Bagian 12 : Aku Sayang Mama.

366 67 10
                                    

I'll be there

I'll be there

I'll be there

Sebuah janji yang akan terus Jeffrey lakukan hanya untuk Alana. Dia akan selalu berada di sisi Alana. Kapanpun itu. Ketika Alana mendorongnya menjauh, tidak apa-apa. Jeffrey akan selalu di sisi nya.

Di lorong rumah sakit, Jeffrey berpapasan dengan Rachel. Wajahnya terlihat sembab akibat menangis di taman bersama Echan dan Njun.

Baru saja Rachel akan menyapa Jeffrey, namun Jeffrey melewatinya begitu saja. Rachel bingung, ada apa dengan Jeffrey?

"Ayah!" teriak Rachel.

Seakan tersadar, Jeffrey berbalik badan lalu terpaku melihat Rachel yang beradadi depan matanya.

"Ayah enggak lihat aku?" tanya Rachel heran.

Jeffrey menggelengkan kepalanya, "Maaf yah?"

Tadinya Rachel mau marah. Namun ia mnegurungkan niatnya tersebut ketika melihat wajah lesu milik Jeffrey. Rachel menarik napas panjang.

"Sebaiknya ayah pulang. Istirahat dulu. Jangan terlalu memaksakan, yah?"

Jeffrey menganggukan kepalanya, lalu memeluk tubuh Rachel sekilas.

"Kamu jaga mama kamu."

Rachel menganggukan kepalanya.

Jeffrey melanjutkan langkahnya, pergi menjauhi Rachel yang masih memandang punggung kokoh milik Jeffrey.

Kenapa Jeffrey tidak benar-benar menjadi ayahnya? Ternyata urusan orang dewasa memang ribet.

Rachel melanjutkan langkahnya lagi. Di sebuah lorong ruah sakit terlihat seseoang dengan kursi rodanya tengah memandang taman dengan pandangan kosong. Bukan, dia bukan Alana. Tapi orang asing yang entah kenapa pandangannya seperti Rachel kenali. Seperti pandangan Alana. Kosong dan hampa.

"Kamu baik-baik saja?" tanya seorang perempuan kepada orang asing itu.

"Enggak, aku enggak pernah baik-baik saja semenjak hal itu terjadi padaku, Kasya."

"Kamu hebat bisa bertahan sampai sejauh ini, Rara," kata Kasya sambil tersenyum menyemangati.

Rara tertawa miris, "Sejauh apapun aku berbuat buruk pada tubuh ini, toh pada akhirnya bayi mengerikan ini akan terus bertahan di dalam perutku."

"Kamu enggak boleh bilang seperti itu, Rara! Dia enggak pernah mau dalam situasi seperti ini."

"Aku selalu bertanya pada Tuhan, kenapa? Kenapa harus aku yang mengalami ini? Kenapa? Banyak manusia ciptaannya yang aku yakin sanggup dalam menjalani cobaan seperti ini. Bukan aku. Aku enggak sekuat itu." Rara mulai terisak.

"Terlalu banyak hal yang harus aku korbankan. Impian dan masa depnku langsung hancur seketika, Kasya. A-aku hancur sehancur-hancurnya karena laki-laki urang ajar itu. Aku membenci dia dan anak sialan yang aku kandung ini-"

Sepertinya Rachel sudah terlalu banyak menguping pembicaraan para wanita itu. Rachel menundukan pandangannya ketika melewati dua wanita yang tengah berbincang serius itu. Sampai tanpa terasa dia sudah berada di depan kamar Alana. Dengan ragu-ragu dia menarik kenop pintu, dan berjalan pelan memasuki ruang rawat Alana.

Terlihat Oma dan Opa nya tengah terlelap di sebuah kasur yang sengaja ditambahkan ke dalam kamar rawat Alana. Di sana terliaht Alana tengah terlelap dengan damai. Guratan lelah memenuhi wajah Alana. Mama-nya sungguh hebat dapat melewati ini semua.

Rachel mendekat menuju kasur yang Alana tempati. Tarikan napasnya terlihat teratur. Menandakan jika Alana tidur dengan nyenyak.

Ia jadi teringat perkataan dua wanita tadi. Masalah yang mereka hadapi hampir sama dengan yang dihadapi Alana, yaitu harus mengandung anak yang tidak diinginkan. Dia jadi paham apa yang Alana rasakan dulu dan sekarang. Dia pasti merasakan hancur yang begitu hancur sampai untuk bangkitpun dia terlalu sulit. Untuk sekedar bernapas saja terasa menyesakkan. Dan, ingatan yang terus menerus memutar kenangan paling mengerikan yang ia dapatkan.

Mama, Look at Me Please?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang