epilog : cinta menyatukan

14.5K 1.8K 451
                                    

funfact: tahukah kamu, nocture itu hobi kasih bonchap!

#penikmat_happy_end #tapi_suka_khilaf_angst

°°°

malam hari adalah waktu yang renjun nantikan, masa di mana ia bisa duduk menikmati ketenangan di beranda belakang sembari ucap syukur sebab dirinya dimampukan untuk kembali sehat serta melihat bentang angkasa. bertemankan kerlip bintang dan sinar rembulan di langit tanpa mega, renjun tersenyum simpul dengan kelopak terpejam. ia ingin dengarkan suara serangga-serangga malam sekaligus desau angin yang ajak dedaunan menari, betapa indahnya. namun tak lama lepas itu, ia rasakan beban agak berat di atas paha dan tidak perlu repot bertanya-tanya karena jelas sang suami yang menjadikan pangkuannya sebagai alas kepala adalah si pelaku. “hebat sekali, langkah tuanku sangat senyap.” pujian renjun lebih mirip sindiran, jemari lentiknya mampir mainkan helai-helai rambut aswad jeno.

“kalau tidak hebat, aku tidak akan jadi raja.” jawab si raja muda tanpa membuka mata, ia sengaja lakukan demikian karena renjun itu sulit sekali diajak bermesra-mesra. entah karena apa, mungkin permaisuri masih terlalu canggung. “malam ini aku tidak ingin tidur sendirian, jadi kau tidak boleh mengusirku.” lanjut si empunya takhta, pancing raut kebingungan dari air muka renjun.

“kapan hamba lakukan itu, tuanku?”

“tidak pernah, tapi kuperingatkan saja sebelum benaran terjadi.” kalimatnya sukses buat renjun menggeleng lelah, rupanya jeno saat sudah sadar pun masih sama mengesalkan dengan cara lain.

putuskan untuk diam, kesunyian di antara mereka tidak bisa berlangsung lama sebab jeno selalu banyak bicara. renjun benar-benar seperti menikahi anak kembar berbeda sifat yang penuh kejutan. “renjun, boleh aku tanya sesuatu?”

hm? tentang apa?”

“sebelum kau bangun, apa ibunda menemuimu?” suasana berubah serius, namun si manis cukup ulas senyum saja. ia mengerti rasa penasaran dari suaminya. “bukan, tapi ayahanda.” lalu saat itu juga manik jeno terbuka lebar.

“ayahku?! apa yang dia katakan??”

“tidak banyak, hanya tentang hamba yang harus bahagia dan bahwa di dunia ini tidak ada yang mustahil.. entah apa maksudnya.” renjun mencebik, bibirnya yang mungil dan merah alami itu mengerucut maju seolah tidak tahu bila jeno bisa saja terganggu kewarasannya dengan itu. ketidakpedulian sang permaisuri lekas terbayar ketika tiba-tiba suaminya bangkit perlahan, memaksa refleksnya mundur sampai tanpa peringatan ia rasa punggungnya ditahan dari menyentuh lantai. “kurasa aku tahu maksudnya,” renjun panik, bersama lingkup lengan kokoh sang suami yang sudah ada di pinggang dan menariknya dekat, pada akhirnya ia kembali pada posisi berhadapan dengan jarak tak sepadan.

“a--apa maksud tuanku?” tidak ada jawab, cuma seringai singkat tanpa cela yang terbit menambah ketampanan paras sang kamajaya. senyum miring sebagai pengalih agar pemuda dalam dekapan tidak lekas menyadari ujung-ujung dingin jemari jeno sampai menyentuh tengkuknya. “maksudnya, istriku.. siapa yang tahu bila pangeran mahkota justru akan memanggilmu ‘ibu’?” kening dibawa saling jumpa, renjun sekali lagi terbius oleh dalamnya palung dari obsidian hitam sang raja, menahan ia dari reaksi spontan dan jadi seakan pasrah kala ranum bibirnya malam ini sekali lagi dipaut sebuah ciuman.

bukan sekadar menyalurkan ramuan obat atau temu afeksi singkat seperti yang lalu, sebab renjun bisa rasakan bagaimana lee jeno selipkan tuntutan lebih kali ini. benar kata orang, saat satu indra ditutup untuk indra yang lain, maka mereka akan jadi lebih peka. sang permaisuri hampir-hampir kewalahan dengan pengecap rajanya yang terus meminta jalan bersua di balik bungkamnya. “ahk--” pekikan kejut datang bersamaan lidah jeno yang berhasil dapat keinginannya, masuk menyapa deretan pagar putih rapi yang selalu membingkai senyum permaisurinya, dan tentu saja bertemu si empunya juga. mengajak daging lunak basah dan tak bertulang itu dalam sebuah jabat rahasia. “eunh-- t--tuanku, hh..”

禁断の皇后 | ft. NOREN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang