Magenta
Jumat"Serius?"
"Serius. Lo gak liat berita apa. Di mana-mana udah disiarkan. Nenek gue yang udah ompong aja tau."
"Ih, gue jarang liat tv. Jadi gak tau." Gadis yang tampak kesal membela diri. "Jadi... udah pasti Cobalt adalah Doctor Death? Pembunuh gila?"
"Iya," jawab gadis satunya penuh keyakinan. "Cobalt itu pembunuh."
"Dan kita selama setahun ini sekelas sama dia." Gadis itu tampak putus asa. "Gue sering banget nanya pr ke dia. Secara kan dia pinter banget pelajarn Biologi. Untung dia gak berpikir buat bunuh gue." Gadis itu bergidik ngeri.
Itu adalah salah satu obrolan dengan topik sama yang kesekian kali kudengar hari ini. Aku juga sama kagetnya dengan gadis tadi saat pertama kali dengar di berita pagi ini. Mama menyetel televisi kencang-kencang saat berita itu disiarkan. Aku yang sedang sarapan langsung bergegas menontonnya.
Aku berjalan lagi menyusuri lorong hingga tiba di kantin. Aku benar-benar ingin makan kok. Meski sudah sarapan, aku masih lapar karena cuma makan sedikit. Setelah membeli beberapa gorengan aku pun mencari tempat duduk.
"Iya. Ini pembantu di rumahnya sendiri yang bilang." Langkahku terhenti. Pelan-pelan aku menduduki bangku di belakang kedua gadis yang tengah asyik bercerita. "Malam itu Cobalt tidur cepat habis makan malam. Pas tengah malam ibu itu dengar ada benda pecah di kamarnya. Pas diketuk dan ditanya dia gak nyahut. Berkali-kali, tapi tetap gak nyahut. Jadi ibu itu coba buka pintu kamarnya. Terkunci. Terus..."
Tanpa sadar aku menegakkan tubuh.
"Terus apa?" Gadis lain tak sabar mendengar kelanjutan ceritanya.
"Terus ada kucing."
"Lo ngelawak, Ny*t?"
"Lo kok ngomong kotor sih. Ini gue lagi serius cerita."
Gadis itu menyerah. Sambil berdecak dia bertanya, "Kucing gimana?"
"Ya, kucing. Di kamar Cobalt."
"Lo tau dari mana? Lo ngarang ah. Tadi katanya kamarnya dikunci." Benar, ceritanya tidak nyambung.
"Makanya dengerin dulu. Habis ada bunyi pecahan kaca, kan ibu itu ngetuk-ngetuk pintu tapi gak ada jawaban. Baru ada kucing ngeong. Ngeongnya kayak kucing jantan yang berisik itu. Katanya berisik banget deh. Gitu pun Cobalt gak keluar. Ini salah satu yang bikin gue yakin dia emang pelakunya. Masa udah seberisik itu dia gak bangun juga. Padahal kata ibu itu Cobalt orang yang paling gampang bangun di rumah itu. setiap ada apa-apa dia duluan yang kebangun. Ibu ini udah ngerawat Cobalt dari umur lima tahun."
Gadis yang mendengarkan mengangguk-angguk. "Gimana mau bangun. Orangnya aja gak ada di kamar. Dia kan pergi ngebunuhin orang."
Gadis pencerita melanjutkan ceritanya, "Pas pagi hari, katanya Cobalt keluar kayak biasanya. Mukanya nampak kecapekan. Dia nyuruh ibu itu buat bersihin vas pecah di kamar. Ibu itu nanya apa Cobalt ada bawa Kiki ke kamar semalam. Kiki itu nama kucing mamanya. Cobalt bilang gak ada. Ngapain dia bawa kucing. Soalnya dia benci kucing. Terus Ibu itu nanya lagi, kalo gitu kenapa Kiki semalam ada di kamar dia. Dia juga gak tau kenapa bisa ada kucing di kamarnya. Bangun tadi dia juga heran ngeliat Kiki dan kamarnya udah berantakan karena kucing. Bayangin ada kucing grasak-grusuk semalaman tapi dia gak tau. Udah jelas banget. Dia gak ada di kamar malam itu. Apalagi dia keliatan kecapekan katanya."
Gorengan di hadapanku terasa sangat hambar. Dengan ini, Cobalt tidak punya alibi. Tidak ada yang bisa memastikan dia benar-benar berada di kamar malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEMBARAN KEMATIAN
Mystery / ThrillerLingkungan tempat tinggalku penuh dengan kertas-kertas fotokopi berisi kisah pembunuhan. Di minggu pertama tak satu pun orang yang peduli. Ketika minggu kedua tiba, semua orang mulai khawatir. Kertas-kertas itu memenuhi setiap sudut kembali. A dikhi...