Sore itu, setelah bel pulang berbunyi dilapangan SMA Satu Bakti, Aizal dan teman-temannya sedang asik bermain bola. Seragam sekolahnya sudah tidak lagi bertengger ditubuh mereka. Sekarang mereka hanya menggunakan kaos hitam dan celana abu.
Aizal tidak lihai dalam permainan bola, sedari tadi ia hanya berlari kesana kemari, maklum saja orang gabut. Sebenarnya Aizal sedang menunggu sang pujaan hati pulang. Biasanya Kalana sudah pulang sejak 45 menit yang lalu. Tapi sampai sekarang Kalana masih sibuk diperpustakaan. Ya, dari pada pulang tanpa melihat Kalna, Aizal memutuskan untuk bergabung bermain bola walaupun ngga berguna juga.
"Jal, yang bener ngapa. Niat kaga main bola. " seru Pangeran--kakak kelas Aizal.
Aizal malah mengeluarkan cengirannya. "sori bang, yok serius nih gua. "
Ya serius sih, tapi sama aja. Pangeran yang melihat itu hanya mengehela nafas dengan sabar. Mencoba mengerti, lagian kasian juga kalo diusir dari lapang.
Setelah lelah bermain, mereka semua duduk berselonjoran dipinggir lapangan sambil meminum air yang tadi mereka beli di kantin. Saat minum Aizal melihat pujaan hatinya sedang berjalan kearah gerbang utama. Dengan langkah cepat, Aizal pamit dan buru-buru mengambil tas dan seragamnya lalu pamit pada yang lain.
"AYUDIAA. " teriak Aizal sambil berlari menghampiri Kalana.
Kalana hapal dengan panggilan ini, karna disekolah ini yang memanggilnya dengan nama belakang hanya Aizal. Kalana sengaja melambatkan langkahnya agar Aizal tidak perlu berlari-lari. Tapi percuma anaknya kelewat semangat jadi tetap lari walaupun jarak Kalana sudah hampir ada didepannya. "pulang naik apaa, Yu? "
"dijemput supir kaya biasa, zal. "
Aizal mengangguk-ngangguk. Padahal ia ingin mengajak Kalana untuk pulang bersama menggunakan beat kesayangannya. Tapi apa boleh buat, keberuntungan belum ada dipihak Aizal.
"capek ya habis futsal? " tanya Kalana yang melihat Aizal berkeringat
Aizal tersenyum lalu menjawab. "capek, Yu. Tapi udah liat kamu, jadi capeknya hilang. " jawab Aizal dangdut.
Kalana yang mendengar penuturan Aizal hanya tertawa geli. Aizal biasanya memang seperti ini sih, Kalana juga sudah terbiasa. Malah kalo sehari Aizal tidak bertingkah rasa-rasanya sepi sekali hidup Kalana.
"Yu, boleh minta nomer kamu gak? "
Aizal memang belum punya nomor Kalana, sebenarnya Harris dan Dirga sudah sering menawarkan pada Aizal. Tapi Aizal menolak, katanya ia ingin meminta langsung saja pada Kalana.
"loh, selama ini kamu gak punya nomerku? " tanya Kalana kaget.
Aizal menggeleng. "nunggu dulu, biar bertahap. Nanti kalo udah dapat nomor kamu nanti aku tanya, boleh gak telfon kamu dimalam minggu. "
Kalana meninju pelan lengan Aizal. "apa sih, Zal. Dandutt banget. "
Aizal gemass. aduh, ayu mukul lengan gua. Anjir pengen pingsan.
Kalana mengeluarkan benda pipih itu lalu memberikan nya pada Aizal. "aku aja yang minta nomor kamu. "
Tau perasaan Aizal saat ini? Acak-acakan, Aizal kesenengan setengah mati. Aizal meralat kata-katanya yang bilang hari ini keberuntungan tidak berpihak padanya.
Aizal menerima benda pipih itu lalu mengetik nomornya disana lalu mengembalikan benda itu pada pemiliknya.
"nanti malam, kalau aku kosong aku chat kamu ya? "
Aizal mengangguk. "iyaa, aku tunggu, Yu. "
Obrolan mereka terpaksa harus berhenti, karena Kalana sudah dijemput oleh supirnya. Mereka berpisah didepan gerbang, saling melambaikan tangan dan tersenyum.
Setelah mobil yang ditumpangi Kalana pergi dari hadapan Aizal, Aizal kembali masuk kedalam sekolah untuk mengambil beat kesayangan yang masih terparkir diarea sekolah.
Saat menuju parkiran Aizal berpapasan dengam Vanessa--sahabat Harris katanya. Vanessa berjalan tergesa-gesa dengan muka yang merah padam, wajahnya terlihat sangat marah. "dari mana, Van? " tanya Aizal basa-basi saat Vanessa ada didepannya.
"anter gue pulang, cepetan. " ucap Vanessa mengabaikan pertanyaan Aizal.
Vanessa sudah berjalan terlebih dahulu kearah motor beat Aizal. Aizal masih bingung dengan situasi ini, diujung sana Aizal juga melihat Harris jalan tergesa-gesa dengan muka panik. Melewati Aizal begitu saja untuk menghampiri Vanessa.
"Ca, dengerin gua dulu. " Harris menarik pelan lengan Vanessa.
Vanessa dengan cepat menepis tangan Harris. "IJAL, CEPET GUE PENGEN PULANG. "
Aizal yang mendengar teriakan Vanessa lantas berlari kearahnya. Lalu memakai helm yang sejak tadi ia bawa. "anu, gua cuman bawa helm satu. " ucap Aizal dengan muka canggung.
"Vanessa balik bareng gua. " kata Harris sambil memegang tangan Vanessa.
Namun dengan cepat Vanessa tepis. "gue balik sama Ijal. Gak usah pake helm, cepetan Jal. "
"Ca, jangan gini. Dengerin gua dulu. "
"gue gak mau dengerin orang yang gak mau dengerin gue. "
Aizal menghela nafas. "kalo masih mau berantem gua mau balik duluan. " ucap Aizal ditengah perdebatan Harris dan Vanessa.
Mereka bedua terdiam. "lo juga, Ris. Jangan maksa kalo emang Vanes gak mau. "
Harris akhirnya mengalah ia membiarkan Vanessa pulang bersama Aizal. Aizal dan Vanessa sudah menaiki motor beat kesayangan Aizal lalu langsung pergi meninggalkan Harris diarea parkiran.
"kenapa lo sama si Aris? " tanya Aizal ditengah perjalanan.
"jangan ngomongin dia, males gue. "
"lo sama Aris beneran sahabatan atau udah pacaran sih? " lagi-lagi Aizal bertanya, Vanessa yang kesal lantas memukul kepala Aizal yang terutup helm.
Plak
"anjrit, sakit Van. "
Hening, sampai akhirnya Vanessa cerita dengan sendirinya. "temen lo lagi kenapa sih? Tadi gue liat dia ngerokok sama kakak kelas. Gue tegur malah marah-marah sama gue. "
Aizal menghela nafas. "cowok tuh ngerokok diumur segini bukannya normal? Dari pada beli narkoba atau main cewek, bukannya lebih baik ngerokok? "
Aizal beneran bingung karna kenapa hampir semua cewek marah atau ngga suka cowok nya ngerokok.
"gak ada yang lebih baik kalo konteks nya aja udah negatif, Jal. Normal kok emang, tapi kalo karna melampiaskan masalah memangnya harus lari ke rokok? "
"Jal. Kita nih masih anak SMA, masih panjang banget jalan yang harus kita tempuh. Kalo sekarang aja kita ngelampiasin masalah ke rokok, kedepannya mau ngelampiasin kemana coba? Narkoba? Main cewek? Kaya yang lo bilang barusan?"
"gue ngomong gini bukan cuman buat Aris, tapi lo juga. Kalian temen gue, kalian punya gue. Dari pada lari ke rokok kenapa sih kita gak saling bantu aja kalo ada masalah? Bukannya itu gunanya temen ya? "
Aizal bungkam lebih tepatnya ia tidak bisa membalas semua pertanyaan Vanessa. Aizal juga sadar, 2 bulan terakhir ia, Harris dan Dirga jarang kumpul bersama karna kesibukan masing-masing. Mungkin lebih tepatnya Aizal yang sibuk bucin dan Dirga yang sibuk dengan urusan OSIS nya.
Setelah mengantarkan Vanessa dan mendapat ceramah panjang lebar dari Vanessa Aizal mampir kerumah Dirga, berniat mengajak Dirga untuk berkunjung ke rumah Harris.