Perkenalan Tokoh. M

2 1 0
                                    

"MEDAAAA, SARAPAN DULU YAH NAKKK!!" Andromeda Elnath. Aku sering dipanggil Meda. Tubuhku kurus, kulitku kuning langsat, alis tipis dan bibir mungil. Sejak duduk di bangku SMP aku sudah berjilbab. Pakaian yang aku pakai juga sering kebesaran. Dulu aku ceria. Sangat ceria bahkan, banyak mengobrol dengan teman, bahkan mencari teman-teman baru. Dulu aku sering bercanda bersama teman-temanku. Bercerita segala hal dari A sampai Z, dari peristiwa ini sampai itu, bahkan sampai artis lokal dan luar.

Tapi sekarang, aku lebih tertutup. Enggan untuk diganggu, bahkan oleh keluargaku sendiri. Aku keluar kamar hanya untuk makan dan mandi, karena kamar mandi di rumahku hanya satu dan terletak di dekat dapur. Aku memiliki kakak laki-laki. Di sini, di rumahku, hanya ada aku, kakak laki-lakiku, dan Ayahku.

Ibuku sudah meninggal karena serangan jantung satu tahun yang lalu. Satu tahun yang lalu pula aku kehilangan mahkota berharga dalam hidupku. Semua ini karena laki-laki biadab yang tega melakukannya pada anak di bawah umur! Sumpah, aku tak akan pernah memaafkan mereka, bahkan sampai aku mati.

Saat ini, usiaku 16 tahun, dan beberapa bulan lagi aku akan berulang tahun yang ke 17 tanpa ibuku.

Satu tahun yang lalu, mereka dengan tega melecehkanku saat aku baru pulang kerja kelompok. Aku pulang sedikit telat dari biasanya, jam 9 malam. Sebenarnya dengan bercerita seperti ini, jariku sedikit bergetar, memori yang telah lama ku kubur harus kembali kuingat, supaya tak terjadi lagi kepada kalian!

Malam itu aku di antar ayah temanku sampai di depan gang dengan mobil, jalanan di kampungku sedikit becek karena kemarin malam hujan, dan gang kampungku susah untuk dilewati mobil, jadilah aku turun didepan gang. Kemudian aku berjalan dengan santai seperti biasanya. Tatapanku tertuju pada segerombolan anak yang mungkin usianya sekitar 19-24 tahunan sedang nongkrong di pos ronda sambil tertawa dengan lelucon mereka.

"Eh Medaa, dari mana Med?" tanya Kak Adi tetangga sebelah rumah.

"Dari rumah temen kak Kerja kelompok"

"Med, Med, dianterin Kakak ajah yang pulangnya"  tawar Kak Adi. Aku menggeleng dengan sopan, lagian rumahku juga tak jauh dari sini. Tinggal beberapa meter lagi.

Sampai akhirnya aku melewati gerombolan anak-anak motor, di sana ada mas Alkan dan mas Angga anak dari pak Ustadz di kampungku. Aku sedikit gemetaran saat sudah didekat mereka. Tiga anak tongkrongan dan dua anak Ustadz. Mereka menatapku dengan sangat serius, aku mencoba tenang, sambil mengalihkan pikiranku supaya tak takut. Sampai akhirnya Mas Dafa menarik lenganku sambil tersenyum licik. Aku tersentak kaget, saat mereka malah membopongku ke arah semak-semak dan kemudian menarik paksa jilbab yang aku kenakan. Mereka merobek pakaianku, dan mulai melecehkan diriku. Tenaga mereka bertiga sungguh sangat kuat, menutup mulutku supaya tak menimbulkan suara. Aku hanya bisa menangis, menangis, dan menangis.

Aku sangat jijik dengan mereka, suara yang mereka buat, dan sentuhan-sentuhan mereka. Bahkan aku jijik dengan diriku sendiri sampai sekarang. Kenapa aku tidak bisa menjaga kehoramatanku? Kenapa aku tidak bisa menjaga diriku sendiri. Mereka memperlakukanku dengan sangat kasar, bahkan kepalaku terbentur berulang kali. Mereka melakukannya sangat lama, benar-benar lama! Dan sialnya mereka langsung memukul kepalaku pakai batu, yang aku rasakan saat itu seperti nyawaku lepas dari badan.

Dan tiba-tiba, aku membuka mata, rupanya aku sudah ada di rumah sakit. Kejadian yang kuharap tak nyata, ternyata memang terjadi. Saat itu aku langsung menangis dan memukul badanku. Akhirnya, ibu dan ayahku datang, dengan ibu yang terlihat khawatir.

"Meda, kamu kenapa nak?" tanya ibu

"Mereka jahat bu, jahat. Mereka jahatt, mereka ambil mahkota Meda, mereka hiks" jawabku sambil terisak di pelukan Ibu. Wanita yang wajahnya sudah mulai keriput itu terduduk di lantai dengan diam.

Satu bulan berlalu dengan begitu cepat, entah mengapa pagi itu rasanya perutku seperti diaduk, aku memuntahkan segala isi perutku. Ibuku membantu mengurut tengkukku dengan perasaan khawatirnya. Beberapa hari setelahnya, kuberanikan untuk membeli beberapa tespek. Dan setelah kuperiksa.. Ada kehidupan baru didalam perutku. Aku memberi tahu keluargaku, semuanya shock. Terutama Ibuku, sampai akhirnya beliau meninggal karena serangan jantung. Namun ternyata, bayi yang kusebut haram itu ikut pergi bersama Ibuku saat aku terjatuh di kamar mandi.

Aku Berharga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang