12. LOVE SIGNAL

159 32 21
                                    

Gracie.

Sekujur tubuhnya merinding begitu mendengar cerita panjang Jeno. Rasa bersalah, perasaan itu yang muncul setelah si lawan bicara merampungkan kisahnya. "maaf, Jeno," ujar Gracie, membuka mulut.

Jeno yang tadinya tengah memandangi hamparan danau, beralih menatap Gracie. "minta maaf buat apa?"

Mendengar pertanyaan yang dilontarkan berhasil membuat Gracie menghembuskan napas kasar. "ya buat semua perlakuan gue. Dari yang udah membuat trauma lo balik lagi, gue yang selalu nolak lo, dan perlakuan gue tiga hari lalu," mau tidak mau Gracie memperjelas maksud dari perkataan maafnya.

Jeno terlihat mengulas senyum. "iya, gue maafin. Tapi... Lo udah nggak marah lagi, kan?" tanya Jeno, tampak ragu-ragu.

"udah nggak, karena lo udah jelasin semuanya juga," jawab Gracie.

Seperti biasa, sesekali ada ruang keheningan antara keduanya sebelum membuka topik obrolan baru lagi.

"Jeno," panggil Gracie.

Laki-laki sang pemilik nama pun menoleh. "iya, Gracie?" Jeno membalas dengan nada yang sedikit berbeda dari biasanya.

Gracie menatap Jeno tepat pada kedua manik mata coklat legam, juga tajam itu. "jangan jaga jarak lebih jauh dari ini, gue nggak merasa keberatan lagi dengan kehadiran lo," ujar Gracie.

Mata tajam yang sedari tadi Gracie tatapan berubah bentuk menjadi garis tipis dengan lengkungan senyum di bawahnya. "serius?! Kita resmi temenan dong? Nggak mau pacaran aja?" tanya Jeno, lagi-lagi memberikan tawaran yang sama.

Gracie memasang raut wajah datar. "not now?" pertanyaan yang sama, kini menerima jawaban yang sedikit berbeda dari sebelumnya.

"not now?! Oke, nggak apa-apa. Gue bakal nunggu hati lo siap, gue juga ngerti hati lo tuh belum siap buat nerima semua perhatian dan pesona seorang Jeno Kenziero,

It's okay, i'll be waiting for it." Jeno mengulangi ucapan Gracie dan menambahkan dengan kalimat-kalimat yang rancu.

Gracie tak bisa berbuat banyak, ia hanya menghela napas dan menahan diri untuk tidak mendorong tubuh kekar itu ke danau yang ada di dekatnya.

Drrtt...

Ponsel Gracie berdering.

Vivi. Begitu melihat nama sang penelepon, Gracie langsung menjawab panggilan teleponnya.

"woy lo kalo ngutang dibayar dong!"

Gracie menjauhkan ponselnya dari telinga karena orang yang di seberang memekik dengan keras. "apa sih?" tanya Gracie dengan nada kesal.

"ini ada rentenir nyariin lo, mukanya garang, nyeremin juga!!!"

"sembarangan! Udah dibilang gue abangnya Gracie!"  terdengar suara laki-laki menyahuti perkataan Ivanna.

Suara yang terdengar tak asing, tapi terasa sudah lama tidak menyapa telinganya. "bang Yuda?" tebak Gracie.

***

Ivanna.

"cepetan deh lo ke sini!" setelah mengucapkan itu, Ivanna menutup panggilan teleponnya dan kembali memperhatikan orang mencurigakan di hadapannya.

"lo nggak mau mempersilakan gue masuk dan duduk gitu? Panas banget ini," pria muda berusia 20 tahunan itu tak henti-hentinya menggerutu dan mengaku sebagai kakak dari Gracie.

Namun, Ivanna tidak mudah percaya pada orang asing, ditambah penampilan si pria yang semakin menambah kecurigaannya kalau orang itu adalah rentenir atau penguntit semata.

Ivanna menunjukkan raut wajah tak suka. "dih jangan mengada-ada deh, mana mungkin gue ngasih izin ke orang asing yang bisa aja penguntit hih," ujar Ivanna, nyinyir.

"haduh adek gemes, gue gigit juga lo lama-lama."

Deg!

Ivanna tersentak bukan main.

"kan?!!"

"kan?!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Jeno.

Setelah selesai berteleponan, Gracie menghampiri Jeno dan mengambil tas yang tergeletak. "gue mau pulang, kayaknya abang gue di rumah Vivi," ujar Gracie.

Melihat Gracie yang terburu-terburu, tanpa pikir panjang Jeno berjalan mengikuti, menyalakan motornya dan bergegas mengantar Gracie. Kali ini, tidak lagi drama antar jemput di antara keduanya.

Sesampainya di rumah Ivanna, Gracie langsung turun dari motor, membuka gerbang dan melupakan Jeno yang membawa motor. Tanpa protes, laki-laki itu turun dari motornya dan mendorong gerbang lebih lebar lagi. Hm, mandiri.

"bang Yuda!" panggil Gracie.

Seorang pria yang tampaknya berumur 20 tahunan mengulas senyum lebar, begitu Gracie memanggil sang empunya nama.

"Gracie!" Yuda langsung memeluk tubuh kecil Gracie sebentar. "you grew up so well," ujar si pria sambil mengusap pucuk kepala Gracie. 

Merasa kehadirannya akan mengganggu, Jeno berniat pamit undur diri. "Gracie! Kalo gitu gue balik duluan ya," ujar Jeno sedikit berteriak agar terdengar. 

Gracie pun menoleh. "udah mau pulang?  Nggak mau mampir bentar? Sekalian kenalan juga sama abang gue," ujar Gracie memberi ajakan sembari melihat ke arah Yuda.

Sedangkan Jeno terdiam dan berusaha menyadari situasi. "hah?"

***

Next Chapter; 13. TROUBLE IS A FRIEND

Terima kasih sudah membaca <3

Have a happy day all~

Our Happy Ending | Jeno-Karina ( ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang