang yang menjual benda seperti itu secara ilegal.” B tertawa rendah. Mulai menyuntikkan bius. Sudut bibirnya miring mencemooh. “Tapi sayangnya dia gak menjelaskan cara membedah manusia. Aku sendiri juga gak tau gimana caranya. Jadi gimana ini?” Seberkas ketakutan muncul di wajah A sebelum ia benar-benar jatuh terlelap. B tersenyum. “Tapi kamu tenang saja. Aku sangat mengusai praktik hari itu. Belah di bagian dada tengahnya. Regangkan tulang rusuk. Putus vena dan arteri jantung. Manusia gak akan ada bedanya dengan seekor katak busuk kan?”

B tertawa. Dia mulai bekerja. B memang orang yang sangat tekun dan gigih. Dia mengerjakan semuanya sesuai dengan yang ia pelajari di kelas Biologi. Jika mendapati sesuatu yang berbeda dengan praktiknya B cukup kreatif. Dia bisa melakukan improvisasi. Wajahnya begitu bersemangat sampai memerah. Keringatnya bercucuran. Begitu selesai ia memandang hasil karyanya dengan senyum puas.

Merasa kerjanya telah selesai, B melepas sarung tangannya dan mengeluarkan ponsel. Dibukanya kamera dan memotret setiap detail dari tubuh itu. Ia tertawa mengikik dan menyimpan ponselnya.

Baiklah. Sekarang tinggal membereskan semuanya. “Maaf ya. Aku gak mau tempat ini penuh bau busuk nantinya.” B mengeluarkan kantong plastik besar. “Aku harap petugas yang mengangkut sampah Senin depan gak akan penasaran sama kamu. Kamu berdoa saja... Hahaha... kamu sudah gak bisa berdoa kan ya.” B mengusap matanya yang mengeluarkan air. Ia memasukkan tubuh itu ke kantong plastik. “Kalau gitu aku saja yang berdoa. Semoga bukan orang tua kamu yang buka kantong plastik di depan rumah mereka karena penasaran.” B tersenyum lagi. “Aku paham. Mereka pasti gak akan tahan melihat kamu begini. Jadi aku pasti berdoa semoga bukan mereka.”

***

Sincerely,
Dark Peppermint

LEMBARAN KEMATIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang