Chapter 04

273 246 271
                                    

[Semua organisasi, agama, lokasi, dan karakter dalam cerita ini hanya fiktif]

"Jangan terbuai oleh paras elok seseorang,
kita tidak pernah tahu sifat aslinya ketika tidak bersama dengan kita, entah itu berhati iblis ataupun malaikat"

•••

Raja Carlos menyusuri lorong kerajaan dengan keadaan dilema, mengingat perkataan wanita tua tadi masih terus terbayang dalam benaknya.

Flashback off

"Setelah tuan putri Elena dewasa nanti kau harus segera mengangkatnya sebagai Ratu. Aku punya perasaan buruk, bahwa pelayan yang barusan itu memiliki sisi yang berbeda."

"Jangan sekali-kali kau berhubungan dengannya, kalau kau tidak ingin menyesal di kemudian hari."

"Saya tidak suka melihatnya."

Flashback on

Langkah kaki Raja Carlos seketika berhenti. Pikiran dan hatinya saat ini sedang beradu argumen tentang keduanya. Sangat membingungkan memang, jika kedua organ tersebut tidak saling satu frekuensi.

"Apakah yang dikatakan nenek itu benar?" gumam sang empu pada diri sendiri.

"Apa yang diucapkan wanita itu siapa tau ada benarnya juga. Kau harus tetap hati-hati dengannya," seru otak.

"Aku sudah mempercayai Beatrix bertahun-tahun, dan sudah ku anggap sebagai sepupuku sendiri. Aku tidak bisa meyakinkan kalau ia sampai berani mengkhianati kerajaan ini," seru hati.

"Tidak, dirimu yang salah, justru wanita itulah yang menunjukan kebenaran. Kau harus mengakuinya!"

"Tapi aku sudah mengenalnya sejak lama. Tidak mungkin, pelayan manis itu bermain di belakang kita," balas hati.

"Kau ini bodoh sekali! Di depan kita dia bertingkah manis, lalu, ketika di belakang kita tingkahnya seperti iblis."

"Jangan terlena hanya karena fisik, fisik bukanlah jaminan akhir!"

"Itu hanya pikiranmu saja, tapi aku tidak."

"Ah, sudahlah. Kita liat saja nanti bagaimana akhirnya. Aku tetap berpihak pada wanita tua itu sampai kapanpun. Jangan sampai dirimu mempengaruhi pikiranku!" tekan otak.

"Baiklah, kita lihat saja nanti. Siapa yang akan kalah dan siapa yang akan menang."

Raja Carlos tersadar akan lamunannya. Mengusap tengkuk lehernya yang sedikit berat. Kemudian, ia melanjutkan langkahnya melewati lorong kerajaan.

••••••

Amora menatap langit malam yang diterangi cahaya rembulan. Jujur saja, Amora sulit meyakinkan kebenaran dalam keadaan seperti ini. Bahkan dalam tidurnya pun dirinya sempat bermimpi akan masa depan kerajaan.

Tanpa sengaja langkah kaki Jenderal Pim terhenti melihat perempuan tua sedang berdiri di depan jendela kamar. Lelaki berlesung pipi itu mengamati gerak-gerik perempuan tua tersebut dari kejauhan.

Memejamkan mata sebentar lalu membuka matanya kembali, itulah yang terjadi pada perempuan tua berambut putih panjang.

Tok...tok...tok....

Jenderal Pim mencoba mendekati Amora yang terdiam. memegang bahunya dan membuat Amora tersadar. "Nenek sedang memikirkan apa?" tanya Jenderal Pim.

"..."

Seketika Amora membalikkan badan. Menatap manik hazel dari sang Jenderal, banyak yang ingin dirinya curahkan. Dengan isi kepala yang bercabang ini dan itu. Akhirnya, Amora menahan kembali ungkapan perasaannya saat ini.

"Nenek ada apa, apa ada yang mengganggu di pikiran nenek saat ini?"

"..."

"Iya, Nak. Aku ingin sekali bercerita denganmu malam ini. Aku sangat tidak tenang," batin Amora.

"Tidak ada apa-apa. Aku baik-baik saja."

"Lalu mengapa nenek belum tidur?"

"Aku ingin menatap langit malam yang indah," jawabnya.

"Kau tidak perlu mencemaskanku. Aku sudah terbiasa sakit di usiaku yang sekarang," lanjutnya.

"Kau pergilah! Aku sedang tidak ingin berbicara pada siapapun."

Di saat situasi sudah seperti ini, menandakan Amora sedang tidak baik-baik saja. Yang dapat Jenderal Pim lakukan saat ini adalah mengerti perasaan Amora sedemikian.

Jenderal Pim mengangguk paham. "Kalau nenek ingin sesuatu katakan saja ya, Nek."

Amora hanya menyahut, "Hm."

Jenderal Pim meninggalkan tempat. Amora masih tidak berkutik tanpa melihat ke belakang. Dirinya sangat menikmati angin malam yang begitu syahdu baginya.

Jenderal Pim berjalan menyusuri lorong dengan suara bunyi langkah sepatu. Tanpa ia sadari, sesosok bayangan di belakangnya tiba-tiba ingin menikamnya dengan sebilah pisau. Entah mengapa derap langkah kakinya tiba-tiba berhenti sejenak. Meneguk saliva sambil menengok ke samping tempat bayangan itu mengekor dari belakang. Namun setelah lelaki tampan itu mencari sumber bayangan tersebut, tiba-tiba datang....

"JENDERAL SEDANG MENCARI APA?"

Jenderal Pim sontak dibuat kaget dengan suara yang ada di hadapannya saat ini. "HAH?! TIDAK! AKU TIDAK APA-APA."

"YAKIN, JENDERAL?!"

"YA, AKU BAIK-BAIK SAJA. MENGAPA KAU DI SINI? BUKANKAH KAU SEHARUSNYA MENJAGA TUAN PUTRI?"

"YA, AKU KE MARI CUMA CARI UDARA SEGAR. TIDAK BOLEH, KAH?"

"CEPAT BALIK KE KAMAR MU SEKARANG!"

"BAIK RAJA, HM, BUKAN. MAKSUDKU PELAYAN ABADI RAJA. UPS! SORRY."

Perempuan berbadan ramping meninggalkan Jenderal Pim di tempat sambil memainkan anak rambut dengan jari manisnya. "Nanti kalau mau ketemu lagi bilang aku ya, Jenderal." Pelayan itu mengedipkan satu mata pada Jenderal Pim.

Jenderal Pim yang melihat itu bergidik ngeri dengan tingkah pelayan berambut blonde. Tak mau memikirkan terlalu jauh. Akhirnya, ia pun memutuskan kembali meninggalkan tempat tersebut.

••••••

Sementara di kamar Amora.

"NENEK SEDANG MEMIKIRKAN APA?" suara bisikan itu mampu membangunkan Amora. Amora tersentak mendengarkan suara bisikan tersebut di kedua daun telinga. Mencari sumber suara di sudut kamar tak ditemukan, dirinya malah dihadapkan dengan Beatrix di koridor depan kamarnya sembari tersenyum.

Amora enggan membalas senyuman, justru ialah yang membuang muka. Beatrix yang melihatnya dari jauh kemudian sedikit bungkuk. Amora dibuat bingung dengan tingkah pelayan ini. Setelah bungkuk, Beatrix langsung bergegas pergi kembali.

Dengan kejadian yang dialaminya barusan. Ia memperhatikan sudut kamarnya yang begitu luas. Amora membalikan diri menghadap ke jendela. Terlihat seekor burung elang sedang dikejar kawanan burung hantu lainnya. Kedua hewan tersebut tergolong karnivora. Kemudian, terdengar suara burung gagak sebagai simbol kematian.

Spesial tahun baru 2022, aku publish cepat, ya. Semoga kalian suka.

Bersambung...

THE EVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang