Chapter 11

66 18 19
                                    

[Semua organisasi, lokasi, agama, dan karakter dalam cerita ini hanya fiktif]

•••

Empat perawat berjalan menenteng dua kotak medis. Beberapa pengajar memandu para perawat menuju ruang kepala sekolah. Sebagian murid melongo dalam jendela, sudah pasti akan santer pembicaraan setiap kelas.

"Tolong kau panggilkan Hana Yoshima secepatnya ke ruangan saya."

"Baik, Bu. Saya izin pergi."

••••••

Gadis poni berkacamata, yang tak lain adalah Anne, masih sibuk mencari buku gambarnya. Tak didapati pula di sekolah. Ia akhirnya frustasi. "Kenapa disaat aku membutuhkanmu, kau tidak ada!" umpatnya sambil menangis.

Zenata menepuk pundak Anne. "Sedang cari apa?" Anne menoleh ke belakang. "Buku gambar," ucapnya sambil menyeka air mata. Wajah sungut Anne membuat Zenata tersenyum.

Alih-alih ingin menolong, justru malah bertanya dan mengulur waktu. "Apa kamu udah mencari di rak buku? Sudah kamu tanyakan pada orang rumah? Di mana terakhir kali kamu menaruhnya? Tidakkah kamu ingat-ingat dulu sebelum mencari."

"... Hm, kurasa di kelas ini tidak ada kehilangan buku gambar selain dirimu. Sepertinya kamu lupa menaruhnya."

Anneth tidak menggubris ucapan Zenata sama sekali. Ia masih terus mencari buku gambarnya sampai ketemu.

Mereka diam beberapa saat.

"..."

"..."

"..."

Zenata membuka kembali percakapan diantara keduanya. "Aku ingin keluar, kamu mau ikut?"

••••••

Anak muda itu tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Netranya hanya tertuju pada satu objek. Sepintas kontruksi di sini tak ada nilai seninya. Bagian luar yang tampak kuno membuat dirinya sudah bisa menilai pasti semrawut tak karuan, pikirnya.

"Ini asrama kamu tinggal?"

Pandangan Jane kini beralih menatap pemuda jangkung tersebut. "Iya," jawabnya.

Keduanya berjalan mendekati gawang pintu berornamen kayu tua. Beruntung kunci cadangan ada pada Jane.

••••••

"Kamu dipanggil Ma'am Kate ke ruang beliau."

Aktivitas menulis Hana terhenti saat Niall berdiri di depannya. Ia mendongak lalu bertanya, "Ada urusan apa?"

"Aku tidak tahu."

Keduanya langsung beranjak ke ruang Ma'am Anne. Hana yang mengekor Niall dari belakang hanya menatap ke depan.

Bisik-bisik menggaung di sepanjang koridor saat mereka melintas. Inikah yang diharapkan gadis si penulis pena kiri? Tentu, bukan. Cukup Niall sebagai rival dalam akademiknya, ia tidak ingin melibatkan ke hal yang jauh. Khususnya perasaan.

••••••

Jemima menunggu Lucy di luar toilet. Dari jauh ia melihat murid perempuan berlari tergesa-gesa.

"Kau ini kenapa? Masuk seperti dikejar hantu saja," celetuk Pak Sudjiono.

"..."

"..."

Siswi tersebut tidak peduli apa yang diucapkan Pak Sudjiono.

Dia dibuat kesal hari ini. Mulai dari uang saku tertinggal, dikejar anjing pemilik kelontong jam, hingga tali sepatu terlepas. Dan satu lagi, sudah pasti terlambat.

cucuran keringat yang membasahi dahinya membuat gadis itu mengomel. "Argh! Sial sekali aku hari ini. Sudah tahu punya anjing kenapa tidak diberi harness¹. Dasar berandal muda!"

••••••

Baru saja Lucy keluar, tiba-tiba dikejutkan dengan sosok manusia berwujud kera, berkulit hitam kemerahan, bertubuh besar dan mata yang merah menyala.

Menyadari bahwa ada yang memperhatikannya, makhluk itu balik menatap gadis London yang berdiri ketakutan di sudut tembok.

Sosok itu ternyata ingin mendekatinya. Namun saat hendak melangkah, keluarlah gadis lain dari balik pintu kamar mandi. Sayangnya, murid tersebut langsung melenggang pergi.

••••••

Sudah tiga kali Jemima mondar-mandir, namun Lucy belum juga keluar. Sementara dari ujung sana rombongan perawat serta beberapa guru sudah mulai bergerak. Jemima bergegas memanggil Lucy. "Lucy, apa sudah selesai? Jika sudah cepatlah keluar! Aku tidak mau lama-lama di sini," teriak Jemima.

Mendengar teriakan Jemima menyebutkan namanya, sebisa mungkin Lucy mencoba menyahut panggilan Jemima. "Hampir selesai, aku segera ke sana."

Beberapa saat kemudian ....

"Jemima ...."

"Jemima ...."

Gadis bertubuh ideal tersebut tak mendengar lirih memanggil namanya. Di sisi lain, perempuan berwajah pucat pasi itu berdecak kesal. Akhirnya, ia memilih jalan lain, yaitu menjahili Jemima dengan menarik dan melontarkan karet gelang.

"Rasakan itu! Itulah akibat jika kau tak mendengar suaraku," cecarnya lalu pergi menghilang.

Jemima meringis ketika siku tangannya terkena jepretan. Jemima mengira itu ulah Lucy. "Lucy, jangan main-main. Aku tahu kamu di belakangku. Cepatlah kemari!"

Setelah itu Lucy datang dan mendekati Jemima. "Apa aku terlalu lama di dalam?" tanya Lucy merapikan rok bagian atas.

Jemima menyodorkan karet merah yang ia pungut tadi kepada Lucy. Lucy mengernyit dan menunjuk benda elastis tersebut sambil bertanya, "Apa maksudmu?"

"Kamu menggunakan karet ini untuk menggangguku?"

Lucy mengelak jika dia tidak menjahili Jemima. "Tidak! Aku tidak melakukannya. Aku baru saja keluar."

Jemima tak percaya dengan omongan Lucy, setelah apa yang dia bilang. "Kalau bukan kamu terus siapa?" Kemudian ia memandang karet itu dan bertanya lagi, "Kamu tidak sedang bercanda, 'kan, Lucy?"

"Sungguh, bukan aku pelakunya. Aku tidak tahu."

Jemima bergumam mengingat peristiwa sebelumnya. "Lalu siapa yang melontarkan benda ini jika bukan Lucy. Tidak mungkin manusia selain aku di sini. Apa jangan-jangan tempat ini ada penunggunya ..., Ah, sudahlah lupakan. Anggap saja tidak ada yang mengetahuinya."

"Hei! Kamu ini kenapa? Masih kepikiran soal tadi, mungkin hanya perasaanmu saja. Tidak usah dipikirkan."

Jemima tersentak lalu menoleh. "Tidak apa-apa. Kalau begitu ..., ayo kita pergi." Tiba-tiba Lucy menjegal lengan Jemima.

"Kenapa?"

"Sebelah sepatuku basah rupanya. Sebentar aku harus membersihkannya terlebih dahulu, jika tidak ini akan lembab dan bau. Itu sama saja mengundang penyakit untukku. Kamu tahu, 'kan aku manusia yang nggak suka kotor."

Merasa jengah dengar celotehan Lucy yang banyak alasan. "Lu-" Lucy secara pihak memotong percakapan Jemima. "Aku butuh satu lembar tisu untuk mengelap sepatu. Ayo, cepatlah! Tadi kamu bilang tidak tidak ingin lama-lama di sini. Yasudah, sekarang bantu aku," pintanya dengan nada protes sambil berkacak pinggang.

Jemima mengeluarkan satu lembar tisu dan memberikannya pada Lucy.

Alih-alih Lucy membungkukkan tubuhnya ke bawah, ia melihat makhluk besar itu masih berdiri menatapnya.

Bersambung....

Harness¹ : Tali pengaman yang terdiri dari bagian tali yang mengelilingi tubuh hewan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE EVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang